Mohon tunggu...
Rahman Seblat
Rahman Seblat Mohon Tunggu... wiraswasta -

seorang pekerja lepas, dengan latar belakang pendidikan seni rupa. selain menjadi tukang ndesain lepas, kadang2 ngelukis dan ngeblog. bersama beberapa teman membuat komunitas RTJ (Rumah Tanpa Jendela) Komunitas pendampingan berbasis seni dan kreativitas

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Taman Bercahaya

21 Juli 2013   18:19 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:14 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kulangkahkan kaki menuju taman di depan.
Taman penuh cahaya. Ada kursi dan ayunan yang bercahaya.
Juga cahaya yang terlihat melayang terbang kesana-kemari membuat taman benar-benar indah.

Kuraba kursi panjang di taman yang terlihat bercahaya itu, lalu aku duduk.

Mataku tertumbuk pada pohon di seberang tempatku  duduk.
Ada buah yang juga bercahaya merimbun. Aku belum pernah melihat jenis buahnya. Buah-buahan itu tak hanya satu warna, tetapi ada tiga warna berpendaran. Indah sekali.
Tak mungkin buah seperti itu bisa ku temui di kebun milik pak haji di dekat rumah atau di pasar dimana aku sering belanja menemani ibu.

Tak berapa lama, kulihat ada sosok mendekat ke arah pohon.
Sosok itu memakai pakaian orange yang memancarkan cahaya hijau muda. Terlihat kontras dan indah. Aku tak bisa melihat wajahnya karena jarak yang cukup jauh.

Kulihat sosok itu mengambil buah dari pohon itu dan memakannya dengan lahap.

perutku tiba-tiba keroncongan, lalu naluriku mendorong kaki ini mendekat kearah sosok itu.

dalam jarak kira-kira empat meter baru aku bisa melihat jelas sosok itu. Seorang perempuan yang sudah berumur dengan wajah yang masih terlihat cantik. Awalnya ia terkejut melihat kehadiranku, tetapi kemudian tersenyum.

Aku ragu-ragu untuk mendekat, tetapi perempuan itu melambaikan tangannya.
Seperti ada kekuatan tak kasat aku terdesak mendekat ke arah perempuan itu.

Setelah dekat, kepalaku diusapnya.
“Kamu tak boleh lama-lama disini” kata perempuan itu.

Aku hanya diam.
Kalau boleh memilih aku lebih suka disini.
Indah sekali tempatnya. Dalam hati aku ingin membantah.

Ajaib, sepertinya  perempuan itu tahu isi hatiku.
”Kamu harus pulang” lembut suara perempuan itu kembali terdengar di telingaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun