Mohon tunggu...
Kak Ian
Kak Ian Mohon Tunggu... -

Paling benci dengan pembully dan juga benci dengan orang-orang yang dengki sama orang yang sukses. Karena mereka adalah penjahat yang nyata!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ibu dan Es Krim yang Mengembalikan Ingatannya pada Kenangan

3 Oktober 2017   18:02 Diperbarui: 3 Oktober 2017   18:38 538
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Silakan, dok!"

Usai dokter Gustav pergi dari rumah kami, saya melihat Dewi, Evi, Fatma dan Gina serta Anggun, istri saya itu saling adu pandang di ruang tamu. Dan...apa yang aku pikirkan terjadi. Dewi, Evi, Fatma dan Gina melimpahkan kekecewaan dan ketidakbecusan kepada Anggun. Mereka mengatakan jika Anggun tidak bisa merawat dan menjaga Ibu, mertuanya itu. Semua pasang mata mengarah pada Anggun.

"Anggun, istri Mas itu memang tidak bisa diandalkan. Merawat Ibu saja tidak bisa!" gerutu Dewi memberitahukan saya.

"Iya, Mas! Masa hanya menjaga satu orang saja bisa seperti ini. Coba kalau Ibu kenapa-napa. Kita juga kan yang repot," ucap Evi, adik perempuan saya yang kedua ikut menimpali Dewi, kakaknya itu. Ia sebelas-dua belas dengan Dewi.

Sedangkan Fatma, ia lebih banyak diam. Ia berbeda dengan kedua kakak-kakaknya itu

Lain Fatma, lain pula si bungsu, Gina. Ia lebih berpihak pada kami. Mungkin karena ia yang masih belum berkeluarga. Tapi sudah memiliki rumah sendiri dan juga butik ternama di ibukota. Ia terlihat berpikiran dewasa sekali. Sangat kontras dari kakak-kakaknya itu.

"Kak Dewi dan Kak Evi kenapa selalu menyalahkan Kak Anggun. Dia punya Ira dan Ria serta mengurus Mas Tulus. Jadi dia bukan hanya mengurus Ibu saja. Apalagi sejak kakak-kakak menikah Ibu belum pernahkan dirawat apalagi dijaga sama kakak-kakak semua. Menginap di rumah kakak-kakak saja pun Ibu tidak pernah," Gina pun mengeluarkan pendapatnya.

Dewi dan Evi tampak terlihat tidak senang saat Gina mengutarakan hal itu. Sehingga akhirnya Dewi kembali angkat bicara. Kali ini bernada ketus dikarenakan ia mendapatkan sindiran dari Gina, adiknya-yang mereka anggap masih ingusan itu.

"Kamu tahu apa anak ingusan! Kamu tidak ingat sejak kecil aku berdua dengan Mbak Evi yang mengurusi kamu. Karena saat itu Ibu selalu sibuk mengurusi pekerjaannya saja. Hingga kami harus mengurus diri sendiri dan harus mandiri," Dewi meluap-luap mengembalikan segala kenangan masa kecil Gina. Mereka mengungkit-ungkit kebaikan-kebaikan yang sudah mereka lakukan pada Gina.

Gina terpojok. Ia tidak berkata apapun. Namun untungnya dengan secepat mungkin untuk menutupi keterpojokkan adik bungsu saya itu akhirnya saya pun memutuskan sesuatu kpada mereka. Tidak lain membagi jadwal merawat dan menjaga Ibu di rumah mereka masing-masing.

"Baiklah kalau begitu Mas gilir saja. Setiap anak Ibu harus bisa merawat dan menjaganya. Lagi pula kalian sudah punya rumah masing-masing, bukan? Mas harap nanti jika Ibu sudah sembuh kembali giliran pertama adalah kamu, Dewi. Sebagai anak perempuan pertama kamu sudah seharusnya bisa merawat dan menjaga Ibu lebih dulu. Usai itu baru giliran Evi, Fatma dan Gina begitu selajutnya. Semua dapat giliran. Hal ini tidak ada yang dapat digugat!" seru saya mengambil keputusan sepihak tanpa kompromi dari mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun