Mohon tunggu...
Azeez Siul
Azeez Siul Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

mahasiswa fakultas hukum universitas andalas padang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Segelas Kopi Penuh Rahasia

4 Oktober 2017   14:04 Diperbarui: 4 Oktober 2017   14:05 782
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://renanablog.com/

Dulu setelah keguguran calon anak kedua kami, Ningsih mulai berfokus dalam bisnis kue basah. Selain itu dia juga suka bereksperimen membuat berbagai masakan lauk pauk. Bermacam-macam menu yang enak dibuatkannya. Rutinitas memasaknya itu sempat terhenti beberapa bulan. Dia malah jadi sering pulang sore dan hanya membuat menu makanan kami sehari sekali. Menu yang sama untuk pagi, siang, dan malam.

Dulu aku pernah menyinggungnya. "Dik, Mas kangen ayam bakar buatanmu, kamu sudah lama tidak buatkan mas dan Aslina."

"Maaf mas, Aku belakangan sibuk sekali membuat kue. Lain kali aku buatkan". Namun kemudian tetap saja masakannya masih saja biasa. Masih satu menu dalam sehari.

Beberapa bulan lalu, sepulang dari kantor desa aku mendapati celana dalam lelaki di bawah kasur kamar tidurku. Jelas bukan kepunyaanku. Entah apa mereknya. Ukurannya lebih kecil dari yang biasa kupakai. Itu punya siapa? Kami hanya tinggal bertiga di rumah ini. Hanya aku lelaki yang tinggal di sini.

Kecurigaanku tertuju kepada Sandi, mantan pacarnya Ningsih waktu sekolah kejuruan dulu. Dia baru balik ke desa. Mereka putus hubungan semenjak Sandi merantau dan menikahi anak pengusaha angkot di kota pulau seberang.

Aku menikahi Ningsih di umurnya yang masih sangat muda. Waktu itu umurnya baru sembilan belas. Belum genap dua tahun setelah dia tamat sekolah kejuruan. Ibuku menjodohkanku dengannya setelah rencana pernikahanku dengan Ningsih anaknya pak Hartoyo gagal. Pak Hartoyo lebih memilih menikahkan anaknya dengan seorang pengusaha kayu yang sekarang jadi anggota DPRD itu. Pertunangan kami dibatalkannya secara sepihak. Setelah itu aku tidak lagi menjalin hubungan dengan wAslina untuk waktu yang lama. Sangat lama. Sampai ibu menjodohkanku dengan Ningsih. Waktu itu umurku sudah tigapuluh enam. Sangat terlambat untu pernikahan pertama.

Sebenarnya aku mengetahui, Ningsih menerima lamaran ibuku lantaran mantan pacarnya waktu itu baru saja menikahi gadis lain di perantauan. Tidak masalah bagiku, toh cinta bisa dibangun dan dipupuk dengan kasih sayang.

Setelah bapak meninggal, almarhumah ibu pernah berpesan kepadaku. Katanya cinta istri itu cerminan kasih sayang suami. Kalau kamu menyayanginya dia akan mencintaimu dengan sepenuh hati. Sebesar apapun kesalahannya, cobalah untuk memaafkannya. Jangan kau hardik apalagi kau pukul istrimu, itu tidak akan membuatmu puas, malah sebaliknya kau akan dibuatnya bertambah kesal. Aku selalu ingat pesan ibu. Bapakku dulu memang tidak pernah mengasari kami. Dia sangat baik kepada istri dan anak-anaknya. Biasanya setelah pulang dari kedai kopi, dia masih minta ibuku membuatkan kopi untuknya. Katanya kopi di kedai tidak seenak buatan ibu.

Celana dalam dengan merek yang tidak kukenal itu aku pindahkan ke atas tempat tidur. Aku membentangkannya membentuk segi tiga. Kemudian aku makan ke dapur. Lauknya masih ikan goreng semalam dan sayur nangka yang dipanaskan Ningsih tadi pagi. aku tidak berselera.

Ningsih belum pulang ke rumah. Di halaman, rumah aku melihat Aslina sedang bermain kelereng dengan teman-temannya. Kupacu sepeda motor bebekku dengan hati kesal dan marah ke kedai kopi. Aku berencana shalat asar di sana saja.

Usai maghrib aku sudah pulang. Aku mintakan Ningsih membuatkan kopi untukku, kemudian aku duduk di beranda depan. Kopinya masih nikmat, tak seperti yang di kedai tadi. Celana dalam itu sudah tidak lagi di sana, seperainya pun sudah diganti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun