Mohon tunggu...
Sayyidati Hajar
Sayyidati Hajar Mohon Tunggu... Penulis - Perempuan Timor

Perempuan Timor | Traveller Kampung | Teater | Short Story | Short Movie | Suka Budaya NTT | pos-el: sayyidati.hajar@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Berguru "Tulus" dari Kehidupan Masyarakat Pasar Kie

4 Januari 2019   17:50 Diperbarui: 7 Januari 2019   14:10 1059
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jalanan di waktu pagi | Dokumentasi pribadi

Suasana di pasar Kie | Dokumentasi pribadi
Suasana di pasar Kie | Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Pagi mulai beranjak. Para pedagang mulai datang ke pasar. Sayur, sirih pinang, kue, tembakau, dan aneka barang dangangan lain mulai berjejer. Satu demi satu pembeli mulai datang. Kita dapat menyaksikan keramahan warga desa di pasar. Mereka saling menyapa, bersalaman, bercerita, sampai makan sirih sebelum berjualan.

Beberapa pedagang mulai berjualan | Dokumentasi pribadi
Beberapa pedagang mulai berjualan | Dokumentasi pribadi
Seperti pagi itu seorang kakek tiba lebih dulu, mengambil tempat tepat di samping tempat jualan bapak dan mulai membuka dagangannya. Ternyata ia menjual tembakau. Ya, masyarakat masih memegang teguh tradisi makan sirih pinang dan menyelipkan segumpal tembakau kering di antara gigi dan bibir. 

Tak lama kemudian seorang pembeli datang, mereka bersalam-salaman sebelum membeli tembakau. Tak ada kesan terpaksa di sana. Semua tergambar tulus dari sorot mata dan senyum merah merekah di bibir mereka.

Kakek penjual tembakau | Dokumentasi pribadi
Kakek penjual tembakau | Dokumentasi pribadi
Begitu pula ketika seorang ibu menggelar dagangannya di atas pari-pari bambu. Seorang pemuda datang kemudian, mereka saling bertukar sirih pinang dan saling bertanya kabar sebelum pemuda itu membeli sayur dagangannya. 

Begitulah, pasar menjadi tempat bertukar cerita. Hampir tak ada orang yang datang dan pergi tanpa berbagi  cerita atau sekadar tersenyum ramah saat melintas. Terpancar semangat persaudaraan yang kental di antara senyum dan sirih pinang yang silih bertukar dari satu tempat sirih ke tempat sirih yang lain. 

Saya menyepi sejenak setelah puas mengabadikan banyak gambar sambil menyerap energi positif orang-orang ini. Tentu tak adil saya membandingkan aktivitas masyarakat Kie dengan hiruk-pikuk di kota. Tentu semua berbeda ruang juga berbeda kebutuhan. Saya hanya menyerap energi tulus yang dipraktikan dengan gamblang di depan mata. Setidaknya saya bisa berguru pada cara mereka bersyukur. Mereka tahu bagaimana menikmati hidup dengan mensyukuri apapun yang diberikan Tuhan.

Falas, 4 Januari 2019
Salam,
Sayyidati Hajar  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun