Katakanlah karakter anak-anak, dibentuk berdasarkan nilai-nilai idealisme, moralitas, estetika, dari interaksi dengan realitas di kehidupan nyata. Perbedaan memahami makna realitas ini dapat menjadi masalah pembentukan jati diri anak-anak Indonesia.Â
Bila nilai-nilai positif  didunia maya dimanfaatkan secara bijak, mungkin saja pembentukan karakter anak Indonesia justru menjadi lebih baik. Tapi tidak ada jaminan KPI mampu mencegah dampak buruk media dunia maya.
Kedua, lautan sampah informasi palsu media dunia maya, disebut hoaks, dalam gengaman masyarakat Indonesia sehari-hari, menjadi persoalan bagi rakyat yang kesadaran berpikirnya masih primitif, khusunya bagi anak-anak yang sedang berproses pematangan. Â
Sampah informasi palsu tidak dapat dihindari karena konskwensi dari perkembangan teknologi media digital dalam budaya global tanpa batas. Akibat dari kedua persoalan ini akan menjadikan karakter rakyat Indonesia menjadi buruk tak karuan, nilai-nilai idealsimenya, moralitasnya, dan etikanya jadi tak jelas.Â
Masyarakat negara maju, katakan seperti Eropa, melewati peradaban dari zaman primitif hingga era teknologi digital secara mulus berkesinambungan. Kesadaran berpikirnya sudah sampai pada taraf mampu memaknai setiap realita dunia maya, sehingga Pemeintah tidak perlu ikut campur tangan.Â
Sementara di Indonesia, pengusaan dan penerapan teknologi media informasi melompat-lompat dalam kesenjangan peradaban. Tingkat kesadaran berpikir rakyat Indonesia bervariasi dalam spektrum lebar, dimana pola kesadaran berpikir primitif zaman batu masih ada -mungkin lebih banyak- hingga berkebudayaan modern.Â
Tingginya rating konten kualitas rendah dan murahan di televisi membuktikannya. Sebagian kecil Masyarakat yang berkesadaran berpikir maju kini telah tersedia salurannya.Â
Dalam kesenjangan peradaban yang demikian, golongan kepentingan tertentu, katakanlah radikalisme agama dan politik identitas SARA, kampanye gaya hidup konsumerisme oleh kepentingan bisnis kapitalis, pencitraan kharisma tokoh politik populer, akan mudah memanipulasi pikiran dan kesadaran masyarakat Indonesia.Â
Bila kesadaran berpikir masyarakat Indonesia telah maju, maka sesungguhnya lembaga KPI sudah tidak diperlukan lagi. Konten murahan di televisi dengan sendirinya mati oleh hukum pasar, digantikan muatan berkualitas. Masyarakat sendiri yang membentengi dirinya dari dampak buruk media dunia maya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H