Seperti diketahui, semua hakim mahkamah konstitusi saat ini menempati apartemen yang di sediakan oleh Negara di Kemayoran. Mereka adalah Anwar Usman, Maria Farida Indrati, Patrialis Akbar, Wahiduddin Adam, Aswanto, I Dewa Gede Palguna dan Manahan MP Sitompul.
Penampilan hedon dan perlente seorang pejabat atau politisi memang bisa dianggap sebagai akar korupsi. Bahkan, perilaku tersebut masuk dalam kategori korupsi nonkonvensional. Hal ini pernah diungkapkan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud Md.
“Hedonis dan sok parlente itu akar dari korupsi. Bahkan menurut teori sudah korupsi, meski kategorinya korupsi nonkonvesional,” kata Mahfud saat masih menjabat sebagai ketua MK kepada detikcom, Jumat (12/11/2011).
Menurut Mahfud, korupsi itu ada dua, yakni konvensional dan nonkonvensional. Korupsi konvensional adalah konsep hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain dengan cara melawan hukum atau merugikan keuangan negara.
“Jadi korupsi konvensional adalah pencurian kekayaan negara berdasar hukum,” terangnya.
Sedangkan korupsi nonkovensional secara hukum tidak korupsi namun watak dan perilakunya korup. Guru besar UII ini memberi contoh, perilaku korup seperti hedonis, sok parlente, sok berkuasa, senang dipuja-puji dan senang dikawal dengan sirine agar terlihat besar.
“Juga senang kalau orang lain sulit menemui dirinya. Itu dalam teori disebut korupsi nonkonvesional,” sambungnya.
Apakah korupsi nonkonvensional bisa dimaafkan? Bagi Mahfud, justru hal tersebut harus dihindari. Sebab orang yang suka korupsi nonkonvensional akan melakukan korupsi konvensional jika ada kesempatan.
“Mereka ini suka mencari-cari peluang untuk korupsi asal yakin tak ketahuan,” tegasnya. http://health.detik.com/read/2011/11/12/063917/1765917/10/
Mengulang kembali pertanyaan diatas, seperti inikah harapan penegakan hukum bagi negeri ini harus bertumpu kepada sosok Hedonis dan jelas-jelas telah menyalahgunakan kekuasaannya untuk kepentingan pribadi serta menggunakan uang negara ?