Mohon tunggu...
Satria Rifma P
Satria Rifma P Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

konten akan berkaitan seputar kajian isu hubungan internsional

Selanjutnya

Tutup

Politik

Serumpun yang Tak Rukun

8 Juli 2023   14:34 Diperbarui: 8 Juli 2023   14:43 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Judul Buku                  : Menyingkap Tabir Hubungan Indonesia Malaysia: Menguak Fakta Dibalik Berbagai Sengketa Dua Negara

Penulis                         : Ali Maksum

Editor                            : Ahmad Sahide & Nur Alam Amjar

Penyunting                  : Nur Alam Amjar

Penerbit                       : The Phinisi Press Yogyakarta

Tahun Diterbitkan   : Cetakan I, September 2017

Jumlah Halaman        : x + 231 Halaman

Ukuran Buku              : 14,5 x 21 cm

Nomor ISBN              : 978-602-6941-20-6

Peresensi                     : Satria Rifma Permana

Menyebutkan dua negara yang memiliki hubungan harmonis sekaligus pelik membawa kita meneropong bagaimana hubungan yang terjalin antara Indonesia dan Malaysia. Kedua negara berada dalam satu kawasan serta memiliki banyak persamaan. Relasi Indonesia-Malaysia terbilang sangat berdinamika bagi sebuah negara yang bertetangga. Hubungan kedua negara tidak jarang menuju arah positif sekaligus menunjukkan gejolak ketegangan yang mewarnai interaksi antar kedua negara ini. 

Hubungan yang kerap mengalami pasang surut ini tidak hanya terjadi antar kedua pemerintahnya namun juga antar penduduk Indonesia dan Malaysia. Meskipun sering disebut negara serumpun, hubungan Indonesia-Malaysia tidak selalu harmonis. Perseteruan yang terus terjadi antara kedua negara tetangga membuatnya mendapat julukan " Serumpun yang Tak Rukun" yang diberikan oleh masyarakat internasional.

Membahas mengenai kerukunan dengan problematikanya, kita tidak lepas dari sebuah istilah psikologi Sibling Rivalry. Suatu istilah yang disematkan atas kompetisi yang dilakukan antar saudara kandung. Sebagaimana rivalitas yang sama terjadi antara Indonesia dan Malaysia sebagai negara serumpun yang kerap terlibat pertikaian. 

Sibling rivalry diukur dengan dua aspek yaitu kecemburuan antar saudara dan persaingan antar saudara. (Oktaviani F, 2019) Kedua aspek ini juga terlihat dari pola ketegangan yang terjadi antara Indonesia dan Malaysia seperti pada sebuah pertandingan sepak bola. Kedua tim nasional sepak bola bertemu pada event AFF pada akhir tahun 2021 yang berakhir dengan skor 4-1 untuk kemenangan Indonesia. 

Setelah laga usai, pendukung kedua negara saling terlibat pertikaian baik di dunia nyata maupun dunia maya. Pertikaian yang berawal dari pertandingan sepak bola kemudian merambat ke saling lempar ejekan kepada institusi negara. Hal ini tidak terlepas dari bagaimana kuatnya rivalitas dan kecemburuan yang muncul sebagai akibatnya. Ketegangan kedua negara juga terjadi dalam skala yang lebih besar melibatkan persoalan politik, ekonomi, budaya, dan perebutan wilayah.

 Ali maksum melalui bukunya yang berjudul Menyingkap Tabir Hubungan Indonesia Malaysia: Menguak Fakta Dibalik Berbagai Sengketa Dua Negara menguraikan bagaimana sebenarnya hubungan Indonesia dan Malaysia. Buku setebal 231 halaman ini terdiri dari V bab, yang tersusun paparan informasi dengan analisis yang dalam mengenai Tranformasi yang akan dibahas pada bab I. Pada bab II dan bab III akan membahas mengenai trend politik luar negeri dan sengketa wilayah yang melibatkan kedua negara ini. Persoalan saling klaim budaya khususnya Tari Pendet, Sengketa Pilpres 2009 hingga persoalan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dan pengangguran akan penulis paparkan pada bab IV dan bab V.

Peduli Walaupun Gengsi Sesekali Berkelahi

Layaknya interaksi kakak-adik, hubungan Indonesia dan Malaysia berjalan begitu dinamis. Pertengkaran dan keharmonisan mewarnai hubungan kedua negara sejak era presiden petama Indonesia Soekarno. Dinamika hubungan kedua negara terus berlanjut ke era Presiden  Indonesia Soeharto dan Perdana Menteri Malaysia Tun Abdul Razak. Bahkan, pada era tersebut dianggap sebagai "Tahun Emas" hubungan kedua negara (halaman 3). Hubungan kedua negara kerap mengalami pasang surut layaknya hubungan kakak beradik. Pada era kemerdekaan hubungan kedua negara terbilang sangat dekat ditenggarai oleh rasa nasionalisme antara pemuda sesama tanah melayu (halaman 4). Hubungan kedua negara juga sempat merenggang dan bergejolak dengan dikobarkannya operasi "Ganyang Malaysia" oleh Soekarno pada tahun 1963. 

Operasi tersebut adalah respon dari rencana penggabungan negara-negara bekas jajahan Inggris di kawasan Asia Tenggara. Soekarno menilai rencana penggabungan ini sebagai sebuah proyek neo-kolonialsme Inggris guna mengepung Indonesia. Malaysia kemudian dinilai sebagi kaki tangan imperalis barat (Kusmayadi, 2017). Sementara di sisi lain malaysia menganggap Indonesia era Presiden soekarno terlalu condong ke kiri komunis. Malaysia juga menuduh komunis menjadi pendukung operasi " Ganyang Malaysia" ini.    

Pola interaksi yang sangat dinamis dan terus mengalami pasang surut mempengaruhi tren Politik Luar Negeri (PLN) kedua negara. Secara resmi kedua negara tercatat telah menjalin hubungan diplomasi sejak tahun 1957 (halaman 13). Pada bab II buku ini membahas bagaimana dinamika PLN kedua negara pada era perang dingin,pasca perang dingin, dan faktor yang mempengaruhi sikap Indonesia ke Malaysia. Secara singkat penulis menjelaskan pada era perang dingin, hubungan PLN Indonesia dan Malaysia mangalami pasang surut. Ketegangan dan keharmonisan dapat terlihat dalam beberapa kejadian. Pada periode tahun 1957-1996 sikap PLN Indonesia sangat konfrontatif. Sebaliknya, perode tahun 1967-1980 Indonesia dan Malaysia menjalin hubungan yang harmonis (halaman 25).Hubungan kedua negara pasca perang dingin terbilang mengalami perubahan yang signifikan terutamam memaskui era reformasi yang membawa perubahan pada arah, corak, dan sikap PLN Indonesia-Malaysia.

Pada bab II penulis juga memaparkan faktor yang mempengaruhi sikap Indonesia ke Malaysia yang terdiri dari faktor internsional dan faktor nasional. Lebih dalam penulis menyebutkan setidaknya ada 4 faktor internasional yang berpengaruh terhadap sikap PLN Indonesia ke Malaysia seperti, faktor politik internasional, faktor pengaruh negara sekutu, faktor ketiga adalah ketergantungan ekonomi, dan faktor terakhir adalah regionalisme. Sementara faktor dalam negeri juga akan dipengaruhi oleh 4 aspek yaitu, aspek kepemimpinan, persaingan antar elite politik, nasionalisme, dan liberalisasi media.

Sengketa Perbatasan dan Perang Klaim Indonesia-Malaysia

Dinamika hubungan Indonesia-Malaysia tidak jarang menempatkan kedua negara dalam sebuah persolan. Selayaknya sebuah negara yang notabene saling berbatasan, sengketa perbatasan serta saling klaim wilayah tidak bisa dihindarkan. Tercatat sengketa perbatasan yang melibatkan Indonesia dan Malaysia sudah terjadi sejak kemerdekaan Malaysia 31 Agustus 1957 (halaman 48). Ali Maksum emlalui buku ini secara khusus membahas sengketa perbatasan Indonesia dan Malaysia dalam kasus ambalat. Ambalat merupakan sebuah wilayah yang terletak di  cekungan Tarakan Kalimantan Utara tepat di perbatasan Indonesia-Malaysia. Pada dasarnya wilayah ini bukanlah sebuah pulau, melainkan sebuah blok di dasar laut di kedalaman 2,5 km dan 12 mil laut dari garis pangkal kepulauan Indonesia (halaman 57). Hal ini memunculkan anggapan bahwa kasus Ambalat merupakan isu rebutan cadangan minyak bumi. Sebagaimana telah diprediksi blok ini menyimpan potensi minyak dan gas yang sangat besar.

Kasus ini tidak hanya terjadi dalam satu kurun waktu, seetelah sengketa pertama yang terjadi pada tahun 2005 kasus ini kembali terulang di yahun 2009. Kasus Ambalat II ini terbilang sangat berbau unsur politis (halaman 77). Kasus ini tidak hanya melibatkan kedua negara secara konstitusi, namun juga melibatkan masyarakatnya terutama masyarakat Indonesia di perbatasan dengan Malaysia di Nunukan, Sebatik, Kalimantan Timur. Bangkitnya kemarahan masyarakat Indoensia di daerah perbatasan tidak lain dipicu oleh aksi sepihak aparat keamanan Malaysia yang melarang nelayan Indoensia menangkap ikan di perairan Ambalat (halaman 81). Pada bab III ini penulis juga memaparkan tentang situasi politik internasional dan politik dalam negeri yang menjadi faktor penentu sikap Indonesia dalam kasus Ambalat.

Konflik yang terjadi melibatkan kedua negara ini tidak hanya sebatas konflik di perbatasan, namun juga melebar hingga konflik saling klaim kebudayaan salah satunya adalah Tari Pendet yang akan penulis jabarkan di bab IV. Letak geografis Indonesia dan Malaysia mejadi alasan mengapa kemudian banyak kebudayaan yang melebur di kedua negara. Kesamaan budaya, adat istiadat, dan agama mayoritas telah lahir dari konsep keserumpunan yang telah ada bahkan sebelum kedua negara memperoleh kemerdekaan. Kasus Tari Pendet pertama kali mencuat ketika pada tahun 2009 Stasiun TV International Discovery Networks Asia-Pasific menayangkan sebuah iklan pariwisata berdurasi 30 menit dengan judul "Enigmatic Malaysia" (halaman 105). Sebagai tambahan, Tari Pendek merupakan tari tradisional masyarakat Bali yang ditampilkan ketika ritual  sembayang umat Hindu Bali.  Isu Tari Pendet ini berhasil memicu ketegangan dan memanaskan hubungan kedua negara. Tensi yang panas juga terjadi di tengah-tengah masyarakat terutama masyarakat Indonesia. isu ini juga memicu terjadinya beberapa hal imbas dari memasanya situasi seperti isu sweeping warga Malaysia di Jakarta (halaman 131).

Saling Bergantung

Pada bab 5 dalam buku ini penulis akan memaparkan bagaimana hubungan Indonesia-Malaysia di sektor ekonomi terutama TKI. Dalam bab ini penulis memberikan analisis mendalam mengenai kontes sejarah TKI, beberapa problematika dan kasus yang menyelimutinya, implikasi TKI ke di politik dalam negeri, hingga faktor yang mempengaruhi sikap Indonesia ke Malaysia dalam kasus TKI. Secara singkat membahas tentang TKI menarik kita menelurusi sejarah panjang kedua negara ini. Kasus-kasus yang melibatkan TKI kemudian terjadi imbas dari interaksi yang tidak berjalan dengan baik dan stabilitas politik kedua negara. Hubungan Indonesia dan Malaysia juga sempat menegang imbas dari kasus TKI yang pernah terjadi. Tidak bisa dipungkiri bahwasanya TKI menjadi bagian penting dan punya pengaruh terhadap perkembangan dinamika hubungan kedua negara.

Catatan Kritis Peresensi

Sebuah bacaan yang lumayan menarik. Buku karya Ali Maksum berjudul Menyingkap Tabir Hubungan Indonesia Malaysia: Menguak Fakta Dibalik Berbagai Sengketa Dua Negara ini memebrikan pembacanya banyak informasi. Buku ini akan membawa kita melihat dimensi yang lebih jauh mengenai hubungan Indonesia dan Malaysia. Pembahasan yang diajukan penulis sangatlah tajam dan mendalam. Jika selama ini kita hanya melihat hubungan kedua negara dari sudut pandang yang jauh, mrlalui buku ini kita bisa melihat realitas yang ada secara lebih dekat. Analisis penulis yang ciamik dalam menuangkan ide-idenya membuat buku ini akan menarik minat anda, terutama ketika anda adalah seseorang yang menyukai dunia politik dan intrik yang terjadi didalamnya. Sangat menarik bagaimana penulis menggabungkan pembahasan dengan contoh kasus nyata yang pernah terjadi, tidak hanya pada masa lalu, namun juga di masakini. Kerangka pikiran yang penulis implementasikan dalam buku ini mempermudah kita memahami situasi rill dinamika hubungan kedua negara. Pembahasannya juga komplit dan dekat dengan kita.

Segi bahasa dan isi dalam buku ini penulis ciptakan dengan bahasa yang tidak begitu rumit. Sedikit membingungkan bagi orang awam yang tidak pernah mengikuti perkembangan hubungan kedau negara namun masih bisa dipahami. Tedapat beberapa istilah maupun singkatan politik di dalam buku ini, namun penulis telah memberikan keterangan di halaman awal buku. Ada beberapa hal yang masih bisa ditingkatkan dalam buku ini, terutama mengenai ketelitian dan kesalahan tulisan. Seperti yang terjadi pada bagian dartar isi, terdapat kesalahan pada penulisan bab ke 6. 

Dimana dalam buku ini tertulis Bab 5 yang seharusnya merupakan Bab 6 sebagai penutup buku ini. Kesalahan lain terjadi pada halaman 135, penulis memberikan bahasan dengan sub judul " Faktor Penentu Sikap Indonesia dalam Kasus Ambalat" pada bab 4. Pada bab tersebut membahas tentang Kasus Tari Pendet, jelas kesalahan input ini tidak dalam konteks pembahasan bab tersebut. Secara keseluruhan, buku ini layak untuk dibaca, terutama untuk kalian yang sangat menyukai dan mengikuti kontestansi negara serumpun ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun