Dari pernyataan Plato diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa kesenangan hidup diperoleh dengan adanya pengetahuan. Sedangkan pengetahuan tersebut diperolah dari adanya akal budi. Dapat dikatakan etika Pluto bersifat rasional karena pemikiran beliau didasarkan atas logika serta sesuai dengan fakta yang ada.
Etika Yunani Kuno biasanya diartikan sebagai egois dalam arti bahwa penyelidikan etis berpusat pada pertanyaan tentang apa kehidupan terbaik bagi seorang individu. Dengan kata lain, ahli etika Yunani Kuno berpendapat bahwa kita memiliki alasan untuk menjadi bajik; yaitu, kebajikan itu akan membantu kita menjalani kehidupan yang sukses dan bahagia
Plato berpikir kita berkewajiban untuk merawat jiwa dan tubuh, karena kehidupan yang baik membutuhkannya. Artinya, seseorang akan bahagia jika dia dikuasai oleh akal budi yang baik. Sebaliknya, seseorang tidak akan bahagia jika dia hanya mementingkan hawa nafsu dan tidak dapat mengontrol akal budi nya.
Etika kebajikan (diadvokasi oleh Plato), deontologi, dan konsekuensialisme. Immanuel Kant, berpendapat bahwa kita memiliki kewajiban untuk memperbaiki diri,. Sementara konsekuensialisme, dalam bentuknya yang paling tradisional, berpendapat bahwa ketika menentukan bagaimana saya harus bertindak, kesejahteraan pribadi saya sendiri dipertimbangkan.
2. Etika menurut Immanuel Kant. (Kantilianisme)
Kant mempunyai pemikiran bahwa etika erat kaitannya dengan moral. Pemikiran Kant, khususnya tentang etika dijelaskan secara gamblang dalam beberapa karyanya seperti Critique of Practical Reason (1787), The Metaphysics of Moral (1797), dan karya lainnya yang berbentuk artikel dan essai yang bertemakan politik, sejarah, dan agama.Â
Dalam karya-karya nya tersebut, Kant menilai kekuatan kognitif pikiran manusia dengan tujuan menguraikan, membenarkan, dan membatasi penggunaan yang dapat dibuat dari mereka apriori, atau tanpa bantuan pengalaman.
The Critique of Pure Reason (1781) mengkaji penggunaan teoritis dari alasan dalam ilmu alam; Kritik Alasan Praktis yang bersangkutan dengan penggunaan akal dalam tindakan, dan khususnya dengan prinsip-prinsip rasional moralitas yang mengatur perilaku manusia. Kant berpendapat bahwa prinsip moralitas didasarkan pada alasan praktis murni daripada pengalaman,Â
bahwa ia sepenuhnya berdiri sendiri, terlepas dari spekulatif doktrin metafisik (bahkan yang sangat minim untuk menegaskan tidak lebih dari kebebasan berkehendak), dan selanjutnya bahwa prinsip ini sendiri memberikan dasar untuk metafisika yang dapat diterima secara rasional.
Kant karena relevansinya dengan tulisan-tulisan etisnya, dan khususnya dengan dua teks utama di mana ia menyajikan sistem filsafat moralnya, atau apa yang bisa kita sebut "etika normatif"-nya: the Grounding for the Metaphysics of Morals (1785), di mana ia berusaha untuk mengidentifikasi dan membangun prinsip moralitas tertinggi, dan Metaphysics of Morals (1797).Â
Kant pada dasarnya berpendapat bahwasannya etika merupakan suatu pemikiran mengenai kewajiban moral yang tidak berkaitan dengan hukum atau peraturan diluar sana, dengan kata lain kewajiban tersebut tercipta dari akal budi manusia itu sendiri.
3. Etika menurut AristotelesÂ
Dalam kaitannya dengan hukum, Aristoteles seorang filsuf Yunani yang menjadi guru dari Aleksander Agung, yang sekaligus menjadi murid dari Plato ketika berada di Athena dan belajar dari Plato selama 20 tahun yang semasa hidupnya menulis tentang filsafat dan ilmu lainnya yaitu fisika, politik, etika, biologi dan psikologi menganggap hukum sebagai kegagalan untuk menangani secara adil setiap kasus tertentu.Â