Sebelumnya saya ingin mengucapkan terima kasih terlebih dahulu pada Squid Game yang mana, gara-gara serial tersebut saya mendadak jadi merasa bosan dengan dunia 2D (komik dan anime) dan langsung berburu film-film berbau manusia. Hehe.
Maklum, kutu loncat gemini macam saya memang tipe orang yang semuanya diembat tergantung mood. Bosan dengan yang satu, tinggal cari yang lain. Kebetulan, saya termasuk kaum penganut teori, "You must not limit yourself.”
Maka dari semua perburuan film tersebut, saya bertemu dengan salah satu film paling mind blowing dan ter-out of the box dari semua serial bertema sama yang pernah saya tonton.
Inilah film Pig. Sebuah film yang digadang-gadang menjadi salah satu film terbaik tahun 2021 sekaligus come back ter-apiknya Nicholas Cage sebagai aktor senior yang pesonanya mulai memudar beberapa tahun terakhir.
Film yang diarahkan oleh sutradara debutan Michael Sarnoski ini pun rupanya meraih respon positif baik dari pecinta movies, termasuk para kritikus film.
Pig pun meraih skor sebesar 96% versi tomatometer dari rottentomatoes.com serta 7/10 poin dari situs imdb.com sejak artikel ini dipublikasikan.
Sinopsis
Diceritakan seorang pria ansos bernama Robin Feld (Cage) mengisolasi diri dengan hidup sendirian di hutan wilayah Portland, negara bagian Oregon.
Ia hanya ditemani oleh seekor babi yang ia latih sendiri untuk berburu jamur truffle, salah satu jamur langka dan mahal yang selalu dihidangkan oleh restoran-restoran mewah.
Sehari-hari, Rob memasok jamur tersebut pada Amir (Alex Wolff), seorang supplier yang mau-maunya mengunjungi Rob ke dalam hutan sambil membawa pasokan makanan dan kebutuhan sehari-hari.
Awalnya kehidupan Rob bersama babinya berlangsung damai hingga suatu ketika, sekawanan pencuri mendatanginya dan menculik babinya.
Demi melihat rekan satu-satunya diculik, Rob pun memutuskan untuk mencari keberadaannya. Tidak peduli apapun. Bahkan walaupun ia harus meninggalkan hutan menuju Portland, kota yang menyimpan “cerita” hidupnya.
Di sinilah, petualangan Rob yang penuh dedikasi mencari cinta babinya dimulai.
Memakai Tagline John Wick agar Plotnya Tidak Terbaca dan Bikin Penasaran
Premis cerita Pig adalah dalang utama mengapa film ini dikatakan mirip dengan franchise John Wick (2014-2019). Sama-sama bergenre thriller, Pig juga menyajikan situasi di mana seorang pria memutuskan untuk mencari dan balas dendam terhadap penculik hewan kesayangan mereka.
Bedanya, pemicu utama John Wick adalah anjingnya, sementara Pig ya sesuai judulnya, yaitu babi.
Mungkin terlihat sama. Namun percayalah bahwa alur keduanya benar-benar berbeda.
Seolah-olah Pig terasa bagai plot twist dan anti-tesis untuk serial John Wick yang berdarah-darah karena harus baku hantam secara brutal dan sadis dengan para musuhnya.
Dengan tanpa meniadakan sensasi menegangkan ala film thriller pada umumnya, bisa dibilang bahwa Pig mungkin versi yang lebih ramah, sopan, dan kalem dibanding film bertema balas dendam yang lain.
Konsepnya terkesan aneh. Rasanya balas dendam terhadap penjahat karena seekor anjing yang diculik jauh lebih masuk akal dan enak didengar ketimbang hanya seekor babi. Saya pun awalnya sedikit apatis dan berkomentar, “Ah. Apa sih ini?”
Akan tetapi seiring berjalannya waktu, saya justru dengan anehnya “tenggelam” dengan performa film yang digambarkan dengan sangat baik oleh sinematografi maupun akting para pemain.
Selain itu, daripada menyebut alurnya menyenangkan, saya lebih suka menyebutnya sebagai alur yang tidak terbaca. Mungkin karena saya hobi menonton film, saya terbiasa untuk menebak-nebak plot cerita dan merasa senang jika tebakan saya benar.
Termasuk di film ini. Ketika saya menebak, “Oh sepertinya bakal begini.” Rupanya tidak begitu. Kita berekspektasi “alurnya kemana” tetapi film ini “kemana juga.”
Situasi ini membuat saya berpikir bahwa Michael Sarnoski tampaknya sengaja “memarketingkan” film ini dengan gimmick mirip John Wick agar ia dapat memutarbalikkan fakta cerita yang ternyata 180° berbeda dari film yang dibintangi Mas ganteng Keanu Reeves tersebut.
Pig seolah-olah sedang merekonstruksi kebiasaan lama film-film bertema revenge dengan mencoba menyatakan bahwa, “Balas dendam itu tidak harus dengan pertumpahan darah.”
Alih-alih, cara Rob balas dendam dilakukan hanya berdasarkan ekspresi dan kata-kata. Membuat plotnya terasa sangat elegan tanpa perlu bersusah-payah dengan usaha-usaha yang lebay layaknya film-film serupa.
Ini hanya pendapat saya pribadi tetapi bagi saya, film ini banyak memiliki poin-poin yang menarik, unik, dan membuat Anda mungkin enggan berbalik setelah Anda mulai menontonnya.
Akting Nicholas Cage yang Luar Biasa serta Chemistry-nya dengan Alex Wolff yang Prima
"I want my pig back." --Robin Feld
Andaikata Nicholas Cage dinominasikan atau bahkan terpilih sebagai aktor terbaik tahun 2021 di penghargaan Oscar, saya dengan senang hati setuju.
Sebab, saya merasa film ini enggak bakalan jadi kalau bukan karena akting luar biasa dari Cage. Pig boleh jadi merupakan performa akting terbaik Cage sepanjang karirnya.
Cage dengan efisien mampu mengekspresikan karakter seorang pria ansos penyendiri seperti Rob yang hanya hidup dengan babinya secara dramatis namun pas dan kokoh.
Bintang Spider-Man: Into the Spider-Verse (2018) tersebut sukses menggambarkan karakter Rob yang pendiam dan hanya bicara melalui mimik muka dan gestur tubuh. Akan tetapi sekali bicara, Cage berhasil membawakan dialognya dengan solid, penuh emosi dan menusuk hati.
Ia bahkan dengan akurat membuat Rob menjelma sebagai pria yang mampu menyelesaikan konflik hanya dengan kata-kata atau sikap sederhana yang bukan hanya tegas dan kuat tetapi juga sentimental dengan takaran yang tidak berlebihan.
Rasanya tidak sulit bagi Cage untuk meraih simpati penonton bahkan sejak babak pertama film dimulai.
Selain itu, chemistry yang ia bangun bersama Alex Wolff yang berperan sebagai Amir, teman seperjalanannya dalam petualangan ini pun patut dipuji.
Wolff yang telah menunjukkan performa aktingnya melalui series Jumanji dan Hereditary (2018) tampil memukau untuk perannya sebagai Amir, seorang "lelaki kota" dengan gaya yang necis dan mahal serta ceplas-ceplos bicara.
Penokohannya yang berbanding terbalik dengan Rob yang pendiam membuat film ini terasa “hidup” dan lebih manusiawi.
Kombinasi keduanya dengan sukses membuat nuansa emosi dan sudut pandang di film ini berlimpah dan menggugah penonton.
Meskipun Begitu, Pig bukanlah Tontonan untuk Semua Orang
Sepanjang menulis review ini, saya sebenarnya berusaha keras untuk tidak spoiler. Hehe
Sebab, Pig tampaknya akan lebih baik dan memuaskan apabila semakin sedikit informasi cerita yang Anda ketahui. Saya pun berharap Anda tidak menonton teaser Pig terlebih dahulu karena sayangnya, terlalu banyak mengumbar spoiler yang klip-klipnya dapat dengan mudah dirangkai dan diartikan.
Selain itu, Pig jelas bukan tontonan bagi kaum-kaum tidak sabaran seperti Anda. Alur di film ini meski dibangun dengan kisah yang otentik, nyatanya film berjalan cukup lambat dan implisit.
Jelas bukan tontonan yang pas apabila Anda lebih suka film yang to the point atau fast-pace layaknya film aksi, horor, atau thriller yang penuh teror.
Namun apabila Anda tipe yang penyabar dan senang menikmati “seni” dari sebuah film seperti saya, Pig adalah film berkelas yang wajib masuk dalam list tontonan Anda.
Oleh karena itu, saya memberi rating 8/10 untuk Pig. Oh iya, Anda pun dapat menontonnya secara legal melalui platform Klikfilm.
Yuk nonton sekarang!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H