Aku pun berdiri, melemparkan gelas tehku beserta isinya sekuat tenaga, setinggi-tingginya ke udara sampai-sampai aku sedikit khawatir kalau-kalau gelasku tadi memecahkan jendela langit pertama karena bisa saja nanti membuat marah penghuninya dan membuat salah satu malaikat langit mendongakkan kepalanya sambil berteriak: "woi, siapa itu?!!"
Tapi, kupikir aku tak ambil pusing karena rasa kantuk yang membebani ini.
Aku mulai berjalan sebagaimana seorang pengembara, meninggalkan Sarimin, menuju timur dimana sang mentari mulai mengintip dengan usilnya sambil cekikikan dan siap-siap memberi kejutan kepada semua makhluk bumi.
Sampai kemudian Sarimin memanggilku: "Hei, you!"
Aku menoleh ke arahnya di belakangku.
"Don't call me min-man-min-man-min, alright. My name is Boy. Boymin," begitu katanya sambil menghembuskan asap rokok dan mengenakan kacamata hitamnya.
"Alright, Min, eh, Nyet," jawabku sambil tersenyum keren dan mengacungkan jempol.
Aku pun melanjutkan perjalananku yang masih sangat jauh untuk mencari kediamanku, rumahku, bantalku supaya bisa tidur nyenyak. Sambil terkantuk-kantuk sempoyongan kuberjalan. Sampai kemudian kutiba-tiba dikagetkan karena sang mentari benar-benar mengatakan: "BAAAA! Aaaahahahaha. Kaget yeeaaaa..."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H