Mohon tunggu...
satria winarah
satria winarah Mohon Tunggu... Programmer - yang mengenal dirinya yang mengenal Tuhannya

Seorang programmer yang membagi hatinya dengan sastra, sejarah, dan militer

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Babad Banten: Maulana Hasanudin dan Maulana Yusuf

18 Mei 2021   08:00 Diperbarui: 18 Mei 2021   09:20 5392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Akhirnya, Prabu Dewata pun memimpin tapi tidak peduli dengan negaranya. Dia lebih sering menghabiskan waktu beribadah dan bertapa. Dia gagal memanfaatkan momen tenang itu untuk memperkuat kerajaan. Alhasil dalam Carita Parahyangan, Prabu Dewata sering mendapat kritikan pedas karena dianggap egois dan tidak becus.

Momen perang tapi tidak ada perang itu dimanfaatkan oleh Sultan Hasanudin untuk menyebarkan agama Islam jauh ke pelosok Pandeglang dan terus ke selatan. Dalam menyebarkan agama Islam, Sultan Hasanudin menggunakan metode yang sama dengan yang Wali Songo terapkan. Mulai dari sabung ayam, wayang, hingga adu kekuatan. Dan Sultan Hasanudin pun sukses meluaskan pengaruh Islam, yang dengan itu membuat eksistensi Kesultanan Banten menjadi semakin terang dan mendapat banyak pendukung.

Waktu cepat berlalu dan akhirnya Prabu Dewata meninggal pada tahun 1543. Tahta Sunda dilanjutkan oleh putranya, yakni Prabu Sakti.

Prabu Sakti dengan Prabu Dewata ibarat dua sisi koin. Sangat bertolak belakang. Jika Prabu Dewata adalah seorang yang alim, Prabu Sakti justru bertangan besi. Prabu Sakti memperkuat Sunda dengan segala cara, atau lebih tepatnya menghalalkan segala cara.

Sebagaimana yang kita tahu, tanpa pelabuhan untuk berdagang Sunda hanya mengandalkan pemasukan dari upeti dan pajak bumi yang tentu bernilai sangat kecil. Tidak ada kapal yang dapat menjual lada dan segala hasil bumi lainnya ke luar wilayah Sunda. Perekonomian kian merosot dari masa ke masa. Dalam kondisi yang mengenaskan itu, Prabu Sakti memeras rakyat. Dia menaikkan pajak, merebut tanah rakyat dengan paksa, menghukum mati rakyat jika tidak patuh padanya, dan parahnya dia juga bermain wanita.

Melihat perkembangan yang cukup signifikan di Sunda, Sultan Maulana Hasanudin segera cepat berinisiatif. Banten saat itu belum cukup kuat untuk melakukan serangan frontal ke Pakuan, apalagi istana Pakuan dilindungi oleh dinding lima lapis yang berjajar di lereng bukit. Membuat istana itu sangat-sangat terlindungi.

Akhirnya dengan cerdik, Sultan Maulana Hasanudin pun membuat sebuah pasukan khusus yang kelak disebut sebagai Tambuh Sangkane dalam carita Parahyangan.

Pasukan Tambuh Sangkane bentukan Sultan Hasanudin ini tidak memiliki atribut sebagai prajurit. Mereka menggunakan pakaian rakyat, ikat kepala, dan bermodalkan golok saja. Tapi mereka sangat terlatih. Mereka ditugaskan menyusup ke dalam Pakuan sebagai pedagang. Lalu tiba-tiba ketika saatnya telah tepat, pasukan khusus itu tiba-tiba mengorganisasi diri lalu membuat kekacauan di alun-alun Pakuan.

Tak dapat dihindari, perang pun pecah dan saat itu pasukan Sunda benar-benar dalam kondisi tidak siap. Pasukan Sunda yang terkejut itupun mulai berjatuhan, hingga membuat situasi semakin ricuh di pusat kota. Meski begitu, ada dua orang panglima sepuh dari Sunda yang dengan sigap segera memimpin pasukan dari istana untuk keluar menyerbu.

Perang pun berkecamuk di pusat kota Pakuan antara Sunda melawan pasukan Tambuh Sangkane. Walaupun pada akhirnya pasukan Sunda berhasil memukul mundur pasukan Tambuh Sangkane hingga menghilang ke hutan-hutan, kubu Sunda telah kehilangan dua panglima sepuh yang sangat berjasa. Kedua panglima itu adalah Tohaan Ratu Sarendet dan Tohaan Ratu Sanghyang. Kedua panglima sepuh yang sudah aktif membela Sunda sejak zaman Prabu Surawisesa itu akhirnya gugur di alun-alun kota.

Akhirnya serangan fatal itupun menjadi pemicu bagi para Punggawa untuk memakzulkan Prabu Sakti dari tahtanya. Pada tahun 1551, Prabu Sakti dikudeta dan Prabu Nilakendra pun ditunjuk sebagai penggantinya. Tapi lagi-lagi, Prabu Nilakendra berbeda total dengan Prabu Sakti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun