"Besok malam kita ke tempat ini lagi ya? Tapi aku harap Eka, Maesa, Fira dan Ayu bisa ikut serta. Kita bisa bermain bersama-sama lagi," pesan Tulus memberitahukan kami sebelum mengakhiri perpisahan usai mendengarkan dongeng darinya.
"Siap, Lus!" koor Seno dan Agus serempak.
"Oke, kalau begitu. Sampai ketemu besok malam ya."
Kami pun bersama-sama memutuskan mengakhiri percapakan malam itu. Lebih tepatnya untuk tidak melanjutkan dongeng yang Tulus ceritakan pada kami malam itu.
Malam itu aku tidak bisa memejamkan mata. Walaupun sudah aku paksakan untuk meniduri mataku ini. Lagi-lagi tetap saja dongeng yang diterakan Tulus di tanah lapang itu terus mengusik benakku. Sampai-sampai aku tidak bisa terpejam.
"Kamu belum tidur, Sayang?" Ibu menyembulkan mukanya dari balik pintu kamar.
"Mata Zul belum mengantuk, Bu," jawabku.
"Memang kenapa, Sayang?" tanya Ibu kembali lembut.
"Apa benar Bu kalau Kunang-kunang itu dari kuku orang mati lalu menjelma menjadi iblis jahat?" lontarku polos saat itu.
Kulihat Ibu menyunggingkan pelangi terbalik dari mulutnya. Ibu tersenyum.
"Begini, Sayang. Menurut mendiang Nenekmu sewaktu Ibu masih kecil seperti kamu. Ibu pernah diceritakan oleh Nenekmu dongeng tentang Kunang-kunang.