Mohon tunggu...
Samsul Bahri Sembiring
Samsul Bahri Sembiring Mohon Tunggu... Buruh - apa adanya

Dari Perbulan-Karo, besar di Medan, tinggal di Pekanbaru. Ayah dua putri| IPB | twitter @SBSembiring | WA 081361585019 | sbkembaren@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Bukan KPI, Kesadaran Berpikir Primitiflah Akar Masalahnya

15 Agustus 2019   06:00 Diperbarui: 15 Agustus 2019   06:02 477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: KOMPAS.Com/GESIT ARIYANTO

Katakanlah karakter anak-anak, dibentuk berdasarkan nilai-nilai idealisme, moralitas, estetika, dari interaksi dengan realitas di kehidupan nyata. Perbedaan memahami makna realitas ini dapat menjadi masalah pembentukan jati diri anak-anak Indonesia. 

Bila nilai-nilai positif  didunia maya dimanfaatkan secara bijak, mungkin saja pembentukan karakter anak Indonesia justru menjadi lebih baik. Tapi tidak ada jaminan KPI mampu mencegah dampak buruk media dunia maya.

Kedua, lautan sampah informasi palsu media dunia maya, disebut hoaks, dalam gengaman masyarakat Indonesia sehari-hari, menjadi persoalan bagi rakyat yang kesadaran berpikirnya masih primitif, khusunya bagi anak-anak yang sedang berproses pematangan.  

Sampah informasi palsu tidak dapat dihindari karena konskwensi dari perkembangan teknologi media digital dalam budaya global tanpa batas. Akibat dari kedua persoalan ini akan menjadikan karakter rakyat Indonesia menjadi buruk tak karuan, nilai-nilai idealsimenya, moralitasnya, dan etikanya jadi tak jelas. 

Masyarakat negara maju, katakan seperti Eropa, melewati peradaban dari zaman primitif hingga era teknologi digital secara mulus berkesinambungan. Kesadaran berpikirnya sudah sampai pada taraf mampu memaknai setiap realita dunia maya, sehingga Pemeintah tidak perlu ikut campur tangan. 

Sementara di Indonesia, pengusaan dan penerapan teknologi media informasi melompat-lompat dalam kesenjangan peradaban. Tingkat kesadaran berpikir rakyat Indonesia bervariasi dalam spektrum lebar, dimana pola kesadaran berpikir primitif zaman batu masih ada -mungkin lebih banyak- hingga berkebudayaan modern. 

Tingginya rating konten kualitas rendah dan murahan di televisi membuktikannya. Sebagian kecil Masyarakat yang berkesadaran berpikir maju kini telah tersedia salurannya. 

Dalam kesenjangan peradaban yang demikian, golongan kepentingan tertentu, katakanlah radikalisme agama dan politik identitas SARA, kampanye gaya hidup konsumerisme oleh kepentingan bisnis kapitalis, pencitraan kharisma tokoh politik populer, akan mudah memanipulasi pikiran dan kesadaran masyarakat Indonesia. 

Bila kesadaran berpikir masyarakat Indonesia telah maju, maka sesungguhnya lembaga KPI sudah tidak diperlukan lagi. Konten murahan di televisi dengan sendirinya mati oleh hukum pasar, digantikan muatan berkualitas. Masyarakat sendiri yang membentengi dirinya dari dampak buruk media dunia maya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun