"Radikalisme itu memang bisa berkedok apa saja," Saprol berkata dalam hati. Tak ada yang tahu apa yang dipikirkannya. Hanya malaikat penjaganya dan Tuhanlah yang tahu.
Tak usah heran kalau Saprol bisa berkonklusi demikian. Kalian tak perlu bertanya-tanya. Apalagi kalau sampai mencari jawaban di Google, terkait apa yang sedang dipikirkan Saprol tadi, yaitu soal radikalisme.
"Memang begitu sifat-sifat radikalis. Mereka hobi melarang ini-itu. Bahkan tak ada toleransi sedikitpun terhadap apa yang tak mereka sukai. Mereka merasa takut, khawatir, terancam dengan sesuatu yang asing yang bagi mereka itu tak sesuai dengan prinsip mereka," ucap Saprol lagi.
"Tapi ini bukan soal agama. Awal atau sumber masalahnya bukan pada agama, melainkan pada caa berpikir manusia, yang itu kemudian mengkibatkan kesalahan dalam menyikapi sesuatu," yakin Saprol.
Dia diam, lalu kemudian tertawa terbahak-bahak.
"Ini lucu! Ini lucu! Kok bisa mereka merasa khawatir dengan hal-hal asing di sana itu. Sedangkan mereka terus mengatakan iman iman iman, takwa takwa takwa dan lain sebagainya. Mereka terus menyebut itu. Mereka terus menyebut-nyebut soal agama. Tapi kenapa kekhawatiran itu masih ada di dalam diri mereka? Bukannya ketika iman dan takwa itu sudah cukup, berarti sudah tak ada lagi yang perlu dikhawatirkan? Bukannya iman dan takwa itu prinsip? Bukannya iman dan takwa itu semacam benteng? Hahahahaha!" tawanya menggelegar terdengar ke segala penjuru. Kali ini bukan cuma malaikat penjaganya dan Tuhan saja yang mendengar.
"Padahal..." lanjut Saprol sambil meredam tawanya, "Padahal... kalau saja kualitas iman dan takwa itu sudah cukup, segala hal-hal asing itu akan disikapi dengan bijak. Jelas bukan dengan cara melarang-larang, memboikot, menjelek-jelekkan dan lain sebagainya. Itu sama sekali tak bijak. Itu sama sekali bukan cerminan orang-orang beriman dan bertakwa."
Saprol mulai membuka smartphone-nya. Dicarinya sesuatu, dimana hanya malaikat penjaga dan Tuhan saja yang tahu apa yang sedang dicarinya.
Seketika Saprol berpikir lagi, dengan smartphone yang masih di tangan.
"Apa kita masih berpikir naif kalau kita sama sekali tak terpengaruh oleh hal-hal asing yang itu katanya tak sesuai dengan budaya dan agama bangsa ini. Tak mungkin hal-hal itu bisa sepenuhnya kita elakkan. Apalagi di zaman yang sudah sedemikian terbuka ini.
Bukan hanya melalui televisi. Bahkan melalui jaringan internet maupun situs-situs atau media sosial saja kita sudah melihat fenomena yang ada di luar sana." Saprol melanjutkan apa yang dicarinya. Tapi dia mulai kesal karena jaringan internet yang agak ngadat. Maklumlah, kalau sudah malam begini pengguna internet harus berebutan data yang internet."
Saprol menemukan apa yang dicarinya. Dan itu semakin meyakinkan kepercayaannya bahwa generasi saat ini sudah bisa belajar dari apapun secara otodidak. Dengan menonton secara langsung di Youtube maupun media sosial lain, tentunya.
"Kita harus berpikir terbuka dan menerima kenyataan. Apa yang dikhawatirkan para orangtua-orangtua itu sekarang tak terbendung. Sekedar melarang anak-anak untuk mengakses suatu konten pun bukan tindakan yang bijak. Karena sekarang permasalahannya adalah mengajarkan mana yang baik, yang pantas, dan mana yang tidak.Â
Ajaran yang seperti itulah yang merupakan didikan paling dasar. Bukan dengan larangan semata. Bahkan mungkin kita tak akan menyangka kalau anak-anak sekarang sudah melihat sesuatu yang lebih erotis, sesuatu yang seksi, dimana itu kita anggap tak pantas."
Saprol tertawa lagi.
"Ada yang lebih mengerikan di negeri ini. Aneh, kok bisa-bisanya ada orang yang sibuk memboikot hal asing di luar sana? Apa kita di sini sudah sedemikian beres? Bagaimana dengan sesuatu yang membawa-bawa agama secara fragmatis?
Sekarang yang seperti itu bukan dalam satu kasus saja. Bisa dalam berbagai hal, berbagai konteks. Apalagi sebuah rekayasa, sebuah hoax, yang itu dikaitkan dengan agama. Apa pantas semua itu? Apa itu baik untuk konsumsi kita, siapapun itu?"
Saprol mulai memutar sebuah lagu berikut. Baginya ini merupakan sebuah musik yang sangat mengagumkan. Sebuah musik terbaik di tahun 2018 ini, demikian Saprol menilai.
Kemudian dia melihat video berikut dengan seksama.
Jangan heran kenapa Saprol mendownload video-video BlackPink di smartphone-nya. Entah sejak kapan itu dilakukannya. Dan, lagi-lagi, tak ada yang tak tahu selain malaikat penjaganya dan Tuhan.
"BlackPink! Aye aye!!! Trutut tut tut tut tut!" teriak Saprol bergembira ria sedunia akhirat, menikmati tarian-tarian cewek-cewek cantik bernama Jennie, Jisoo, Rose, dan Lisa.
"Betapa mengagumkannya makhluk-makhluk Tuhan iniiii!!!!!" teriak Saprol terdengar sedunia akhirat, di mana tentu malaikat dan Tuhan pun tahu.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H