Menurut BPOM, semua air kemasan yang beredar dalam kemasan galon guna ulang, aman untuk dikonsumsi. BPOM juga mengungkapkan, kajian otoritas keamanan pangan Eropa juga mengatakan: tidak ada risiko kesehatan terkait BPA.
Pakar teknologi pangan IPB, DR Eko Hari Purnomo, bahkan menyatakan, ditinjau secara ilmiah, BPA dalam kemasan galon guna ulang mustahil menimbulkan bahaya.
Maka, melihat pernyataan tegas dari BPOM dan pakar yang bersifat ilmiah, tampak bahwa isu bahaya BPA di air galon guna ulang ini tidak punya landasan ilmiah yang kuat. Isu seperti ini terkesan sengaja dihembuskan untuk menimbulkan ketakutan pada konsumen.
Padahal BPOM sudah punya aturan standar keamanan pangan. Pihak perindustrian juga punya SNI (Standar Nasional Indonesia) dan aturan standar kebersihan proses produksi.
Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian, Abdul Rochim telah menegaskan, galon guna ulang aman bagi konsumen karena telah melalui proses pengujian parameter SNI. Galon guna ulang juga telah mendapatkan akreditasi dari Komite Akreditasi Nasional (KAN).
Tidak Pernah Ada Kasus
Ditambah lagi, selama lebih dari 30 tahun tidak pernah ada klaim pengaduan bayi/anak yang menderita kanker karena minum air galon atau makan dari wadah plastik. Maka, klaim-klaim yang disampaikan Arist dan Arzeti sebagai pembicara sungguh merupakan logika yang dipaksakan.
Jika Arist dan Arzeti merasa prihatin tentang gangguan kesehatan pada anak akibat terpapar BPA, isu ini terlihat agak dipaksakan. Tidak ada preseden yang kuat untuk mengusung isu ini. Sejauh ini, tidak ada laporan soal kasus anak-anak yang sakit kanker akibat penggunaan kemasan plastik, khususnya galon air guna ulang.
Penulis sendiri meyakini, Arzeti di rumahnya juga menggunakan air kemasan dari galon guna ulang, untuk kebutuhan air minum keluarganya. Dan bukannya merebus air setiap hari untuk memenuhi kebutuhan air minum mereka!
Jika Arist dan Arzeti serius terhadap kondisi anak Indonesia, banyak isu anak yang seharusnya lebih mendesak menjadi fokus perhatian. Misalnya, kematian atau gangguan kesehatan terhadap anak akibat Covid-19.
Atau, dampak ekonomi dan pendidikan yang dialami anak-anak akibat pandemi Covid yang berkepanjangan, dan sebagainya. Jika kita browse media online, tampaknya malah belum ada satu komentar pun dari Arist maupun Arzeti tentang isu-isu ini.