Permasalahan "korban" Distorsi Perasaan
Hari ini kita dapat melihat banyak sekali bukti, bagaimana dampak negatif dari kebiasaan membohongi perasaan. Perasaan yang terdistorsi itu ibarat kebiasaan berbohong yang berlarut-larut, menjebak dan pada akhirnya memenjarakan kita dalam sebuah ruang imaji yang hampa.
Sederhanaya, seseorang akan merasa aman, merasa hebat, padahal dia bukan siapa-siapa. Konsekuensi jika seseorang merasa hebat saya rasa sudah dapat kita analisis bersama apa yang akan terjadi di ruang-ruang sosialnya yang nyata.
Selain itu bukti dampak negatif distorsi perasaan adalah hari ini seseorang yang ingin mengupload foto di media sosial, mesti melakukan filter sana-sini terhadap gambar wajah atau tubuhnya keseluruhan atau postingannya secara umum, tujuannya untuk sekedar mampu disejajarkan dengan role model kontekstasi keviralan yang sedang berjalan. Kegagalan mengikuti keviralan di media sosial, seolah akan membuat seseorang merasa terbuang dari kehidupan sosialnya.
Contoh lainnya adalah kecenderungan para pengguna media sosial memiliki keberanian untuk mengritik tajam, bahkan sampai mem-bully orang lain.
Keberanian itu hadir karena keberpihakan seseoarang pada maraknya pendukung kritik tanpa dasar. Itu karena banyaknya (dominan) netizen yang telah dengan mudah, seenak perutnya berkomentar, memberi dan merasakan kesan aman, sehingga mereka yang terjebak dalam distorsi perasaan ini turut melakukan hal yang sama. Sehingga muncullah rentetan bully-an yang tak berkesudahan di media sosial.
Melawan Distorsi Perasaan dengan Kejujuran Berfikir Krtitis
Pada bagian akhir tulisan ini, penulis mencoba mengulas hal atau gagasan untuk melemahkan potensi terjadinya distorsi perasaan dengan menekankan penggunaan akal. Dalam hal ini disebut kejujuran berfikir kritis.
Berfikir kritis menurut banyak ahli merupakan kemampuan menganalisa fakta yang tersedia kemudian membuat beberapa perbandingan gagasan yang mengerucut untuk kemudian dipertahankan sebagai sebuah kesimpulan.
Berfikir kritis merangsang kemampuan seseorang untuk menganalisa, sekaligus memberi penilaian sebuah informasi atau gagasan dari suatu sumber. Secara sederhana, berfikir kritis merupakan cara untuk mengeksplor daya pikir hingga tahap evaluasi.
Kecenderungan terjadinya distorsi perasaan yang sudah dijelaskan di atas, bisa jadi dipengaruhi oleh banyak hal. Satu diantaranya adalah ketidakmampuan seseorang untuk menggunakan pikiran secara kritis dalam melihan problem, dalam hal ini fenomena "viral" di media sosial. Dorongan untuk selalu ingin eksis sebenarnya merupakan efek dari "kehausan" atas kreatifitas yang dangkal.