Kudu nyanghulu ka hukum, nunjang ka nagara, mupakat ka balaréa (harus menjunjung tinggi hukum, berpijak kepada ketentuan negara, dan bermufakat kepada kehendak rakyat.
Bengkung ngariung bongkok ngaronyok (bersama-sama dalam suka dan duka).
Nyuhunkeun bobot pangayon timbang taraju (memohon pertimbangan dan kebijaksanaan yang seadil-adilnya, memohon ampun) [Wikipedia]
Jika kita kembali kepada tiga hal, “Sunda secara etimologi, Sunda Dalam Pandangan Hidup dan Sunda Dalam Hubungan Sosial” Semestinya kita tidak akan bersikap skeptis kepada sesama warga Sunda, terutama kepada tokoh-tokoh penting yang terus memperjuangkan spirit Sunda sebagai kebudayaan di Jawa Barat. Terutama kepada Kang Dedi Mulyadi yang secara konsisten menerjemahkan spirit Sunda dalam perilaku kehidupan sehari-hari. Alasannya sederhana. Situasi politik hanyalah dinamika sesaat, atau setidaknya situasi lima tahunan yang belum tentu menghadirkan manfaat penting dalam kehidupan kita kedepan.
Tetapi spirit kebudayaan dan hubungan sesama warga negara. Khususnya sesama warga Sunda adalah peradaban yang akan terus ada sepanjang hidup umat manusia. Maka sekali lagi sebagai penutup dalam tulisan ini mengajak pembaca untuk “Kembali Ke Diri” agar mengenali kembali Sunda sebagai jati diri Jawa Barat. Jika secara sadar kita mampu kembali ke diri, maka tidak akan mungkin membenci atau menghina Kang Dedi Mulyadi di media sosial.
Sebarkann..!
Hatur Nuhun
Jakarta 11 Januari 2024
Juson Simbolon
Blogger Fans Kang Dedi Mulyadi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H