Mohon tunggu...
Saut Hasidungan
Saut Hasidungan Mohon Tunggu... lainnya -

Cuma jongos Kristus Yesus yang sering gelisah melihat fenomena yang ada, khususnya fenomena yang terjadi di gereja Tuhan, misalkan isu pengajaran, generasi dan lain sebagainya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hip Hop Vs Gereja (Hilangnya Pemuridan di Dalam Gereja)

1 Februari 2019   11:08 Diperbarui: 1 Februari 2019   11:31 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Beberapa hari ini saya membaca mengenai sejarah Hip Hop. Ternyata Hip Hop itu lebih dari sekedar genre musik loh. Hip Hop adalah sebuah BUDAYA dan MOVEMENT sedangkan genre musik di dalam Hip Hop adalah RAP.

Hip Hop awal kemunculannya dimulai dari sebuah daerah di Amerika Serikat yang bernama Bronx, yaitu sebuah daerah kumuh yang krisis dan rawan kejahatan sekitar tahun 1970-an. Kondisi yang krisis (narkoba, moralitas, kriminalitas, dll) di wilayah tersebut justru menghasilkan Hip Hop yang kemudian menjadi budaya dan movement.

Dalam tulisan ini tidak akan dibahas secara panjang dan lebar serta detail mengenai sejarah Hip Hop, melainkan hanya memfokuskan satu hal menarik yang dipelajari oleh penulis mengenai Hip Hop, bahwa Hip Hop pada mulanya adalah sebuah CULTURE (Budaya) yang positif.

Mengapa dikatakan positif? Karena lambat laun, budaya Hip-Hop ini tidak hanya menjadi budaya saja, melainkan sebuah gerakan kesadaran. Semakin banyak aktivis hip-hop bermunculan dari berbagai elemen, baik itu rapper, beatboxer, DJ, breakdancer, dan juga para penikmat lainnya. Tetapi, tetap saja di Amerika, masih ada keributan antara ras atau kelompok tertentu.

Hal ini pula yang mendorong para aktivis hip-hop itu membentuk sebuah deklarasi yang kelak menjadi salah satu "kitab suci" bagi para pelaku hip-hop sekarang. Deklarasi yang ditandatangani oleh aktivis hip-hop dan disaksikan oleh delegasi PBB serta UNESCO ini dinamakan "Hip-Hop Declaration Of Peace".

Deklarasi ini memiliki 18 poin, dan dari poin-poin tersebut, penulis akan mengambil poin-poin terpenting (yang penulis ringkas):

1. Hip-Hop merupakan media ekspresi, dan bisa lakukan dengan cara menjadi rapper/MC, bisa dengan breakdance, bisa dengan menjadi seorang DJ atau beatboxer, dan bisa juga dengan menyumbangkan karya-karya lainnya, seperti tulisan untuk pengetahuan, pakaian/fashion, dan kewiraswastaan yagn berhubungan dengan jalanan (Poin 1).

2. Hip-Hop itu menghargai harkat dan martabat manusia, tanpa diskriminasi, atau pada intinya harus melindungi perkembangan hidup manusia, seperti menghargai hukum atau adat-istiadat yang berlaku, menghargai institusi, serta menjauhi kekerasan (Poin 2, 3, 12, 13).

3. Hip-Hop itu menghargai alam dimana kita tinggal ini, yaitu Bumi kita sendiri (Poin 14, 15).

4. Hip-Hop itu harusnya juga memiliki pesan untuk mengenal diri sendiri serta memberikan pendidikan yang baik, dan juga mengajarkan tentang rasa hormat (Poin 5 dan 17).

5. Tidak boleh ada satupun yang bisa menyatakan dirinya sebagai "pionir" atau "legenda" hip-hop selain dia sudah memberikan kontribusi dan memberikan kredibilitas. (Poin 16).

6. Hip-Hop itu tidak melihat dari warna kulit, suku, negara, agama, pekerjaan, budaya ataupun bahasa. Karena, hip-hop itu merupakan sebuah kultur yang mengajarkan kesadaran secara kolektif (Poin 10 dan 11).

Pada awal tahun 1980-an, penggiat bisnis hiburan mulai melihat potensi Hip Hop sebagai sebuah produk yang dapat menghasilkan uang. Disinilah mulai terjadi yang namanya bisnis dan Hip Hop mengalami perubahan wajah menjadi sebuah industri yang diharapkan menjadi menjadi mesin penghasil uang oleh pelaku usaha industri musik kala itu.

Hip Hop yang awal mulanya sebuah CULTURE berubah menjadi Bisnis. Hip Hop yang awal mulanya sebuah MOVEMENT di sistematiskan oleh mereka yang cinta uang menjadi sebuah INDUSTRI.

Jika Hip Hop sebagai sebuah Culture dan Movement orientasinya adalah kebebasan di dalam menjadi diri sendiri dan menjadi sarana untuk mengekspresikan diri mereka berubah drastis ketika Bisnis dan Industri mendominasi Hip Hop menjadi terpenjara oleh aturan Industri dan tujuannya hanyalah UANG.

Akhir tahun 1980-an, memasuki awal tahun 1990-an, Hip Hop akhirnya mengalami keredupan dalam dunia Bisnis dan Industri Musik. Hip Hop yang sempat menjadi "anak emas" dalam Industri dan Bisnis Musik, seperti kehilangan "nyawa". Kondisi inilah yang oleh pelaku Bisnis dan Industri Musik kala itu menyatakan bahwa Hip Hop "punah" atau "mati", padahal sebenarnya TIDAK.

Hip Hop sebagai Bisnis dan Industri kala itu memang dapat dikatakan mati, namun Hip Hop sebagai sebuah Culture dan Movement, kegiatannya masig ada dan terus bergerak bahkan hingga saat ini.

Apa yang dialami oleh Hip Hop sebenarnya sama seperti DISCIPLESHIP di dalam Gereja Tuhan sekarang ini. Discipleship yang awalnya diajarkan oleh Tuhan Yesus sebagai sebuah CULTURE dan MOVEMENT dalam pelayanan Gereja Tuhan sekarang ini terkesan "punah" dan seakan-akan bukan sesuatu yang "trend" bahkan sepertinya bukan sebuah kebutuhan untuk dilakukan oleh Gereja Tuhan sekarang ini.

Mengapa hal tersebut terjadi? Maafkan jika penulis salah dalam menanggapi fenomena ini dan tidak ada sama sekali maksud penulis untuk menyerang Gereja Tuhan.

Penulis melihat realita sekarang ini yang terjadi di dalam Gereja Tuhan, ada kesan bahwa Gereja melihat Discipleship sebagai sesuatu yang usang karena Discipleship bukanlah sebuah produk yang dapat "dibisniskan" dan lebih daripada itu Discipleship tidak memberikan hasil seperti yang diinginkan oleh Gereja yaitu kuantitas jemaat yang banyak. 

Hasil yang diinginkan Gereja adalah melesatnya kuantitas jemaat mereka dan keinginan ini sama dengan pelaku Bisnis yang mengindustrisasikan Hip Hop demi uang.

Jumlah jemaat yang banyak dan kalau bisa terus bertambah, membuat Gereja lebih tertarik kepada event yang dilabeli rohani menjadi event rohani dibumbui dengan aktivitas entertaintment di dalam koor pelayanan mereka.

Kita bisa saksikan fenomena ini dalam kurun waktu dua dasawarsa, dimana Gereja berlomba-lomba memfokuskan arah pelayanan mereka kepada sarana dan prasarana demi kenyamanan jemaatnya, misalkan alat musik yang terbaik, sistem suara yang paling bagus, lampu panggung yang mewah, dan sebagainya. Ironisnya Gereja dengan kapital menengah dan kecil pun mengikuti gelombang ini dan menganggap hal tersebut sebagai hal primer dalam pelayanan Gereja Tuhan. 

Sikap "melacurkan" diri kepada hal-hal yang bukan essensi dilakukan oleh Gereja, sehingga Gereja terjebak dalam sikap "membisniskan" pelayanan di dalam dunia rohani.

Fenomena yang hampir sama dengan Hip Hop, demikian juga Discipleship. Sesungguhnya Discipleship seperti Hip Hop, terkesan "mati" atau "punah" namun sesungguhnya tidak. Discipleship sebagai "bisnis" memang ditinggalkan oleh Gereja Tuhan.

Discipleship "mati" atau "punah" bagi Gereja yang kompromi dengan "melacurkan" dirinya kepada sikap mem-"bisnis"-kan pelayanan. Itulah mengapa penulis menulis tema ini, karena kerinduan penulis adalah membangunkan Gereja untuk segera sadar dan kembali kepada koor pelayanan kita yang utama yaitu Discipleship. 

Discipleship adalah CULTURE di dalam Gereja dan merupakan MOVEMENT . Sebagai CULTURE, berarti DISCIPLESHIP dapat dilakukan oleh Gereja manapun bukan hanya milik Gereja dengan Kapital Besar.

Sebagai MOVEMENT berarti DISCIPLESHIP dapat dikerjakan oleh siapa pun, bukan hanya aktivis Gereja atau pelayan Gereja atau mereka yang sekolah Alkitab. Mari kita kembalikan essensi dari DISCIPLESHIP bukan sebagai Bisnis dan bukan juga Industrialisasi, melainkan CULTURE dan MOVEMENT Gereja Tuhan.

Jika ini menjadi koor pelayanan kita, maka Gereja Tuhan tidak akan kehilangan GENERASI sebab kita bergerak berdasarkan detak pelayanan Tuhan Yesus sendiri.

Salam Pergerakan.

(Saut Hasidungan Purba, seseorang yang rindu munculnya gelombang pemuridan di akhir zaman).

email sauthasidunganpurba@gmail.com dan IG @saut_purba12

ministry: (WA: 081211866806)

Follow my community IG @light.salts

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun