Hal itu karena galon PET memiliki temperatur transisi gelas (Tg) yang jauh lebih rendah dibanding yang berbahan Polikarbonat. Suhu transisi gelas adalah suhu di mana suatu polimer mengalami perubahan dari liquid (yang mengalir, walaupun mungkin sangat lambat) menjadi bentuk solid.
Menurut Ahmad Zainal Abidin, galon berbahan PET memiliki temperatur transisi gelas pada 80 derajat Celcius, sedang galon Polikarbonat pada 150 derajat Celcius. “Dengan demikian, galon berbahan PET akan lebih berisiko jika terkena sinar matahari ketimbang Polikarbonat,” ujarnya.
Pertanyaan saya, secara logika sederhana: Berapa derajat Celcius kah suhu maksimal galon isi ulang ketika terpapar sinar matahari? Mungkinkah suhunya bisa mencapai 150 derajat Celcius? Tampaknya, itu tidak mungkin. Siswa SMP yang belajar fisika dasar saja tahu, air sudah mendidih di suhu 100 derajat Celcius.
Pada suhu 150 derajat Celcius, galon isi ulang tidak akan bisa disentuh dengan tangan saking panasnya! Lebih panas dari air mendidih.
Kapankah Anda dan saya pernah melihat atau meraba galon isi ulang, yang suhunya lebih panas dari mendidih? Artinya, klaim bahwa bahan Polikarbonatnya mengalami perubahan (dan memicu migrasi BPA) akibat terpapar sinar matahari, lebih terdengar seperti klaim yang mengada-ada atau asbun (asal bunyi).
Kepada Zainal ditanyakan soal survei YLKI terhadap galon berbahan PC, yang menyoroti cara penjualan dan pendistribusiannya. Zainal mengatakan bahwa ketika BPOM mengeluarkan izin edar air kemasan plastik, lembaga tersebut sudah melakukan penelitian serupa dan dinyatakan aman.
“Survei (YLKI) itu seharusnya dilakukan secara objektif, tidak hanya terhadap galon PC yang guna ulang saja, tapi lebih ke galon PET, galon sekali pakai yang malah lebih tinggi risikonya,” ucapnya.
Dari sini jelas bahwa survei atau “penelitian” yang dilakukan Tulus cuma akal-akalan atau dalih yang diada-adakan, untuk kampanye dengan misi menolak produk AMDK galon isi ulang. Sayang sekali, nama dan kredibilitas YLKI dipertaruhkan oleh Tulus untuk agenda-agenda semacam itu. ###
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H