Mohon tunggu...
Hening Sekar Utami
Hening Sekar Utami Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Paint, read, journal, repeat.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Haruskah Kita Mendukung Aktivis Lingkungan yang Melempar Sup pada Karya Seni?

10 Maret 2024   01:09 Diperbarui: 10 Maret 2024   01:19 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosiolog dari University of Maryland, Amerika Serikat, Dana R. Fisher, melihat fenomena itu sebagai pergeseran menuju pembangkangan sipil (civil disobedience). Aksi seperti ini diperlukan untuk memberi tekanan-tekanan kepada sistem ekonomi politik yang sedang berjalan, agar terjadi perubahan melalui kebijakan yang betul-betul solutif. Para aktivis juga menjalankan protes semacam itu untuk menggaet perhatian publik dan memobilisasi lebih banyak orang untuk menyuarakan tuntutan yang sama.

Sementara itu, Founder of Project InsideOut, Psikolog Renee Lertzman, menilai, aksi eco-vandalism cukup efektif. Hal ini bisa dilihat dari seberapa besar aksi tersebut berdampak pada pergeseran isu lingkungan menjadi perbincangan hangat di tengah publik. "The fact that we're still talking about this is evidence enough that it is doing something," komentar Renee.

Namun apakah aksi protes tersebut menuai respon positif dari khalayak ramai, terutama di media sosial? Nyatanya, respon publik tidak begitu bagus. Sebagian besar komentar warganet di media sosial berpendapat bahwa aksi seperti itu cenderung destruktif dan malah memberi pengaruh buruk terhadap citra aktivis lingkungan. Sebagian warganet juga berpendapat, aktivis lingkungan tidak akan mencapai resolusi apa-apa dengan melakukan vandalisme terhadap karya seni bersejarah.

Di antara beberapa komentar di video-video Youtube yang menampilkan aksi Phoebe Plummer, ada pula beberapa warganet yang menyesalkan mengapa aksi tersebut dilakukan kepada karya Vincent van Gogh. Pelukis itu seumur hidupnya tidak pernah menikmati hasil dari ketenarannya sendiri, dan ratusan tahun setelah kematiannya, malah ada aktivis lingkungan yang melempar karyanya dengan sup tomat!

Aksi protes yang mengacaukan display lukisan bersejarah ini memang mengundang kontroversi dan pengecaman, tidak hanya bagi sebagian publik tetapi juga para pengelola museum seni. Namun, tampaknya itulah inti dari aksi ini.

Eco-vandalism berupaya mengangkat isu lingkungan, dalam hal ini perubahan iklim yang diakibatkan eksploitasi minyak bumi, sebab itu adalah hal yang dirasa penting dan krusial. Mengapa orang-orang harus membicarakan perubahan iklim? Sebab, sejak 50 tahun lebih penelitian berjalan, tidak banyak resolusi yang berhasil membuat indikator perubahan iklim menurun.

Rata-rata anomali temperatur secara global masih kian meningkat hingga awal 2024, sebesar 1,15C, dilihat dari data ourworldindata.org. Dari sumber yang sama, dapat dilihat pula grafik emisi karbondioksida (CO) dari minyak dan batu bara cenderung meningkat, dengan Amerika Serikat, China dan Eropa, menjadi penyumbang terbesar emisi.

Sementara itu, eksplorasi dan produksi bahan bakar minyak masih terus meningkat. Grafik produksi minyak bumi secara global naik dari tahun 2020 - 2022. Bahkan, di tahun 2022, angkanya mencapai sekitar 93.848.000 barel per hari, hampir menyamai angka tertinggi di tahun 2019 yang mencapai 94.972.000 barel per hari.

Fakta ini menjadikan resolusi perubahan iklim menjadi wacana yang penting dan mendesak. Aksi-aksi eco-vandalism terjadi karena cara protes lain yang sudah dilakukan tidak berhasil mendorong pemimpin dunia menjalankan langkah yang konsisten. Para aktivis terus mendobrak batasan dan diperkirakan akan mencoba cara-cara protes lain yang lebih ekstrim untuk menarik perhatian.

Perlu diingat, bahwa aktivisme merupakan aksi kolektif. Perubahan iklim tidak dapat dicegah hanya dengan bergantung pada tindakan segelintir orang; lebih kompleks ketimbang keputusan individu untuk berangkat kerja dengan bersepeda atau membawa tas belanja sendiri ke supermarket. Kebijakan yang konsisten dan tegas dari pemimpin dunia sangat dibutuhkan dalam hal ini.

Dan apa hubungannya perubahan iklim dengan karya seni? Karya seni memiliki tempat tersendiri di tengah masyarakat, ia diberi nilai luhur sebagai produk peradaban dan kebudayaan manusia. Jika dilihat secara objektif, lukisan Vincent van Gogh mungkin hanya selembar kanvas dan cat. Namun, publik memberinya nilai lebih atas estetika dan historisitasnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun