Mohon tunggu...
Subagyo
Subagyo Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Pekerja hukum dan sosial; http://masbagio.blogspot.com http://ilmubagi.blogspot.com http://sastrobagio.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Harga Tanah di Negeri Primitif

3 September 2016   20:31 Diperbarui: 3 September 2016   20:40 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Menurut MK, ketentuan tersebut tidak menjamin makna prinsip demokrasi ekonomi sebagaimana diatur dalam Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 guna mencegah  timbulnya praktik yang kuat memakan yang lemah. Menurut MK, seharusnya harga migas dalam negeri ditetapkan oleh Pemerintah dengan memperhatikan kepentingan golongan masyarakat tertentu dan mempertimbangkan mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar. Oleh karena itu Pasal 28 ayat (2) dan (3) UU Migas tersebut dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945.

Nah, putusan MK tersebut berkaitan dengan migas yang notabene secara teknologi masih dapat digantikan dengan barang lainnya. Misalnya masih ada tenaga surya yang dapat dikembangkan. Tetapi saat ini migas dipandang sebagai sumber daya alam yang merupakan hajat hidup orang banyak. Apalagi tentang tanah sebagai tempat hidup manusia, yang merupakan sumber daya alam yang menjadi hajat hidup semua manusia? Mengapa harga tanah dibiarkan mengikuti irama pasar bebas yang dikendalikan oleh segelintir orang yang menguasai hajat hidup semua orang?

Sudah waktunya pemerintah untuk segera membuat kebijakan konstitusional bahwa harga tanah harus ditentukan oleh pemerintah dan tidak mengikuti harga pasar. Lalu bagaimana cara menentukannya? Apakah tanah-tanah di desa sama harganya dengan tanah-tanah di kota?

Iya. Yang membuat perbedaan harga tanah di kota dan di desa terutama adalah mekanisme pasar. Faktor kuantitas permintaan (demand) dan tingkat strategisitas letaknya serta persesuaian dengan peruntukannya akan menentukan harganya. Tapi dengan suatu peraturan pemerintah maka pemerintah harus menentukan zona-zona harga yang dapat diakses oleh seluruh masyarakat. Ini akan menjadi sebuah semi-revolusi agraria. Harus juga ada kebijakan pemberian tanah untuk pembangunan rumah kepada rakyat miskin.

Revolusi agraria yang sesungguhnya adalah membagi-bagikan tanah kepada rakyat secara gratis. Kerajaan Qin di masa Raja Xiao di abad ke-4 SM, atas saran ahli hukum Wei Yang (Shang Yang) melakukan revolusi agraria dengan membagi-bagikan tanah milik para tuan tanah kepada rakyat petani, sehingga bidang pertanian tumbuh pesat. Begitu pula Kaisar Liu Heng dari Dinasti Han di abad ke-2 SM juga menerapkan kebijakan membagi-bagikan tanah milik para tuan tanah kepada para petani demi kesejahteraan rakyat yang bertumpu pada pertanian dan perdagangan.

Jika di jaman China kuno dilakukan kebijakan yang bernafaskan sosialisme oleh raja dan kaisar yang otoriter, lalu mengapa di jaman demokrasi modern ini justru keadaannya seperti di jaman China kuno sebelum revolusi agraria, di mana tanah-tanah di negara Indonesia ini dikuasai oleh segelintir tuan tanah?

Bahkan kini laut pun juga mau diserahkan investor asing, seperti yang ditawarkan oleh Menko Bidang Kemaritiman, Luhut B. Pandjaitan, kepada para pengusaha dari negeri China (Antaranews.com, 3/9/2016). Apa-apaan ini? Lah memang rakyat nelayan Indonesia ini dianggap kumpulan ikan lumba-lumba?

Semua juga tahu bahwa hukum pasar bebas adalah hukum rimba. Siapa yang kuat, itulah yang menang. Hukum rimba ini hukum primitif. Para pendiri negara telah menyediakan perangkat penyangga peradaban negara agar negara ini menjadi negara beradab di muka bumi dengan Pancasila dan UUD 1945. Tapi sayangnya para pengurus negara ini lebih memilih menjadikan negara ini menjadi negara primitif dengan menerapkan hukum rimba itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun