Mohon tunggu...
Sayyidah Azzahra Nurhidayati
Sayyidah Azzahra Nurhidayati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka

-

Selanjutnya

Tutup

Politik

Hubungan antar China-Taiwan kian Memanas yang Berdampak hingga Sekarang

14 November 2022   12:45 Diperbarui: 14 November 2022   12:51 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

China dan Taiwan dinilai telah mengalami konflik yang cukup berkepanjangan, dimulai dengan runtuhnya pemerintahan Republik China, di daratan China (1912-1949).

Dimulai dengan perang saudara antara Republik Nasionalis Tiongkok dan Partai Komunis Tiongkok dan berakhir dengan pertempuran militer besar-besaran.

Akibatnya Partai Komunis Tiongkok menguasai Tiongkok daratan, sementara Republik Tiongkok (Taiwan) menguasai beberapa pulau, yang sekarang dikenal sebagai Taiwan.

Taiwan telah menjadi negara bagian China sejak awal abad ke-7. Hingga pada tahun 1895, Taiwan diserahkan kepada Jepang setelah Tiongkok mengalami kekalahan dalam Perang Tiongkok-Jepang.

Dikutip dari Pusat Strategi dan International Studies, ketika Dinasti Qing yang memimpin Tiongkok jatuh pada tahun 1911, Tiongkok akhirnya mengalami gejolak politik.

Saat itu, dua kelompok politik militer dengan ideologi yang berlawanan sedang bersaing memperebutkan masa depan China. Keduanya berasal dari Partai Nasionalis Tiongkok (PNT) dan Partai Komunis Tiongkok (PKT) yang terjadi pada 1945-1949.

Konflik ini berawal dari penyebab kekalahan yang terjadi di Partai Nasionalis yang membuat partai ini membentuk dan membuat negara sendiri untuk melepaskan diri dari bagian Cina.

PNT membayangkan China sebagai republik konstitusional untuk mengikuti model pemerintahan barat, sedangkan PKT, yang dibentuk pada tahun 1921, mencari revolusi komunis.

Keduanya memutuskan untuk bekerja sama melawan pendudukan Jepang selama periode 1930.

Hingga akhirnya pada 1 Desember 1943, Jepang yang mulai mengalami kekalahan pada Perang Dunia II, kepala negara China, AS, dan Inggris menandatangani "Deklarasi Kairo".

Deklarasi tersebut mengatakan "Semua wilayah yang telah direbut Jepang dari China seperti Manchuria, Taiwan, dan Kepulauan Penghu akan dikembalikan ke China." Pada akhirnya, setelah Jepang menyerah kepada sekutu pada tahun 1945, Taiwan dikembalikan ke tangan China.

Konflik China-Taiwan telah menjadi salah satu isu yang paling mengkhawatirkan masyarakat internasional, terutama pada negara-negara Asia Timur.

China dan Taiwan selalu berkonflik satu sama lain. Keduanya menjadi perbincangan hangat, lagi-lagi karena China mengeluarkan kebijakan satu.

Selain itu, konflik keduanya yang semakin terlihat memanas saat kunjungan Ketua DPR Amerika Serikat (AS), Nancy Pelosi ke Taiwan.

Konflik China-Taiwan bisa saja terjadi secara terbuka, ketika China yang mengklaim Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya menggunakan kekuatan militer untuk merebut kembali wilayah pulau itu.

Sejak tahun 1949 ketika pemimpin komunis, Mao Zedong, mengalahkan pemimpin PNT, Chiang Kai-Shek, yang mendeklarasikan berdirinya Republik Rakyat Cina (RRC) di Beijing pada tahun 1949 dan pembentukan Pemerintah Taiwan.

Pada tahun 1950, Taiwan menjadi bagian dari sekutu AS yang berperang melawan Komunis China di Korea. AS juga mengerahkan armadanya di Selat Taiwan untuk melindungi sekutunya dari kemungkinan serangan China daratan.

Dalam perkembangan selanjutnya, selain politik AS yang memandang Tiongkok sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB, AS juga telah menjalin hubungan diplomatik dengan Tiongkok, namun tetap berkomitmen untuk membantu pertahanan Taiwan.

Periode ini dapat terjadi karena AS berpendapat bahwa kemungkinan konfrontasi militer langsung antara China dan Taiwan tetap ada (Monte R. Bullard, 2004: 156).

Adanya hal tersebut, untuk mencegah AS mengambil keputusan dalam meningkatkan hubungannya dengan China.

Keputusan itu dilakukan dengan langkah-langkah, yaitu menarik armada ketujuh dari Taiwan pada 1969, untuk mengurangi pembatasan perdagangan dan perjalanan yang memungkinkan China masuk ke dalam PBB.

Dalam kesepakatan antara AS dan China mengenai kebijakan AS di masa depan dalam menangani konflik antara China dan Taiwan, disebut "Nixon Five Points".

Kini, Presiden China Xi Jinping dikabarkan memerintahkan militer negaranya untuk mengambil langkah lebih agresif, yakni blokade untuk merebut pulau itu secara paksa.

Namun, setelah kunjungan Nancy Pelosi, militer China menembakkan rudal di atas Taipei untuk pertama kalinya, menerbangkan gelombang drone di atas pulau-pulau di lepas pantai Taiwan, berlayar dengan kapal perang melintasi garis tengah selat Taiwan dan mengepung pulau yang memiliki pemerintahan sendiri itu.

Jadi, militer Taiwan menyebut kejadian ini sebagai praktik blokade. Dengan menegakkan blokade akan memberi Beijing pengaruh untuk membawa Taiwan ke meja perundingan selama konflik berlangsung.

Tetapi rakyat Taiwan pun yang bosan dengan ancaman Beijing selama beberapa dekade, tampaknya tidak berpengaruh dan para pemimpin militer mengkhawatirkan keadaan ini.

Meskipun China mungkin selangkah lebih dekat untuk dapat mengklaim Taiwan secara sepihak, sebagian besar para petinggi tidak percaya pada perang yang akan segera terjadi. Xi sendiri akan menyadari risiko tindakannya.

Dalam perkembangannya, hubungan China-Taiwan mengalami pasang surut dan akan mengalami ketegangan. Sehari setelah kunjungan Nancy Pelosi, China mengerahkan sejumlah pesawat dan menembakkan rudal secara langsung di dekat Taiwan dalam sebuah latihan militer.

Di sisi lain, Taiwan, dalam upaya mempertahankan kedaulatannya, mengerahkan jet untuk memperingatkan 22 pesawat tempur China yang melintasi garis tengah Selat Taiwan ke zona pertahanan udaranya.

Nah yang mengkhawatirkan masyarakat internasional saat ini adalah, konflik antara China dan Taiwan yang dibayangi oleh kekuatan militer China yang lebih siap dan kuat untuk menyerang Taiwan, atau setidaknya melakukan blokade total yang dapat mengisolasi pelabuhan dan bandara utama Taiwan. . .

Kemudian pada tahun 1981, kebijakan reunifikasi China telah konsisten dengan sungguh-sungguh sejak diperkenalkannya beberapa poin untuk berdamai.

Ini dikenal sebagai Inisiatif Beijing, yaitu mengakhirinya dari Bangsa Tiongkok dengan menyerukan Partai Komunis dan Partai Nasionalis kembali bekerja sama lagi untuk penyatuan kembali Bangsa Tiongkok.

Hubungan China-Taiwan ini juga dapat berdampak pada perekonomian dunia, khususnya bagi Indonesia. Efek negatif yang muncul, karena China dan AS merupakan mitra dagang utama Indonesia.

Sementara Taiwan merupakan salah satu produsen utama semikonduktor di dunia, sehingga posisinya menjadi strategis dalam pusaran konflik.

Saat ini pemerintah harus melakukan upaya ekstra dalam mengurangi bahan baku impor dari luar negeri. Selain itu, dapat diatasi dari berbagai sisi dengan mengupayakan kebijakan eksternal yang kontradiktif melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Oleh karena itu, bahkan upaya China untuk menyatukan kembali Taiwan dapat dilihat dari perkembangan dalam kegiatan ekonomi antara China dan Taiwan khususnya di Selat Taiwan. Ini merupakan salah satu upaya diplomasi yang dilakukan China terhadap Taiwan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun