"Lalu kamu bagaimana, Gus? Fira dan Ayu kenapa malam ini mereka tidak ikut bersama kita lagi?" sambung Tulus menanyakan pada Agus.
"Iya, mereka juga sama. Alasannya seperti yang Seno utarakan tadi. Mereka sekarang sudah tidak ingin lagi main di tanah lapang ini. Kata mereka kemarin malam Fira dan Ayu sudah datang ke tanah lapang ini. Tapi kata mereka kita tidak ada. Tidak ada siapa-siapapun. Mereka hanya melihat begitu banyak Kunang-kunang saja yang beterbangan di tanah lapang ini lalu menjadi sesosok makhluk yang menyeramkan. Dan akhirnya mereka pulang karena ketakutan," panjang Agus menguraikannya pada Tulus dengan detil.
"Ya, sudah kalau begitu aku kembali menyambungkan dongeng Kunang-kunang kemarin ya. Karena ternyata ada kelanjutannya..." Tulus akhirnya tidak lagi menanyakan Eka, Maesa, Fira dan Ayu kembali atas ketidakhadiran mereka.
"Kalian mau mendengarkan kelanjutan dongeng Kunang-kunangku lagi tidak?"
Seno dan Agus beradu pandang. Lalu ekor mata mengarahkan ke arahku.
"Tidak! Aku tidak mau mendengarkannya, Lus. Aku tidak mau menjadi santapan Kunang-kunang itu," kataku langsung memberondong ucapan Tulus.
"Kenapa? Kamu takut!" Tulus tertawa terkekeh ketika mendengar jawabanku.
"Iya, aku semalam melihat Kunang-kunang menghampiri rumahku. Untung saja Ibuku ada di sana saat Kunang-kunang itu ada di depan rumahku. Saat itu aku ingin melihat Kunang-kunang itu. Tapi Ibuku mengahalaunya. Aku bersyukur. Karena aku tidak ingin menjadi santapan Kunang-kunang itu. Karena aku tahu orang mati tidak akan bisa membunuh orang apalagi menyatapnya. Itu hanya rekaan kamu saja, Lus!" tukasku
"Kalau begitu kamu balik sana. Menetek pada Emakmu saja," ucap Tulus.
"Baik!" seruku singkat.
"Aku juga mau pulang, Lus!" timpal Seno.