Meskipun dilanda kekalutan dan kebingungan atas semua hal aneh yang menimpanya, Madison pun mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi guna melindungi dirinya sendiri.
Namun justru usaha tersebut hanya membuatnya tenggelam semakin dalam pada misteri yang malah semakin melekatkan dirinya dengan si pembunuh.
Orang tersebut mengenalkan dirinya sebagai Gabriel. Dan Gabriel bilang, ia tidak akan pernah pergi dari dirinya.
Alur Cerita yang Random dan Aneh tapi Menyenangkan
“Hmm oke. Hah? Sebentar-sebentar, gimana? Woah! Haha mantap.”
Kalimat di atas adalah secuit reaksi yang saya lontarkan sepanjang film yang yah cukup membuat saya bertanya-tanya, “saya sebenarnya sedang menonton film apa?”
Hal tersebut bukannya tanpa alasan. Sebab, pendekatan yang disajikan Malignant memang berubah-ubah, walaupun melaju dengan pasti hingga akhir cerita.
Awalnya, kita dihadapkan dengan sekelumit template horor ala Insidious dan Conjuring yang sanggup membuat bulu kuduk meremang oleh kengeriannya.
Lantas entah bagaimana, genre Malignant mendadak berubah dari sekedar horor menjadi full-thriller di mana para karakter dihadapkan dengan nuansa psikopat Gabriel ala series Hannibal Lecter dan Saw.
Dan jauh lebih edannya lagi, genre film kembali berubah menjadi full-action dibabak terakhir film dengan laga yang brutal dan sadis ala Deadpool.
Situasi semacam ini mungkin terbilang baru apabila Anda sering menonton horor.
Pasalnya, daripada mencoba konsisten dengan treatment film horor pada umumnya, kita justru diberi situasi acak yang bukannya tidak terbaca ritmenya, tetapi lebih karena memang tidak biasa saja.
Kita dituntun untuk melupakan setiap sensasi yang telah kita rasakan dari satu babak ke babak selanjutnya.