Menurut Kierkegaard media sosial itu membuat orang menjadi abstrak, tidak bergumul pribadi, dan tidak membuat orang berkomitmen. Misalnya karena terlalu banyak teori pada media sosial maka tidak dapat ditarik kesimpulan yang jelas. Tesis dan antitesis yang tidak pernah berhenti menyebabkan orang tidak jelas mau memilih yang mana yang menyebabkan orang tidak dapat berkomitmen dengan jelas juga. Media sosial juga membuat orang menjadi lebih berani sedikit karena dalam media sosial mereka dikenal sebagai anonim.Â
Seorang anonim tidak dapat bertanggung jawab dan biasanya menyembunyikan diri dalam kerumunan. Kierkegaard mau orang Kristen harus berani bertanggung jawab oleh sebab itu tidak memakai anonim. Individu adalah orang yang berani bertanggung jawab di hadapan Tuhan dan di hadapan masyarakat.
Kesimpulan:
Penulis menyetujui pemikiran Kierkegaard mengenai komitmen, 3 tahapan hidup manusia, kritik Kierkegaard terhadap Hegel, dan juga pemikiran mengenai media sosial. Tetapi, menurut penulis ada hal yang masih kurang mengenai tahapan kehidupan manusia. Masalahnya tidak semua orang mau berkembang ataupun dapat berkembang.Â
Orang yang akhirnya bunuh diri karena pasrah dan tidak mau berjuang lagi dan akhirnya memutuskan untuk mengakhiri hidupnya menurut penulis dapat dibuat menjadi suatu kategori baru. Bahkan orang-orang yang tidak mau berkembang atau hidup begitu-begitu saja bisa menjadi kategori ini yang penulis sebut tahapan budak.Â
Sama seperti budak yang tidak dapat melakukan hal apa-apa lagi di dalam hidupnya selain menuruti majikannya. Tentu budak tersebut masih bisa melakukan 3 tahapan kehidupan di dalam hatinya, tetapi dia sudah tidak berkuasa atas dirinya sendiri (fisik dan bisa saja mental) berarti dia sudah tidak menjadi seorang individu yang bertanggung jawab atas dirinya sendiri.
    Penulis membagi tahapan ini menjadi 2 bagian:
1. Â Â Â Desperate Life (Kehidupan putus asa): siapapun sebenarnya bisa masuk ke dalam tahapan ini jika sudah putus asa dengan kehidupannya dengan alasan apapun. Akhirnya orang tersebut hanya menjalani kehidupannya seperti itu saja dan tidak memiliki komitmen dan hanya pasrah terhadap keadaan seperti seorang budak.
2. Â Â Â Freedom in Death (Kebebasan dalam kematian): hal ini bukanlah hal yang baik untuk dilakukan yaitu bunuh diri. Tetapi tidak sedikit orang yang putus asa dan akhirnya ingin bunuh diri. Bahkan budak pun bisa melakukan hal ini. Pada kondisi seperti ini bisa dikatakan kondisi di mana budak tersebut mempunyai kontrol terhadap kehidupannya untuk mengakhiri kehidupannya sendiri meskipun tidak selalu semua budak dapat melakukan hal ini.Â
Di lain hal orang bisa juga diambil nyawanya dan mendapatkan kebebasan karena sudah mati meskipun tentu tidak akan bebas di akhirat. Salah satu contohnya adalah Aesop, di beberapa cerita ia mati karena bunuh diri karena tidak diizinkan pulang tetapi, ada juga yang mengatakan bahwa dia dihukum mati karena mencuri. Orang tersebut tidak mempunyai kontrol atas kematian dan mungkin saja mempunya kontrol atas kematiannya tetapi ketika ia sudah mati ia mempunya kontrol sepenuhnya terhadap dirinya sendiri.
Dengan demikian kita sudah mengetahui bahwa setiap orang mempunyai tahapan-tahapannya sendiri dalam kehidupannya yang harus dilalui agar bisa menjadi dirinya sendiri. Jika dia memang mau menjadi seorang religius ia pasti akan menjadi seorang religius atas tuntunan Tuhan. Tetapi ada orang yang semasa hidupnya tetap dalam satu tahapan terus sampai akhir hidupnya yang bisa membuat hidupnya tidak memiliki arti.