Mohon tunggu...
Satria Adhika Nur Ilham
Satria Adhika Nur Ilham Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Nominasi Best in Spesific Interest Kompasiana Awards 2022 dan 2023 | Movie Enthusiast of KOMiK 2022

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Review Film "Badarawuhi di Desa Penari", Horor Penari yang Lebih Mencekam Dibanding Film Pendahulunya

14 April 2024   19:02 Diperbarui: 15 April 2024   00:45 1252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Badarawuhi di Desa Penari. (Dok Youtube/MD Pictures 

Siapa yang tidak mengenal KKN di Desa Penari? Film yang diangkat dari cerita karya SimpleMan tersebut berhasil menjadi film Indonesia terlaris sepanjang masa, dengan raihan 10 juta penonton. 

Melihat kesuksesan tersebut, nampaknya MD Pictures tertarik untuk kembali mengangkat kisah desa penari ke layar lebar. Kali ini, MD Pictures mengeluarkan prequel dari KKN di Desa Penari yang berjudul Badarawuhi di Desa Penari. 


Badarawuhi di Desa Penari bercerita tentang Mila (Maudy Effrosina) yang pergi ke desa penari bersama dengan kakaknya, Yuda (Jourdy Pranata), dan juga temannya. 

Mila memiliki ibu yang sedang mengalami sakit keras, dan satu-satunya cara yang dapat ia lakukan untuk menyembuhkan ibunya adalah dengan mengembalikan barang sakral yang dimiliki ibunya kepada Badarawuhi (Aulia Sarah), sang pemimpin di Desa Penari.

Mila harus bertemu dengan Mbah Buyut (Diding Boneng), yang sayangnya sedang ada urusan lain. Terpaksa, ia bersama dengan kakak dan temannya harus menginap di salah satu rumah milik warga, yakni rumah Ratih (Claresta Taufan). Ratih banyak membantu Mila untuk menemukan desa penari yang dicarinya selama ini.

Ketika menunggu Mbah Buyut tiba, Mila menghadapi teror dari Badarawuhi di berbagai tempat. Ia terus diikuti dan diajak untuk bergabung menjadi penari ghaib di desa tersebut. Mila terus menolak, tapi Badarawuhi tak tinggal diam. Ia terus mengerahkan segala cara agar Mila mau bergabung dengannya.

Akankah Mila berhasil terlepas dari teror Badarawuhi dan berhasil menyelamatkan ibunya?

Badarawuhi di Desa Penari merupakan film prequel yang disutradarai oleh Kimo Stamboel, dan naskahnya ditulis oleh Lele Laila dan SimpleMan. Berdurasi 122 menit, film ini dibintangi oleh Aulia Sarah, Maudy Effrosina, Claresta Taufan, Jourdy Pranata, dan pemain lainnya.

Apa yang membuat film ini menarik untuk ditonton? Yuk simak, ini review-nya!

Naskah yang Lebih Rapi Dibanding KKN di Desa Penari

Mila yang sedang mandi dan mendapat teror dari Badarawuhi. Sumber foto: MD Pictures.
Mila yang sedang mandi dan mendapat teror dari Badarawuhi. Sumber foto: MD Pictures.

Permasalahan terbesar yang ada pada film KKN di Desa Penari adalah ceritanya yang melompat-lompat tanpa benang merah yang jelas. Untungnya hal tersebut dapat dibenahi dalam film Badarawuhi di Desa Penari. 

Banyak yang merasa bahwa Badarawuhi di Desa Penari memiliki cerita yang sama dengan KKN di Desa Penari. Namun, menurut saya, ceritanya jauh berbeda. Premis KKN di Desa penari adalah segerombol mahasiswa yang ingin melakukan KKN, sedangkan Badarawuhi di Desa Penari adalah tentang Mila yang hendak menyelamatkan ibunya.

Lebih tepat jika mengatakan bahwa Badarawuhi di Desa Penari hadir seperti remake KKN di Desa Penari, namun dengan cerita dan motivasi karakter yang berbeda. Film ini seakan menutupi seluruh kekurangan film pendahulunya, dan mengajak kita mengenal kembali desa penari dari awal.

Badarawuhi di Desa Penari memiliki storytelling yang lebih rapi dibandingkan film pendahulunya. Naskah buatan Lele Laila terasa lebih baik dari segi penceritaan. 

Penonton akan dengan mudah memahami dan mengikuti cerita dari filmnya, tanpa perlu menemukan kejanggalan-kejanggalan dan mempertanyakan tindakan irasional dari tiap karakternya.

Semua karakter di film ini mempunyai penokohan yang cukup kuat. Bahkan karakter Yuda (Jourdy Pranata) yang dikatakan tak berguna pun sebenarnya memiliki tujuan yang cukup jelas, yakni hadir sebagai sosok kakak yang membantu adiknya. Ia memang tak banyak membantu, namun hal tersebut diwajarkan karena yang bisa masuk ke desa penari hanyalah yang terpilih saja.

Namun, perlu diakui bahwa sebagian karakter laki-laki yang menemani Mila ke Desa Penari seharusnya punya 'andil' yang lebih berguna dalam filmnya.

Selain itu, film ini terasa kurang sesuai dengan judulnya dan lebih terkesan seperti "Mila di Desa Penari" dibandingkan dengan "Badarawuhi di Desa Penari". 

Mengapa? Karena walaupun film ini memberikan screentime yang cukup banyak pada karakter Badarawuhi, filmnya belum mampu mengeksplorasi latar belakang dari Badarawuhi itu sendiri, dan bagaimana awal hubungannya dengan penduduk desa.

Horor Mencekam Ala Kimo Stamboel

Badarawuhi (Aulia Sarah) yang sedang memaksa Mila (Maudy Effrosia). Sumber foto: MD Pictures
Badarawuhi (Aulia Sarah) yang sedang memaksa Mila (Maudy Effrosia). Sumber foto: MD Pictures

Eksekusi naskah Badarawuhi di Desa Penari juga berada di tangan yang tepat, yakni Kimo Stamboel. Ia mampu mendirect film ini dengan sangat apik dan mampu menghadirkan ciri khas yang ia punya dalam setiap teror yang ditampilkan, yakni elemen gore. Walau levelnya tidak terlalu sadis, teror yang Kimo hadirkan tetap membuat nuansa filmnya lebih mencekam.

Kimo cukup piawai membangun atmosfer horor. Tata kamera dan sinematografi kelas wahid dihadirkan dengan sangat indah, menyorot nuansa pedesaan di Indonesia dan keindahan alamnya yang luar biasa. 

Tatkala berhadapan dengan nuansa horor, Kimo mampu membangun set yang meyakinkan, dengan sorotan kamera yang megah (khususnya ketika ritual tarian), dan puncaknya ada pada bagian klimaks film ini.

Ya, koreografi tarian yang luar biasa indah, dibantu dengan skoring musik yang mendukung membuat saya sebagai penonton tak berhenti menatap kagum. Format filmnya memang layak untuk tayang disaksikan di layar sebesar IMAX, karena penonton akan termanjakan dengan visual dan sisi teknis yang mengagumkan.

Film ini bukan tipikal film horor yang banyak jumpscare dan penampakan, melainkan film horor yang lebih menonjolkan unsur mistis dan budaya, serta horor atmosferik yang lebih menyorot nuansa dari filmnya.

Penampilan Luar Biasa dari Claresta Taufan dan Maudy Effrosina

Mila (Maudy Effrosina) dan Ratih (Claresta Taufan) dalam film Badarawuhi di Desa Penari. Sumber foto: MD Pictures
Mila (Maudy Effrosina) dan Ratih (Claresta Taufan) dalam film Badarawuhi di Desa Penari. Sumber foto: MD Pictures

Apresiasi setinggi-tingginya untuk karakter Ratih yang diperankan oleh Claresta Taufan. Ia amat piawai dalam mengutarakan gejolak emosi karakternya melalui ekspresi dan mimik wajah yang sesuai. Penonton dapat merasakan beratnya beban yang sedang ditanggung oleh Ratih, dan membuat penonton bersimpati pada karakternya. 

Maudy Effrosina yang berperan sebagai Mila juga cukup mampu menghidupkan karakternya dengan baik. Terutama di beberapa adegan tarian, ia mampu membawakannya secara lihai. 

Duet Maudy dan Claresta ketika berhadapan dengan adegan tarian adalah puncak keseruan film ini. Kita dapat melihat kualitas akting yang apik dari keduanya, tatkala kedua karakternya harus menari sembari menunjukkan ekspresi wajah yang kontras (wajah yang terlihat menolak, namun tubuhnya tetap menari dengan lihai).

Aulia Sarah yang berperan sebagai Badarawuhi berhasil tampil creepy. Senyuman khasnya dengan aura mistis dan sensual berhasil membuat penontonnya takut tatkala karakternya muncul. 

Kombinasi Aming dan Dinding Boneng memberikan penokohan yang lebih dalam pada karakter Mbah Buyut, yang bukan hanya sekadar figur dukun biasa, melainkan juga menaruh kepedulian terhadap warga desa.

Lemah Ketika Berhadapan dengan Adegan Drama

Mila (Maudy Effronsia) dan Ratih (Claresta Taufan) yang sedang mengalami teror dari Badarawuhi. Sumber foto: MD Pictures
Mila (Maudy Effronsia) dan Ratih (Claresta Taufan) yang sedang mengalami teror dari Badarawuhi. Sumber foto: MD Pictures

Badarawuhi di Desa Penari gagal menampilkan hubungan dramatis antara hubungan ibu-anak yang muncul dalam babak ketiga film ini. Filmnya kurang mampu mengeksplorasi lebih dalam hubungan orangtua dan anak dari karakter Mila dan ibunya. 

Alhasil, tatkala adegan drama tampil ke dalam layar, penonton kurang mampu bersimpati dengan karakternya, dikarenakan kurangnya chemistry yang terjalin sejak awal, serta kurangnya naskah solid yang menceritakan kedekatan hubungan keduanya.

Badarawuhi (Aulia Sarah) dalam film Badarawuhi di Desa Penari. Sumber foto: MD Pictures
Badarawuhi (Aulia Sarah) dalam film Badarawuhi di Desa Penari. Sumber foto: MD Pictures

Itulah review saya mengenai film Badarawuhi di Desa Penari. Apakah kamu tertarik untuk menontonnya?

Badarawuhi di Desa Penari berhasil mengungguli film pendahulunya dalam berbagai aspek. Naskah yang lebih rapi, didukung dengan penyutradaraan khas Kimo yang mencekam dan menghadirkan pilihan shot yang megah nan indah. Puncaknya ada pada bagian klimaks, yang menampilkan mistisme yang penuh misteri namun juga memiliki pencapaian estetika yang tinggi.

Walaupun judulnya kurang merepresentasikan isi filmnya secara keseluruhan, yakni karakter Badarawuhi yang kurang digali lebih dalam, setidaknya Badarawuhi di Desa Penari berhasil menunjukkan bahwa film ini memang horor tentang para penari. Juga menjadi bukti bahwa Kimo Stamboel layak dikatakan sebagai dokter film horor Indonesia.

Rating pribadi: 7.5/10

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun