Kedatangan orang-orang Tamil ke Tanah Deli dimulai pada 1873 oleh Nienhuys. Nienhuys mendatangkan 25 orang Tamil dari Penang Malaysia. Hal tersebut menunjukkan bahwa pendapat mengenai asal pekerja Tamil di Tanah Deli yang dibawa dari Malaysia benar adanya. Namun, pada masa itu Malaysia masih diduduki oleh Inggris, sehingga tidak mungkin para pekerja datang langsung ke Tanah Deli untuk melamar sebagai kuli kontrak, pasti terdapat campur tangan Inggris sebagai perantara atau semacamnya.
Campur tangan Inggris dalam hal kedatangan pekerja Tamil ke Sumatera dapat dilihat ketika pengusaha perkebunan di Tanah Deli mengajukan petisi kepada pemerintah Inggris pada tahun 1886. Petisi tersebut terkait permintaan pelaksanaan negosiasi terbuka antara pemerintah Inggris dan Belanda. Pada awalnya pihak Inggris menolak untuk mengizinkan pekerja Tamil pergi ke Tanah Deli. Hal itu dikarenakan adanya persaingan dengan perkebunan yang dikelola oleh Belanda di pantai Barat Malaya. Akan tetapi, pihak Inggris mengajukan syarat, yaitu dibolehkannya satu pejabat Inggris datang ke Tanah Deli secara bergilir  untuk memantau para pekerja Tamil yang ada di sana. Pihak Belanda awalnya menolak syarat itu serta membatalkan negosiasi. Namun demikian, para penguasa/pemilik perkebunan tidak keberatan dengan syarat yang diajukan oleh Inggris serta kemudian meminta agar pemerintah Belanda mengajukan persetujuan tersebut kepada sekretaris jendral di Den Haag, namun pada akhirnya ditolak.
Berdasarkan catatan Luckman Sinar, pada tahun 1874 dibuka 22 perkebunan yang menggunakan jasa kuli dari berbagai bangsa termasuk Tamil. Jumlah orang tamil yang terlibat pada saat itu adalah 459 orang. Jumlah etnis Tamil di Tanah Deli terus meningkat. Pada tahun 1890 etnis Tamil di Tanah Deli berjumlah 2.460 jiwa dan tahun 1900 berjumlah 3.270 jiwa. Sebagai tambahan, pada tahun 1875 pekerja Tamil yang ada di Deli berjumlah 1000 orang.
Pada masa Kolonial Belanda, pekerja dari Tamil biasanya dipekerjakan sebagai tukang angkat air serta membetulkan parit dan jalan.Komunitas Tamil yang datang ke Tanah Deli tidak hanya bekerja di sektor kuli perkebunan, tetapi juga di beberapa sektor lainnya. Terdapat masyarakat beretnis Chettiar dan Chetti yang bekerja sebagai pembunga uang, pedagang, dan pengusaha kecil. lalu ada orang-orang Vellalar dan Mudaliar yang merupakan kasta petani yang terlibat dalam aktivitas usaha dagang. Kemudian ada orang-orang Sikh, Uttar Pradesh, dan lain-lain yang bergerak dalam bidang pembunga uang, peternak sapi perah, tukang emas, pedagang, dan sebagainya. Pada tahun 1879, saat Belanda membuka cabang De Javasche Bank di Medan, orang-orang Sikh juga dipekerjakan sebagai penjaga.
Orang-orang Tamil India juga datang untuk berdagang. Orang-orang India Selatan (Tamil Muslim), orang Bombay, dan orang Punjabi datang untuk berdagang di Medan. Orang-orang Tamil yang datang secara mandiri ke Medan umumnya memang bekerja sebagai pedagang. Biasanya, orang-orang Tamil tersebut menjadi pedagang tekstil atau rempah-rempah di pusat pasar Kota Medan. Selain itu, ada juga yang bekerja sebagai supir angkutan barang, bekerja di toko-toko Cina, dan menyewakan alat-alat pesta. Beberapa di antaranya juga menjual makanan dan menjadi penjual kue keliling. Orang-orang Tamil yang bekerja sebagai pedagang tekstil serta penjual makanan pada umumnya adalah mereka yang beragama Islam yang datang dari India Selatan.
Kampung Madras
Atas jasa yang dilakukan orang-orang Tamil dan Sikh dalam mengelola perkebunan serta pekerjaan lainnya, maka pemerintah kolonial Belanda memberi sebidang tanah untuk dijadikan tempat tinggal masyarakat Tamil dan Sikh. Sebidang tanah tersebut merupakan lahan liar yang tidak berpenghuni yang bernama Patisah. Berkumpulnya orang-orang Tamil dan Sikh membentuk perkampungan yang dikenal dengan Kampung Madras. Dahulunya Kampung Madras dikenal dengan Kampung Keling  yang mempunyai arti kampung hitam. Akan tetapi, pada tahun 2008 nama kampung tersebut kemudian diganti menjadi Kampung Madras karena penyebutan keling terkesan negatif. Pergantian nama dari Kampung Keling menjadi Kampung Madras juga bertujuan untuk mengingat asal penghuni kampung yang berasal dari Madras, India. Kampung Madras sendiri terletak di Jalan Kyai Haji Zainul Arifin. Yang dahulunya bernama Jalan Calcutta.
Di Kampung Madras terdapat Kuil Shri Mariaman. Menurut perkiraan, Kampung Madras sudah ada tahun 1884. Perkiraan tersebut didasari karena pada tahun yang sama Kuil Shri Mariaman sebagai tempat ibadah umat Hindu dibangun. Selain Kuil Shri Mariaman, di Kampung Madras juga terdapat Kuil Sree Soepramaniem yang dibangun pada tahun 1892 serta Kuil Shri Kaliamman yang dibangun pada tahun 1930.
Selain kuil, terdapat juga masjid yang dibangun pada 1887 di Kampung Madras. Masjid tersebut merupakan Masjid Jamik yang dibangun sebagai tempat ibadah orang-orang Tamil Muslim yang berasal dari India Selatan. Selain Masjid Jamik, ada Masjid Ghaudiyah yang dibangun pada tahun 1918.
Referensi:
Ghani, Mohammad Abdul. 2016. Jejak Planters di Tanah Deli: Dinamika Perkebunan Sumatera Timur 1863-1996. Bogor: IPB Press.