6. Hip-Hop itu tidak melihat dari warna kulit, suku, negara, agama, pekerjaan, budaya ataupun bahasa. Karena, hip-hop itu merupakan sebuah kultur yang mengajarkan kesadaran secara kolektif (Poin 10 dan 11).
Pada awal tahun 1980-an, penggiat bisnis hiburan mulai melihat potensi Hip Hop sebagai sebuah produk yang dapat menghasilkan uang. Disinilah mulai terjadi yang namanya bisnis dan Hip Hop mengalami perubahan wajah menjadi sebuah industri yang diharapkan menjadi menjadi mesin penghasil uang oleh pelaku usaha industri musik kala itu.
Hip Hop yang awal mulanya sebuah CULTURE berubah menjadi Bisnis. Hip Hop yang awal mulanya sebuah MOVEMENT di sistematiskan oleh mereka yang cinta uang menjadi sebuah INDUSTRI.
Jika Hip Hop sebagai sebuah Culture dan Movement orientasinya adalah kebebasan di dalam menjadi diri sendiri dan menjadi sarana untuk mengekspresikan diri mereka berubah drastis ketika Bisnis dan Industri mendominasi Hip Hop menjadi terpenjara oleh aturan Industri dan tujuannya hanyalah UANG.
Akhir tahun 1980-an, memasuki awal tahun 1990-an, Hip Hop akhirnya mengalami keredupan dalam dunia Bisnis dan Industri Musik. Hip Hop yang sempat menjadi "anak emas" dalam Industri dan Bisnis Musik, seperti kehilangan "nyawa". Kondisi inilah yang oleh pelaku Bisnis dan Industri Musik kala itu menyatakan bahwa Hip Hop "punah" atau "mati", padahal sebenarnya TIDAK.
Hip Hop sebagai Bisnis dan Industri kala itu memang dapat dikatakan mati, namun Hip Hop sebagai sebuah Culture dan Movement, kegiatannya masig ada dan terus bergerak bahkan hingga saat ini.
Apa yang dialami oleh Hip Hop sebenarnya sama seperti DISCIPLESHIP di dalam Gereja Tuhan sekarang ini. Discipleship yang awalnya diajarkan oleh Tuhan Yesus sebagai sebuah CULTURE dan MOVEMENT dalam pelayanan Gereja Tuhan sekarang ini terkesan "punah" dan seakan-akan bukan sesuatu yang "trend" bahkan sepertinya bukan sebuah kebutuhan untuk dilakukan oleh Gereja Tuhan sekarang ini.
Mengapa hal tersebut terjadi? Maafkan jika penulis salah dalam menanggapi fenomena ini dan tidak ada sama sekali maksud penulis untuk menyerang Gereja Tuhan.
Penulis melihat realita sekarang ini yang terjadi di dalam Gereja Tuhan, ada kesan bahwa Gereja melihat Discipleship sebagai sesuatu yang usang karena Discipleship bukanlah sebuah produk yang dapat "dibisniskan" dan lebih daripada itu Discipleship tidak memberikan hasil seperti yang diinginkan oleh Gereja yaitu kuantitas jemaat yang banyak.Â
Hasil yang diinginkan Gereja adalah melesatnya kuantitas jemaat mereka dan keinginan ini sama dengan pelaku Bisnis yang mengindustrisasikan Hip Hop demi uang.
Jumlah jemaat yang banyak dan kalau bisa terus bertambah, membuat Gereja lebih tertarik kepada event yang dilabeli rohani menjadi event rohani dibumbui dengan aktivitas entertaintment di dalam koor pelayanan mereka.