Mohon tunggu...
Satria Wildan
Satria Wildan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Padjajaran

Memiliki ketertarikan untuk meneliti isu-isu Kepartaian dan Kebijakan publik di Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Analisis Pengaruh Kekuasaan Terhadap Isu Ketimpangan Ekonomi

31 Desember 2024   18:28 Diperbarui: 31 Desember 2024   18:28 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

            Dalam pendekatan ekonomi politik, negara dipandang sebagai arena kekuasaan tempat berbagai aktor, seperti elit ekonomi, masyarakat sipil, dan lembaga internasional, berinteraksi untuk memengaruhi kebijakan. Oleh karena itu, keberhasilan negara dalam mengurangi ketimpangan sangat tergantung pada seberapa efektif kebijakan publik dirancang untuk melayani kepentingan masyarakat luas, bukan hanya kelompok tertentu.

            Salah satu langkah konkret yang dapat dilakukan negara adalah melalui kebijakan fiskal, seperti pengenaan pajak progresif dan redistribusi pendapatan. Pajak progresif memungkinkan negara mengumpulkan dana lebih besar dari kelompok berpenghasilan tinggi, yang kemudian dapat digunakan untuk mendanai program sosial seperti pendidikan, layanan kesehatan, dan jaminan sosial. Kebijakan ini telah terbukti berhasil di negara-negara seperti Swedia dan Norwegia, yang mampu menciptakan masyarakat yang lebih setara tanpa mengorbankan pertumbuhan ekonomi. Model ini menunjukkan bahwa distribusi kekayaan yang lebih merata bukan hanya ideal, tetapi juga realistis.

            Namun, kebijakan redistribusi sering kali menghadapi tantangan besar, terutama dari pengaruh kelompok elit yang memiliki kekuatan politik dan ekonomi. Dalam banyak kasus, kelompok ini menggunakan pengaruhnya untuk mendorong kebijakan yang melindungi kepentingan mereka, seperti pengurangan pajak korporasi atau perlindungan monopoli. Hal ini membuat negara berisiko menjadi alat pelanggengan ketimpangan daripada agen perubahan. Oleh karena itu, diperlukan institusi yang kuat, transparan, dan akuntabel agar kebijakan publik dapat terlepas dari pengaruh kepentingan sempit.

            Selain itu, negara juga dapat mengurangi ketimpangan melalui penciptaan lapangan kerja yang layak. Ini dapat dilakukan dengan meningkatkan investasi di sektor infrastruktur dan pelatihan tenaga kerja. Dengan memastikan investasi asing langsung (FDI) membawa manfaat nyata bagi masyarakat lokal seperti transfer teknologi atau pekerjaan dengan upah layak negara dapat memperluas peluang ekonomi bagi berbagai lapisan masyarakat. Kebijakan ini memberikan ruang bagi mereka yang sebelumnya tertinggal untuk berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi secara lebih setara.

           

Pengaruh Globalisasi Dalam Memunculkan Ketimpangan

            Globalisasi telah membawa banyak manfaat bagi perekonomian dunia, seperti peningkatan perdagangan, pertumbuhan ekonomi, dan kemajuan teknologi. Namun, di balik semua itu, globalisasi juga menciptakan ketimpangan ekonomi yang mencolok, baik di antara negara-negara maupun di dalam satu negara. Negara-negara maju, yang memiliki akses lebih baik terhadap teknologi, modal, dan jaringan perdagangan internasional, sering kali menikmati keuntungan yang jauh lebih besar dibandingkan negara-negara berkembang. Sebaliknya, negara berkembang yang bergantung pada ekspor bahan mentah sering kali terperangkap dalam posisi lemah dalam rantai pasok global, membuat mereka sulit untuk meningkatkan taraf hidup masyarakatnya secara merata.

            Ketimpangan ini juga tercermin dalam pasar tenaga kerja. Di negara-negara berkembang, investasi asing sering kali menciptakan lapangan kerja di sektor manufaktur, tetapi dengan upah rendah dan kondisi kerja yang kurang layak. Di sisi lain, pekerjaan dengan keterampilan tinggi yang mendukung pertumbuhan ekonomi global lebih banyak tersedia di negara-negara maju. Perbedaan ini diperburuk oleh akses pendidikan dan pelatihan yang tidak merata, membuat banyak pekerja di negara berkembang sulit bersaing dalam pasar tenaga kerja global yang semakin menuntut keterampilan tinggi.

            Selain itu, globalisasi memberikan peluang besar bagi perusahaan multinasional untuk mengoptimalkan keuntungan melalui praktik seperti penghindaran pajak atau memindahkan operasi ke negara dengan regulasi yang lebih longgar. Dampaknya, negara maju kehilangan pekerjaan dengan upah layak, sementara negara berkembang sering kali hanya menerima sedikit manfaat dari kehadiran perusahaan-perusahaan besar ini. Kondisi ini menuntut kebijakan global yang lebih adil dan kolaboratif agar manfaat globalisasi dapat dinikmati secara merata oleh semua pihak, bukan hanya oleh segelintir pelaku ekonomi yang sudah kuat.

Dilema Perdagangan Bebas  

            Perdagangan bebas sering diklaim mampu meningkatkan efisiensi ekonomi dan kesejahteraan global. Namun, dalam praktiknya, perdagangan bebas lebih sering menguntungkan negara-negara maju dengan akses teknologi dan modal. Sebaliknya, negara-negara berkembang sering kali terjebak dalam perdagangan produk primer dengan nilai tambah rendah. Sebagai alternatif, konsep perdagangan adil (fair trade) menawarkan pendekatan yang lebih manusiawi dengan memastikan bahwa produsen di negara berkembang mendapatkan harga yang wajar untuk produk mereka. Namun, penerapan perdagangan adil sering terbatas pada sektor kecil dan sulit bersaing dengan dominasi sistem perdagangan bebas global. Perusahaan multinasional (MNC) memainkan peran penting dalam ekonomi global, sering kali memiliki kekuatan lebih besar dibandingkan banyak negara berkembang. Mereka memanfaatkan arbitrase pajak dan biaya tenaga kerja murah untuk keuntungan mereka, meskipun hal ini sering kali merugikan pekerja dan lingkungan. Namun, beberapa MNC mulai mengadopsi praktik bisnis berkelanjutan sebagai tanggapan terhadap tekanan konsumen dan masyarakat sipil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun