Mohon tunggu...
Satya Anggara
Satya Anggara Mohon Tunggu... Lainnya - Academic Researcher and Investor

Menyajikan tulisan seputar dunia investasi, bisnis, sosial, politik, humaniora, dan filsafat. Untuk korespondensi lebih lanjut, silahkan hubungi melalui kontak yang tertera di sini.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Pilkada Depok, Antara Pesta Demokrasi atau Pesta Giveaway: "Make Depok Suck Less!"

7 Desember 2020   08:00 Diperbarui: 7 Desember 2020   08:21 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Padahal disadari atau tidak, petahana yang terlalu sibuk obral janji perubahan dan peningkatan porsi anggaran untuk kepentingan masyarakat secara tidak langsung mengakui bahwa mereka sudah gagal di periode sebelumnya dalam menciptakan Depok yang ideal dalam gagasan mereka.

Mengapa perlu menunggu selesai periode pertama untuk menjanjikan perubahan kondisi? Mengapa baru sekarang para kandidat petahana berjanji membagi bantuan dan peningkatan anggaran kemasyarakatan, sementara periode lalu keduanya memiliki kemampuan untuk melakukan itu jika betul-betul diniatkan?

Selain menjadi bahan bercandaan warga luar kota karena “Lagu Lampu Merah”, “Manusia Perak”, begal, dan zona merah COVID-19, sebagai warga Depok rasanya sulit untuk menemukan suatu kebanggaan yang dapat ditonjolkan sekaligus sebagai pelipur lara dan malu.

Hingga berakhirnya kepemimpinan Idris-Pradi, Depok masih tanpa visi pembangunan yang jelas. Mall dan apartemen menjamur di mana pun ada lahan dan potensi pemasukan ekstra untuk Pemda. Tata ruang dapat disesuaikan seperlunya sehingga Anda kadang dapat dibuat kaget dengan ketimpangan pembangunan dari tempat-tempat yang bersebelahan.

Semboyan “Depok Ramah Anak dan Perempuan” terpampang di berbagai sudut kota lewat spanduk berisi jargon dan ajakan kosong, sementara anak-anak penjual tisu dan pemain pianika serta pengemis perempuan yang menggendong bayi sembari memelas masih dapat Anda temukan di pertigaan lampu merah sepanjang Margonda dan dekat balaikota.

Jalan terus dilebarkan mengimbangi laju pertumbuhan jumlah kendaraan dan manusia, sementara sistem transportasi nyaris dipangkutangankan kepada Organda dan angkot-angkotnya serta pemerintah dari luar kota lewat armada Transjakarta dan Commuter Line.

PR Depok terlampau banyak dan semua menuntut untuk diperhatikan. Kendati tidak seseksi program kerja semacam bagi-bagi bansos dan pembangunan alun-alun, urgensinya jelas tetap besar. Sayangnya bahkan hingga memasuki masa tenang yang tetap diisi oleh pelanggaran PKPU mengenai keberadaan alat peraga dan kegiatan kampanye di media sosial, diskursus mengenai isu-isu kunci ini tidak mampu digemakan sekuat berita Afifah dilecehkan oleh Imam atau Idris positif COVID-19.

Mau buktinya? Mari lihat janji kampanye para calon di bawah ini:

Idris-Imam menyodorkan setidaknya sepuluh janji kampanye sebagai berikut:

  • Dana Rp. 5 miliar per kelurahan (total ada 60 lebih kelurahan di Depok atau dibutuhkan minimal Rp. 300 miliar anggaran untuk program ini saja)
  • Ciptakan 5,000 pengusaha/start-up baru dan 1,000 perempuan pengusaha (entah bagaimana caranya dipikirkan belakangan, mungkin bisa sekadar diberi gerobak atau lapak)
  • Insentif guru honorer dan swasta (nominalnya tidak perlu dipertegas dulu, lihat anggaran nanti ada sisa berapa)
  • Alun-alun dan taman hutan kota di wilayah Barat (tidak spesifik lokasi dan waktu realisasinya, yang jelas sudah malu menumpang hutan UI terus sebagai paru-paru kota dan tempat olahraga warga)
  • Insentif pembimbing rohani (lagi-lagi, tidak perlu spesifik dan urgent, yang penting sebanyak mungkin bisa dibuat senang)
  • Insentif RT, RW, LPM (ibid.)
  • Pusat olahraga dan UMKM (terus membangun dan tebar janji manis, konsisten seperti di atas-atas)
  • Wi-Fi gratis untuk masyarakat (router saja atau dibayarkan juga kuotanya?)
  • Sekolah/madrasah negeri per kecamatan (infrastruktur penunjang dan kesiapan SDM belakangan dipusingkannya)
  • Posyandu/pobindu di setiap RW (lama-lama jemu juga dengan program giveaway yang kurang lebih standar dari Pilkada ke Pilkada)

Pradi-Afifah tidak mau kalah dalam kompetisi giveaway kali ini, oleh karena itu disodorkan pula sepuluh janji kampanye mereka:

  • Visum gratis untuk anak dan perempuan korban kekerasan (penegakan hukumnya tidak termasuk, silahkan jalan sendiri)
  • Berobat gratis menggunakan KTP Depok (ada spanduk lain yang menyatakan bahwa Pemda di bawah Pradi-Afifah akan membayar iuran BPJS masyarakat alih-alih langsung menanggung penuh seluruh biaya kesehatan, jadi terlihat sedikit mirip seperti pelimpahan beban ke BPJS itu sendiri)
  • Pemberian apresiasi dan insentif kepada ketua RT, RW, Linmas, kader posyandu, marbot, dan lain-lain untuk meningkatkan partisipasi dalam pembangunan (Yaaaa… miriplah dengan janji ke-6 Idris-Imam, entah siapa meniru siapa atau jangan-jangan memang miskin kreativitas dan terobosan)
  • Pembukaan peluang 100,000 tenaga kerja baru melalui peningkatan kompetensi, pengembangan usaha baru, dan penyelenggaraan bursa tenaga kerja (sepertinya lupa mencantumkan janji untuk menstimulus bisnis-bisnis menengah dan besar agar mau mampir ke Depok. Tanpa keduanya, 100,000 orang ini yakin terserap semua?)
  • Pengelolaan TPU dengan standar pemakaman untuk menjamin ketersediaan dan keasrian sehingga dapat berfungsi sebagai ruang terbuka hijau (inilah sulitnya menjadi kota kecil yang tidak punya tata ruang yang disiplin, sehingga lahan kosong untuk penghijauan praktis harus mengandalkan lahan kuburan)
  • Pengelolaan car free day di beberapa titik wilayah yang berkontribusi terhadap promosi ekonomi kreatif dan pembangunan berkelanjutan (sudah ada beberapa misalnya di kawasan GDC, puji syukur Ormas yang jaga parkir pun kecipratan rezeki)
  • Pengembangan kawasan ramah bersepeda dan penataan serta pengembangan pedestrian yang ramah pejalan kaki (sembari di saat bersamaan terus melebarkan jalan dan menambah kepadatan pusat kota sehingga bersepeda dan menyebrang jalan pun terasa seperti olahraga ekstrem)
  • Pengembangan sistem layanan sosial terpadu (pendidikan, kesehatan, dan penyandang masalah kesejahteraan sosial) (lagi-lagi, harus disinggung masalah anggaran dan hasil kerja petahana selama periode pertama yang membiarkan kesenjangan tercium dalam radius beberapa ratus meter dari balaikota)
  • Peningkatan kapasitas lembaga kursus dan pelatihan yang menghasilkan lulusan tersertifikasi (lagi-lagi, perlu ada usaha dua sisi untuk turut menghadirkan lapangan kerjanya)
  • Pemberian beasiswa berbasis prestasi akademik, minat atau bakat, dan tahfiz Alquran (jangan sampai kalah dengan toko sebelah)

Oh iya, di luar daftar di atas Anda masih dapat menjumpai berbagai janji giveaway lainnya jika Anda memutuskan untuk wara-wiri sekitar Depok. Misalnya saja dari Pradi-Afifah masih ada janji dana RW Rp. 500 juta (total ada 900-an RW di Depok atau dengan kata lain butuh anggaran minimal Rp. 450 miliar untuk merealisasikan janji satu ini), modal wirausaha Rp. 10 juta untuk 10 KK per kelurahan per tahun, serta tidak ketinggalan BUMD pangan yang akan memberikan bantuan pangan berupa beras ke setiap KK (spanduknya ada di Jl. Kartini/Citayam serta Jl. Tanah Baru, semoga masih bisa menemukan sebelum dicopot).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun