Tapi bersama Devan, wanita itu merasa berharga. Hanya Devan yang mampu menariknya ke hamparan padang rumput indah penuh bunga beraneka warna. Devan bisa menghargai sejumput kelebihannya. Devan mengagumi rambut ikalnya yang sehat, kerapiannya menata tas, keserasian pakaiannya, atau sekedar memuji senyumnya.
Aku tidaklah seburuk itu. Aku punya kelebihan yang bisa membuat orang lain bahagia dan merasa berarti sebagai manusia. Sebagai wanita.
Jika ingat Devan, senyumnya mengembang. Ia kangen laki-laki itu. Ia ingin bersama selamanya.
Pandangannya melayang ke arah sky walk yang terdapat di ujung restauran. Sepetak balkon kecil dengan lantai kaca. Tidak terlalu besar, tapi cukup untuk sebuah meja makan berbuket bunga mawar merah dan 2 buah kursi. Ia membayangkan candle light dinner romantis bersama Devan. Akan kah Devan melamarnya di sini?
Blackberry-nya berbunyi. Foto padang rumput indah penuh bunga memanggilnya. Senyumnya kembali merekah.
“Kamu dimana? Kok lama banget sayang?”
“Maaf, ternyata saya nggak bisa datang.” Diam lama...
“Kenapa?” wanita itu mulai merasa ada yang tidak beres.
“Saya hanya mau bilang, kita tidak mungkin melanjutkan hubungan ini.”
Deg. Wanita itu mati rasa.
“Saya menyayangimu seperti kakak saya sendiri. Tapi saya mencintai istri dan anak saya.