Sebagai seorang penikmat manga dan anime, rasanya belum afdol apabila Tokyo Revengers belum saya bahas. Apalagi mengingat manga dan anime ini masih sedang hype di Indonesia, bahkan menjadi salah satu subpoin pemicu persengketaan yang terjadi di Kompasiana. Hehe
Sebenarnya sudah banyak sekali orang-orang yang membahas Tokyo Revengers dan rata-rata, mereka mengatakan hal yang sama. Asyik dan seru.
Jika Anda penggemar genre shounen-action macam Naruto, One Piece, atau Jujutsu Kaisen, saya yakin bahwa kemungkinan besar Anda akan mencintai komik ini.
Namun apakah komik Tokyo Revengers sesempurna itu sampai-sampai komik dan animenya masih hype hingga sekarang? Berikut ulasan jujur saya dengan sedikit spoiler sekitar 30%.
Tokyo Revengers (TR) merupakan komik karya Ken Wakui yang diterbitkan melalui majalah mingguan Shounen sejak Maret 2017 dan masih berlangsung hingga sekarang. Berkat tema dan alur ceritanya yang unik, komik Tokyo Revengers berhasil keluar sebagai pemenang komik terbaik kategori Shounen pada Kodansha Manga Award ke-44 tahun 2020.
Selain itu, komik ini juga mendapatkan skor 8.74 poin di MyAnimeList.net.
Sinopsis
Takemichi Hanagaki, protagonis kita, adalah seorang pria biasa berumur 26 tahun yang menganggap hidupnya buruk. Ada banyak kesialan yang terjadi dan Takemichi bertanya-tanya kenapa dia bisa mengalami hidup yang buruk seperti itu.
Ia juga suka rendah diri dan menganggap dirinya pengecut, tetapi Takemichi belum memiliki tekad yang besar untuk berubah.
Suatu hari, ia melihat berita bahwa kekasih masa lalunya, Hinata Tachibana, terbunuh bersama adiknya dalam sebuah festival yang melibatkan Geng Tokyo Manji. Sebuah geng berandalan yang ditakuti di Tokyo.
Takemichi jelas tidak dapat melakukan apapun selain mengenang Hinata dan menjalani kehidupannya sendiri dengan pesimis.
Hingga suatu ketika, saat ia tengah menunggu kereta bawah tanah sepulang bekerja, mendadak Takemichi jatuh dari peron tepat saat kereta datang.
Takemichi berpikir dia akan mati. Akan tetapi saat ia membuka mata, Takemichi sadar bahwa ia malah melompati waktu karena ia kembali ke 12 tahun yang lalu. Saat ia masih SMP dan menjalin hubungan dengan Hinata.
Situasinya membingungkan, tetapi Takemichi akhirnya bertekad untuk melindungi dirinya dan Hinata dari takdir buruk. Caranya? Dengan menjadi pemimpin geng Tokyo Manji. Di sinilah petualangan Takemichi dimulai.
Kesan Pertama Saya
Daripada menyebut TR debut dengan premis yang menyegarkan, saya pribadi lebih suka menyebutnya unik. Kenapa? Sebab konsep time leap yang ditawarkan Wakui sensei sebenarnya bukanlah hal yang baru. Ada banyak komik, drama, dan film yang memakainya.
Sebut saja Avenger’s Endgame (2019) yang mungkin paling terkenal dan familiar bagi Anda. Sementara untuk komik dan anime, ada Erased, Steins Gate, Re:Zero, Future Diary, dan sebagainya.
Tentu saja semuanya memiliki tujuan, model, dan aturan yang berbeda sehingga konsep time leap itu sendiri sebenarnya sudah unik sejak awal. Selain itu, tema seputar geng anak remaja pun juga bukan hal yang baru.
Well, mungkin dapat dianggap baru di genre shounen tetapi tidak untuk semesta hiburan. Saya sendiri langsung berpikir bahwa TR adalah kombinasi antara Crows Zero (2007) + (Erased X Steins Gate) + Naruto. Hehe
Saya berpikir TR banyak mengambil elemen-elemen yang ada pada karya-karya tersebut. Seolah-olah terlihat mencomot sisi kenakalan remaja Crows Zero, sisi bijak dan penuh tekad Naruto, serta tujuan time leap Erased dan Steins Gate, yaitu menyelamatkan orang yang mereka cintai.
Kombinasi ini pun membuat kisahnya jadi jauh lebih kompleks dan menarik untuk disimak.
Sementara untuk visual gambarnya, menurut saya juga biasa. Akan tetapi saya ingin memberi apresiasi pada Wakui sensei atas usahanya dalam mengatur penampilan setiap karakter agar lebih spesial. Seperti model rambut, pakaian dan simbol, serta aksesoris-aksesoris semua karakter yang tampak berbeda-beda.
Saya berpikir membuat setiap karakter agar tampak berbeda dengan yang lain saja sudah susah, apalagi hingga aksesoris-aksesoris yang mereka kenakan. Oleh karena itu, kreativitas Wakui sensei di sini patut untuk dipuji.
Alur yang Berisiko demi Menggairahkan Rasa Penasaran Pembaca
Saya pikir semua orang sepakat bahwa alur yang disajikan Wakui sensei ini menyenangkan. Takemichi terlihat hobi bolak-balik waktu karena apapun kejadian yang berhasil ia selesaikan di masa lalu, hanya akan memberinya polemik baru di masa depan yang telah berubah.
Wakui sensei tampak senang memainkan perasaan pembaca dengan menghadirkan alur yang seperti labirin, susah ditebak, lantas menghadiahkan twist yang tak terduga di penghujung chapter.
Wakui sensei pun tahu di mana ia harus melanjutkan atau menghentikan plot supaya mengobrak-abrik rasa penasaran Anda, termasuk menyebarkan petunjuk dan twist.
Walaupun seiring berjalannya waktu pola ini terbaca, tetapi Wakui sensei menjaga kisahnya dengan baik sehingga tetap menarik untuk diikuti.
Saya sendiri menyebutnya strategi akar pohon karena Takemichi selalu diberi masalah secara beruntun dan bercabang. Seolah-olah masalah apapun yang diselesaikan Takemichi sia-sia karena ujung-ujungnya, ia hanya membuat situasi jadi lebih buruk.
Strategi yang cerdas namun bukan berarti baik
Jika Anda tipe orang yang membaca komik untuk bersenang-senang atau baru mengenal dunia manga, maka komik TR sesuai dengan Anda.
Akan tetapi jika Anda tipe pembaca yang detail oriented atau telah lama malang melintang di dunia komik, strategi akar pohon bisa jadi bumerang untuk Wakui sensei. Positif dan negatif sekaligus.
Meskipun Wakui sensei berusaha keras untuk menjaga plot, tetapi ia tampak kerepotan menjaga tendensi pembaca agar tidak bosan. Sedikit tidak konsisten.
Ada beberapa detail kecil yang terlupakan di samping misteri utama lompatan waktu Takemichi yang memang belum terjelaskan dengan sempurna bagaimana hal tersebut bisa terjadi.
Salah satunya detail tersebut adalah inkonsistensi aturan dalam time leap itu sendiri. Di awal, Naoto bilang bahwa kapanpun Takemichi dewasa kembali ke masa lalu, tubuh dewasanya akan ‘tertidur’ sampai jiwa Takemichi kembali.
Akan tetapi ketika Takemichi berhasil mengubah masa lalu dan masa depan, aturan ini jadi tidak berlaku karena tahu-tahu, Takemichi dewasa kembali bukan ketika tubuhnya dalam mode tidur, tetapi sedang beraktivitas.
Tidak ada penjelasan lebih lanjut tentang ini sehingga aturan tersebut jadi sia-sia. Kalau begitu, untuk apa disampaikan?
Mungkin ini salah satu kelemahan terbesar para kreator. Saking banyaknya ide yang ingin mereka sampaikan, kadang-kadang mereka terlupa dengan informasi-informasi yang telah terlebih dahulu dijelaskan sehingga menyisakan ruang plot-hole.
Penokohan yang Dibangun dengan Baik
Sejujurnya, perkembangan karakter Takemichi seiring berjalannya waktu dapat dikatakan baik. Ia yang awalnya selalu pesimis perlahan berubah menjadi seseorang yang penuh tekad hingga mampu mempengaruhi orang-orang di sekitarnya.
Walaupun sampai akhir ia digambarkan sebagai remaja cengeng dan lemah, tetapi hal tersebut justru mengokohkan karakter Takemichi sendiri.
Perkembangan karakter lain pun juga begitu. Draken dan Mickey malah tampil sebagai idola baru para otaku saat ini.
Saya merasa Wakui sensei mengeksekusi bagian sifat para karakter ini dengan cukup baik kecuali satu hal, kenapa Wakui sensei tidak membuat Takemichi berlatih beladiri?
Takemichi selalu dikelilingi oleh para preman yang gahar dan hampir selalu berada di situasi genting untuk diselamatkan oleh teman-temannya yang lain. Nah, kenapa Takemichi tidak mencoba belajar bertarung pada teman-temannya? Minimal latihan fisik untuk kabur atau bertahan?
Saya tahu bahwa Wakui sensei mungkin bermaksud agar semua karakter jadi berguna. Tetapi ya gak gitu juga. Banyak kok komik dengan protagonis zero to hero yang tidak mengorbankan andil karakter pendukung. Attack on Titan contohnya. Saya jadi merasa kalau Wakui sensei cari aman, sih.
Takemichi memang tidak digambarkan sebagai yang terkuat, tetapi lebih seperti motivator dan pemicu semangat untuk anggota gengnya. Sejujurnya, menurut saya itu hal yang bagus.
Namun di beberapa titik, saya pribadi merasa lelah dengan perkembangan karakter Takemichi yang justru terhenti. Sebab daripada membuat karakter Takemichi berkembang lebih jauh, Wakui sensei lebih peduli untuk menyelesaikan misteri hubungan Takemichi dengan teman-temannya dalam lompatan waktu.
Moral Value yang Relate dengan Kehidupan Kita
Saya cukup sedih dengan kenyataan bahwa orang-orang melupakan salah satu hal paling fundamental yang ditekankan oleh komik ini, yaitu pesan moralnya.
Orang-orang hanya berfokus pada seni tarung-bertarung dan alur cerita sehingga melupakan fakta bahwa nilai moral yang ingin ditekankan oleh Wakui sensei merupakan pondasi dasar mengapa alur cerita Tokyo Revengers terbangun baik.
Sejak awal cerita, Takemichi dewasa adalah seseorang yang sangat rendah diri. Sifatnya yang pengecut ini ia dapatkan dari kenangan masa lalunya yang pahit, yaitu menjadi korban bullying.
Alih-alih berpikir bahwa ia adalah korban, Takemichi justru selalu dihujani rasa bersalah yang besar dan mengasihani dirinya sendiri.
Pertanyaan-pertanyaan semacam “Kenapa ia tidak melawan” dan “Harusnya ia tidak pernah pergi ke sana jadi ia tidak perlu bertemu orang-orang itu” selalu memenuhi benaknya.
Hal ini pun berpengaruh besar pada cara Takemichi menjalani hidup. Inner child-nya yang buruk tanpa sadar selalu mempengaruhinya kapanpun ia mengambil keputusan. Ujung-ujungnya, Takemichi selalu gagal untuk berubah.
Situasi inilah sebenarnya yang melatarbelakangi penokohan Takemichi yang solid serta alasan sebenarnya mengapa Takemichi berusaha keras menyelamatkan Hinata. Bukan karena ia benar-benar ingin menyelamatkan Hinata, tetapi karena ia ingin mengubah dirinya sendiri.
Takemichi ingin mencari alasan bahwa ia yang pengecut dan cengeng pantas untuk hidup. Pantas untuk memiliki kehidupan normal seperti orang-orang pada umumnya.
Itulah alasan mengapa ketika Takemichi kembali ke masa lalu, ia memiliki tekad yang besar untuk menyelamatkan orang-orang sebanyak mungkin karena bercermin dari hidupnya sendiri. Ia tidak ingin teman-temannya memiliki hidup yang buruk seperti dirinya yang dewasa.
Jika Anda sebagai pembaca melupakan hal fundamental seperti ini, wajar sekiranya Anda berpikir jika sifat Takemichi yang keterlaluan lebih memedulikan orang lain dibanding dirinya sendiri itu nonsense. Akan tetapi, sebenarnya cukup mudah dipahami.
Walaupun saya pribadi terkadang juga merasa lelah dan gemas sendiri. Namun karena alasannya cukup logis, saya dapat menerimanya.
Selamanya perilaku bullying tidak dapat diterima. Dari sini kita belajar bahwa trauma bullying dapat menimbulkan efek psikis yang lama bahkan hingga dewasa. Dalam beberapa kasus, bahkan dapat mengakibatkan kematian.
Pertanyaan lain yang Mengganggu Benak Saya (spoiler alert!)
Ketika Takemichi dewasa ke masa lalu, jiwa Takemichi kecil bagaimana? Apa dia sadar dengan hal yang terjadi ketika jiwa Takemichi dewasa berada di tubuhnya? Apa dia tidak merasa aneh dengan segala hal yang terjadi di sekitarnya dan melanjutkan hidup begitu saja?
Sebab dikatakan dalam rentang waktu yang diubah Takemichi dewasa, diceritakan Takemichi kecil pun melanjutkan hidup.
Nah, dalam rentang hidup itu, apa Takemichi yang kecil tidak dapat kejelasan apapun? Apa dia tidak merasa aneh atau terganggu dengan bagaimana segalanya berjalan?
Beberapa karakter yang mengetahui kemampuan Takemichi mungkin bisa mengerti perbedaan sikap Takemichi dewasa dengan yang kecil.
Hinata pun, sebelum ia mengetahui perubahan Takemichi, bilang bahwa Takemichi jadi aneh. Kadang ia bersikap dewasa kadang juga seperti anak kecil. Jika Hinata sendiri berpikir begitu, bagaimana dengan Takemichi yang kecil?
Selain itu, sebenarnya agak tidak masuk akal ketika persoalan geng anak SMP sudah sepelik itu. Saya mengerti jika kisahnya tentang anak SMA, namun bukankah anak SMP masih dalam pengawasan orang tua?
Apalagi Jepang yang terkenal dengan aturan tata kramanya. Apa pendapat orang tua mereka ketika anak dibawah umur pulang ke rumah dengan wajah babak belur akibat pertarungan antar geng?
Beberapa karakter mungkin dapat terjelaskan, tetapi yang lain? Bahkan keluarga Takemichi kecil pun juga sama sekali tidak dijelaskan.
Walaupun sebenarnya, masalah umur bukanlah hal yang fundamental di dunia manga dan anime, saya pribadi cukup terganggu dengan itu. Jika anak SMA, polemiknya masih bisa dimaafkan. Namun SMP? No.
Ribet, bukan? Namun itulah yang terjadi apabila seorang kreator memutuskan untuk mengambil alur yang rumit. Jika tidak berhati-hati, ia bisa mengundang kritik pembaca yang banyak.
Kesimpulan
Overall, saya tidak berbohong bahwa TR benar-benar menyenangkan untuk dibaca. Meskipun kisahnya tidak sempurna, tetapi TR benar-benar berpotensi dan layak untuk mendapatkan prediket komik shounen terbaik 2020 oleh Kodansha.
Saya pribadi sebenarnya sudah mengikuti TR bahkan sebelum TR hype di Indonesia. Hanya berhenti sebentar di masa-masa sidang skripsi, lantas saat kembali mengikutinya saya tetap merasa senang karena fakta bahwa Wakui sensei mengembangkan plot ceritanya dengan baik.
Soundtrack animenya pun sangat enak. Kalian harus menontonnya!
Oleh karena itu, saya pribadi memberikan nilai 8/10 untuk Tokyo Revenger.
Sekian review dari saya, semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H