Persoalan ini sangat komplek dan terkait juga dengan seluruh kebijakan kementerian/lembaga yang  diluar kewenangan seorang Gubernur. Hanya perubahan arah angin yang akan  menyelesaikan masalah polusi udara ini, tapi hanya untuk sementara. Â
Politik akal sehat memahami persoalan ini sebagai bagian dari persoalan nasional, bukan hanya Gubernur, tapi Presiden juga harus bertanggung jawab. Â Mengkambing hitamkan seluruhnya pada Anies Baswedan tidaklah elok. Tetapi Anies Baswedan tetap harus dituntut menyelesaikannya, sebatas kemampuannya sebagai Gubernur.
Terkait persoalan kedua, Anies Baswedan sebagi tokoh kandidat calon presiden pada Pilpres 2024. Sah-sah saja kritik terhadapnya menangani polusi udara Jakarta sebagai batu ujian perbandingan kemampuannya. Tetapi tetap dalam ruang keterbatasan sebagai Gubernur.
Kembali ke narasi media sosial, Netizen cenderung mempolarisasi masalah polusi udara Jakarta, termasuk persampahan, menjadi hitam-putih Anies Baswedan.Â
Bagi penantangnya, tidak ada hal baik yang dilakukan Anies Baswedan sebagai Gubernur, sebaliknya pendukungya selalu membela apapun yang diperbuat atau tidak diperbuat beliau.Â
Membunuh karakter Anies Baswedan dengan  pencitraan buruk sebagai Gubernur, hanya untuk menjegalnya maju pada Pilpres 2024, tidak memiliki efek politis mengatasi persoalan polusi udara dan sampah di Jakarta.
Sesengit apapun pertarungan narasi itu, karena tidak realistis, tidak akan merobah sesuatu ke perbaikan kota Jakarta. Ya, sekedar pelampiasan hasrat mencaci tokoh-tokoh, Â bolehlah. Â Atau adu narasi untuk hiburan di media sosial.
Menurut saya, politik seperti ini tidak akan pernah mencapai tujuannya mengatasi suatu persoalan yang dihadapi warga Jakarta. Politik akal sehat dari kekuatan warga sipil yang mampu menggentarkan menjatuhkan Gubernur, melalui tekanan DPRD, itulah yang dapat menyehatkan udara Jakarta.