Keterbatasan Negara untuk hadir secara maksimal dalam penanggulangan Covid-19 adalah separuh ruang gelas kosong yang semestinya diisi oleh segenap masyarakat sipil, termasuk NU dan Muhammadiyah.
Ini peluang bagi warga NU dan Muhammadiyah untuk membuktikan bahwa mereka bukanlah sekadar entitas berkuantitas banyak, lebih dari itu menjadikan keunggulan kuantitas itu menjadi keunggulan kualitas.
Mari sudahi perdebatan teologis tak produktif di sekitar Covid-19. Umat Islam, khususnya warga NU dan Muhammadiyah tidak boleh menjadi kelompok yang gagap dengan sains tetapi mencari pembenaran dari doktrin agama.
Mari buktikan kualitas ikhtiar maksimal kita dalam upaya mengendalikan penularan corona. Â Apakah bisa? Tentu sangat bisa. Tinggal, apakah warga NU dan Muhammadiyah mau mengindahkan maklumat dari struktur tertingginya di PBNU atau PP Muhammadiyah, atau mungkin MUI dan Kementerian Agama yang juga memberikan himbauan yang sama.
Kalau warga NU dan Muhammadiyah bisa mewujudkan gerakan #stayathome selama sebulan puasa, kita bisa optimis perkembangan virus ini akan lebih terkendali saat lebaran dan setelahnya.
Inilah surat terbuka saya untuk saudaraku, warga NU dan Muhammadiyah. Pilihannya hanya dua, apakah kita menjadi bagian yang terlibat aktif menghambat potensi penyebaran, atau justru secara tidak langsung turut memperluas penularan virus corona karena sikap masa bodoh dengan himbauan pemerintah dan ormas Islam.
Tetapi kalau panjenengan semua mau menjawab tantangan tugas kemanusiaan nan mulia dus bernilai ibadah pula, inilah saatnya kita menaklukkan virus corona di Bulan Ramadhan 1441 H. []
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H