Mohon tunggu...
Satrio Arismunandar
Satrio Arismunandar Mohon Tunggu... Penulis - Penulis buku, esais, praktisi media, dosen ilmu komunikasi, mantan jurnalis Pelita, Kompas, Media Indonesia, Majalah D&R, Trans TV, Aktual.com. Pendiri Aliansi Jurnalis Independen (AJI).

Penulis buku, esais, praktisi media, dosen ilmu komunikasi, mantan jurnalis Pelita, Kompas, Media Indonesia, Majalah D&R, Trans TV, Aktual.com. Pendiri Aliansi Jurnalis Independen (AJI).

Selanjutnya

Tutup

Money

JPKL, BPOM, dan "Perang Dagang" Lewat Isu BPA

30 September 2021   04:22 Diperbarui: 23 September 2022   07:30 767
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media massa, secara sengaja atau tak sengaja, bisa terlibat pemihakan dalam suatu "perang dagang," yang menyangkut bisnis tertentu. Hal itu terjadi karena media komersial memang menyediakan diri sebagai tempat pemuatan iklan atau advertorial. Sedangkan pesan iklan atau advertorial itu mendukung kepentingan pelaku bisnis tertentu, dengan melemahkan posisi pelaku bisnis lain.

Hal itu tampaknya terjadi pada media daring kompas.com. Dalam rentang waktu beberapa bulan sejak 9 Maret 2021, beberapa berita advertorial di kompas.com memuat kampanye perkumpulan Jurnalis Peduli Kesehatan dan Lingkungan (JPKL). Kampanye JPKL yang cukup gencar ini digaungkan sejak tahun lalu, dan "berbau perang dagang."

Sudah lama JPKL mendesak Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), agar mengeluarkan peraturan yang mewajibkan pemasangan label peringatan konsumen, pada galon isi ulang yang mengandung zat Bisphenol A (BPA). Galon berbahan plastik polikarbonat itu biasanya berisi produk air minum dan digunakan berulang kali lewat isi ulang.

JPKL beralasan, peraturan itu akan melindungi masyarakat dari kontaminasi BPA, yang terjadi akibat mengonsumsi air di dalam galon isi ulang. BPA, disebut oleh JPKL, dapat berdampak buruk pada kesehatan kelompok usia rentan, seperti bayi, balita, dan ibu hamil.

Klaim JPKL itu sebenarnya merupakan "pemlintiran informasi," dan sudah dibantah tegas oleh otoritas, yang berwenang memeriksa bahan makanan dan minuman yang beredar di pasaran, yakni Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Menurut BPOM, galon memang mengandung BPA. Tetapi air di dalam galon isi ulang itu sendiri sangat aman dikonsumsi. Kalau toh ada kandungan BPA di air galon, jumlahnya sangat kecil, sangat minimal, bisa diabaikan, dan tidak membahayakan.

Dalam keterangan di situsnya, BPOM menegaskan, hasil pengawasan terhadap kemasan galon AMDK (air minum dalam kemasan), yang terbuat dari bahan polikarbonat selama lima tahun terakhir menunjukkan, migrasi BPA itu di bawah 0,01 bpj (10 mikrogram/kg) atau masih dalam batas aman.

BPA Tak Larut Dalam Air

Bahkan pakar teknologi pangan dari Institut Pertanian Bogor, Dr Eko Hari Purnomo, mengatakan, secara ilmiah BPA yang ada dalam kemasan galon mustahil menimbulkan bahaya. Hal ini karena sangat kecil kemungkinan migrasi BPA ke dalam air yang ada dalam galon isi ulang.

"Tidak mungkin ada perpindahan BPA dari kemasan galon ke dalam airnya, karena BPA tidak larut dalam air. BPA ini hanya larut dalam pelarut organik seperti alkohol, eter, ester, keton, dan sebagainya," tegas Eko kepada wartawan, di Jakarta, 17 Februari 2021.

Maka "kengototan" JPKL memperjuangkan pemasangan label BPA di kemasan galon patut ditengarai sedang menjalankan agenda "perang dagang," untuk kepentingan produk air galon tertentu. Terlihat aneh, JPKL mengaku sebagai organisasi wartawan, tapi sibuk mengurus hal-hal yang di luar ranah jurnalistik dan di luar bidang kompetensinya.

Penulis menduga, jika JPKL sukses "memaksa" BPOM untuk mewajibkan pemasangan label "mengandung BPA" di produk-produk AMDK galon isi ulang, yang kini beredar luas di pasaran, ini adalah langkah awal.

Langkah berikutnya, JPKL akan mengumumkan produk AMDK tertentu, yang galonnya "100% tidak mengandung BPA." Kemudian, akan ada kampanye besar-besaran untuk menyingkirkan merek-merek lain lewat isu "bahaya BPA" ini.

Padahal, praktis sebetulnya tidak ada masalah apa-apa dengan produk AMDK galon isi ulang, yang sudah beredar di seluruh Indonesia selama ini. BPOM sudah menegaskan keamanan air dalam galon-galon itu untuk dikonsumsi.

Sudah puluhan tahun masyarakat Indonesia mengonsumsi air minum dalam galon isi ulang. Selama puluhan tahun itu, tidak pernah ada berita di media, bahwa orang jadi sakit akibat tercemar BPA, sesudah mengonsumsi air minum dalam kemasan galon.

Betul-betul, tidak ada. Jadi, isu "bahaya BPA" di air galon isi ulang ini praktis adalah masalah artifisial. Masalah yang diada-adakan, sebagai bagian dari "perang dagang" untuk menyingkirkan merek-merek saingan.

Ada Dugaan BPOM Sudah "Goyah"

Yang menjadi masalah, apakah BPOM cukup lugu untuk "diperalat" dalam perang dagang di bisnis air galon tersebut? Atau, apakah BPOM justru secara sadar dan sengaja "ikut bermain" untuk kepentingan pelaku bisnis AMDK tertentu dalam "perang dagang" tersebut?

Ada indikasi bahwa BPOM pun akhirnya "goyah" sesudah dilobi berkali-kali. Menurut pemberitaan timesindonesia.co.id (15 September 2021), ada wacana bahwa BPOM akan mengeluarkan kebijakan soal pelabelan AMDK kemasan plastik yang mengandung BPA.

Dalam wacana kebijakan itu, BPOM diduga akan mewajibkan kemasan galon polikarbonat yang mengandung BPA, untuk mencantumkan keterangan "Bebas BPA dan turunannya" atau "Lolos batas BPA" atau kata-kata lain yang semakna.

Jika wacana ini betul-betul menjadi kebijakan resmi yang dikeluarkan BPOM, kebijakan itu akan dipakai untuk "menghantam" berbagai produk AMDK galon isi ulang, yang sudah lama beredar di pasaran. Padahal banyak orang yang hidup dan menggantungkan nafkah dari bisnis AMDK galon isi ulang. Padahal, sudah puluhan tahun AMDK galon isi ulang itu terbukti aman dikonsumsi masyarakat.

Tak heran, jika pihak Kementerian Perindustrian RI (Kemenperin RI) pun mempertanyakan adanya wacana itu. Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kemenperin RI, Edy Sutopo, dalam keterangan persnya, 16 September 2021, menyatakan keheranannya.

"Kenapa kita sering terlalu cepat mewacanakan suatu kebijakan, tanpa terlebih dahulu mengkaji secara mendalam dan komprehensif berbagai aspek yang akan terdampak," ujarnya.

Pertemuan Diam-diam Oleh BPOM

Menurut beberapa sumber, BPOM secara diam-diam telah mengadakan pertemuan dengan sejumlah pihak pada 13 September 2021 di kantornya. Pertemuan itu membicarakan wacana perubahan batas toleransi migrasi Bisfenol A (BPA) dalam kemasan makanan dan minuman, dari sebelumnya 0,6 bagian per juta (bpj, mg/kg) menjadi 0,1 bpj.

  Pertemuan itu juga mewacanakan pelabelan AMDK yang menggunakan kemasan plastik yang mengandung BPA, agar mencantumkan keterangan "Bebas BPA dan turunannya" atau "Lolos batas BPA" atau kata semakna.

Tentang informasi ini, Edy Sutopo bahkan menyatakan kaget,. karena tidak ikut diundang dalam pertemuan tersebut. Menurut Edy, seharusnya BPOM mempertimbangkan beberapa hal sebelum membuat wacana pelabelan itu.

Misalnya, kata Edy, BPOM harus melihat negara mana yang sudah meregulasi terkait BPA ini. Adakah kasus yang menonjol yang terjadi di Indonesia ataupun di dunia, terkait dengan kemasan yang mengandung BPA ini.

Juga, adakah bukti empiris yang didukung metode ilmiah untuk membenarkan wacana itu. Lalu, apakah sudah begitu urgen kebijakan ini dilakukan. Edy mempertanyakan, "Dalam situasi pandemi, di mana ekonomi sedang terjadi kontraksi secara mendalam, patutkah kita menambah masalah baru yang tidak benar-benar urgen?"

Kondisi Psikologis Masyarakat

Edy juga menggarisbawahi dampak yang akan ditimbulkan kebijakan itu terhadap investasi kemasan galon guna ulang yang existing, yang jumlahnya tidak sedikit. Ditambah lagi, dampak terhadap kondisi psikologis masyarakat, yang selama ini mengkonsumsi AMDK galon isi ulang.

Ditambahkan oleh Edy, BPOM perlu lebih berhati-hati dalam melakukan setiap kebijakan yang akan berdampak luas terhadap masyarakat. "Mestinya setiap kebijakan harus ada RIA (Risk Impact Analysis) yang mempertimbangkan berbagai dampak. Antara lain: teknis, kesehatan, keekonomian, sosial, dan lain-lain," tegasnya.

Desakan soal label peringatan konsumen pada kemasan AMDK galon isi ulang yang mengandung BPA ini mulai dimunculkan sejak tahun lalu. Kampanye ini pertama kali dilontarkan oleh JPKL. Desakan ini juga bersamaan dengan munculnya sebuah produk AMDK galon sekali pakai di pasar, yang dijual secara masif.

Untuk menghindari keresahan konsumen atas kampanye JPKL ini, BPOM pernah mengadakan pertemuan dengan sejumlah pihak. Hasilnya, BPOM mengeluarkan rilis pada 29 Juni 2021, yang dimuat pada situs resminya, untuk mengklarifikasi apa yang disampaikan JPKL.

Rilis BPOM itu berbunyi:

"Sehubungan dengan adanya isu seputar Bisfenol A (BPA) dalam kemasan galon Polikarbonat (PC) yang berkembang, bersama ini Badan POM memberikan penjelasan, di antaranya BPA berbahaya bagi kesehatan apabila terkonsumsi melebihi batas maksimal yang dapat ditoleransi oleh tubuh; batas migrasi maksimal BPA adalah sebesar 0,6 bagian per juta (bpj, mg/kg) sesuai ketentuan dalam Peraturan Badan POM Nomor 20 Tahun 2019 tentang Kemasan Pangan; hasil sampling dan pengujian laboratorium terhadap kemasan galon AMDK jenis polikarbonat yang dilakukan pada Tahun 2021, menunjukkan adanya migrasi BPA dari kemasan galon sebesar rata-rata 0,033 bpj. Nilai ini jauh di bawah batas maksimal migrasi yang telah ditetapkan Badan POM, yaitu sebesar 0,6 bpj. Selain itu, Badan POM juga melakukan pengujian cemaran BPA dalam produk AMDK. Hasil uji laboratorium (dengan batas deteksi pengujian sebesar 0,01 bpj) menunjukkan cemaran BPA dalam AMDK tidak terdeteksi."

Sikap BPOM saat itu sudah jelas dan tegas. Tetapi, anehnya hanya dalam waktu 3 bulan, BPOM sudah membuat wacana baru, untuk merevisi apa yang telah mereka tetapkan dalam rilis 29 Juni 2021 itu. Padahal yang mendesak-desak dan menekan BPOM hanyalah JPKL, sebuah LSM atau organisasi kecil wartawan.

Organisasi kecil wartawan ini beraktivitas di luar bidang kompetensinya dan di luar ranah jurnalistik. Organisasi ini patut ditengarai sedang menjalankan kepentingan pelaku bisnis AMDK tertentu, dalam misi "perang dagang." Semoga BPOM tetap teguh, dan tidak terjebak dalam skenario "perang dagang." ***

***

*Satrio Arismunandar adalah mantan wartawan Harian Kompas dan Trans TV. Pernah mengajar di jurusan Ilmu Komunikasi FISIP UI dan beberapa universitas swasta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun