Bagi penonton non-pembaca seperti saya, rasanya Asterix & Obelix: The Middle Kingdom terlalu bertele-tele dalam segi penceritaan.Â
Babak awalnya hanya mengandalkan dialog-dialog lucu yang mungkin hanya dapat dirasakan oleh pembaca komiknya saja.
Cerita dalam Asterix & Obelix: The Middle Kingdom bukanlah adaptasi cerita dari komiknya, melainkan film yang murni dengan ide cerita sendiri. Seharusnya hal tersebut dapat dimanfaatkan oleh Guillaume Canet dan Julien Herve sebagai sutradara dan penulis naskah, untuk lebih mengeksplorasi ceritanya dan menguatkan karakterisasi Asterix & Obelix.
Alih-alih menghadirkan hal tersebut, penonton hanya disuguhkan tingkah laku konyol yang dilakukan oleh dua karakter utamanya.Â
Memang, chemistry keduanya sebagai sahabat terbangun dengan cukup baik berkat hal tersebut, namun hanya berhenti sampai disitu. Penonton, khususnya yang bukan pembaca, sulit untuk bersimpati pada karakternya.
Konfliknya sejatinya menarik, ketika Tiongkok bekerja sama dengan Prancis untuk membebaskan permaisuri dari kudeta. Hanya saja, hal tersebut malah dibuyarkan dengan tambahan bumbu romansa yang tidak tepat sasaran.Â
Plotnya kehilangan arah, antara ingin fokus menghadapi konflik, menyorot hubungan romansa, atau menjadi parodi sejarah.
Banyak adegan dan dialog-dialog yang tak punya pengaruh signifikan, dan membuat filmnya yang hampir berdurasi 2 jam ini terasa terlalu panjang.Â
Suguhan aksi dan komedi yang berhasil mengundang tawa
Sejatinya kekurangan yang tadi saya sebutkan dapat tertutupi jika kita menonton dengan tujuan mencari komedi absurd yang membuat penontonnya terbahak-bahak.Â