Mohon tunggu...
Samsul Bahri Sembiring
Samsul Bahri Sembiring Mohon Tunggu... Buruh - apa adanya

Dari Perbulan-Karo, besar di Medan, tinggal di Pekanbaru. Ayah dua putri| IPB | twitter @SBSembiring | WA 081361585019 | sbkembaren@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Udara Sehat dan Politik Akal Sehat

5 Agustus 2019   06:00 Diperbarui: 5 Agustus 2019   06:02 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: KOMPAS.com/KRISTIANTO PURNOMO

Mengatasi polusi udara Jakarta yang terburuk di dunia, mempolitisir  Anies Baswedan sebagai Gubernur DKI Jakarta sekaligus dicampur proyeksi kandidat calon presiden Pilpres 2024. 

DKI Jakarta berada di urutan kedua sebagai kota dengan kualitas udara tidak sehat di dunia pada Minggu (4/8/2019) berdasarkan informasi dari situs resmi www.airvisual.com. Kompas.com (4/8/2019).

Saya yang bukan ahli pencemaran udara, menduga penyebab memburuknya kualitas udara Jakarta karena jumlah kendaraan, industri, debu jalanan, rumah tangga, pembakaran sampah, berkombinasi dengan cuaca dan pola sirkulasi angin.  

Guburnur DKI Jakarta Anies Baswedan berupaya mengatasi persoalan ini dengan menginstruksikan perluasan ganjil genap, pembatasan usia kendaraan umum dan khusus, hingga pembangunan 25 ruas trotoar di jalan protokol dan arteri. Apakah mampu?

Saya tidak akan membahas teknis penyebab, akibat, dan cara mengatasi persoalan pencemaran udara di Jakarta, karena ahlinyalah berkompeten menguraikannya. 

Hal yang menarik perhatian saya adalah memandang persoalan polusi udara ini dari sudut politik. Penomena ini telah mencampurkan dua eksistensi Anies Baswedan. 

Pertama, sebagai Gubernur DKI Jakarta.  Segala kritik, kecaman, dan tuntutan agar Anies Baswedan segera mengatasi persoalan pencemaran udara DKI Jakarta adalah bagian dari tuntutan politik untuk memenuhi kebutuhan rakyat menghirup udara sehat dari pemimpin yang telah dipercayai sebagai Gubernur. 

Dalam batasan ini, tuntutan tersebut adalah esensi tujuan berdemokrasi, yaitu agar Gubernur memiliki efek gentar bila tidak mampu memenuhi harapan rakyat.  Apakah Anies Baswedan gentar bila tidak sanggup mengatasi polusi udara ini?

Kedua, bila kita cermati narasi-narasi yang berseliuran di media sosial, kritik dan kecaman kepada Anies Baswedan, dan juga pembelaan terhadapnya, lebih kental dilatar belakangi oleh sosok beliau yang diproyeksikan sebagai simbol tokoh kandidat calon presiden pada Pilpres 2024. 

Hal ini diperkuat, bersamaan dengan  masalah buruknya pengelolaan persampahan di Jakarta yang dibanding-bandingkan dengan Walikota Surabaya Tri Rismaharini.

Terkait persoalan pertama, menurut keyakinan saya, Anies Baswedan atau siapapun dan apapun yang dilakukan Gubernur DKI, apalagi kalau hanya dengan instruksi Gubernur tersebut,  tidak akan mampu mengatasi persoalan pencemaran udara di Jakarta. 

Persoalan ini sangat komplek dan terkait juga dengan seluruh kebijakan kementerian/lembaga yang  diluar kewenangan seorang Gubernur. Hanya perubahan arah angin yang akan  menyelesaikan masalah polusi udara ini, tapi hanya untuk sementara.  

Politik akal sehat memahami persoalan ini sebagai bagian dari persoalan nasional, bukan hanya Gubernur, tapi Presiden juga harus bertanggung jawab.  Mengkambing hitamkan seluruhnya pada Anies Baswedan tidaklah elok. Tetapi Anies Baswedan tetap harus dituntut menyelesaikannya, sebatas kemampuannya sebagai Gubernur.

Terkait persoalan kedua, Anies Baswedan sebagi tokoh kandidat calon presiden pada Pilpres 2024. Sah-sah saja kritik terhadapnya menangani polusi udara Jakarta sebagai batu ujian perbandingan kemampuannya. Tetapi tetap dalam ruang keterbatasan sebagai Gubernur.

Kembali ke narasi media sosial, Netizen cenderung mempolarisasi masalah polusi udara Jakarta, termasuk persampahan, menjadi hitam-putih Anies Baswedan. 

Bagi penantangnya, tidak ada hal baik yang dilakukan Anies Baswedan sebagai Gubernur, sebaliknya pendukungya selalu membela apapun yang diperbuat atau tidak diperbuat beliau. 

Membunuh karakter Anies Baswedan dengan  pencitraan buruk sebagai Gubernur, hanya untuk menjegalnya maju pada Pilpres 2024, tidak memiliki efek politis mengatasi persoalan polusi udara dan sampah di Jakarta.

Sesengit apapun pertarungan narasi itu, karena tidak realistis, tidak akan merobah sesuatu ke perbaikan kota Jakarta. Ya, sekedar pelampiasan hasrat mencaci tokoh-tokoh,  bolehlah.  Atau adu narasi untuk hiburan di media sosial.

Menurut saya, politik seperti ini tidak akan pernah mencapai tujuannya mengatasi suatu persoalan yang dihadapi warga Jakarta. Politik akal sehat dari kekuatan warga sipil yang mampu menggentarkan menjatuhkan Gubernur, melalui tekanan DPRD, itulah yang dapat menyehatkan udara Jakarta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun