Wajar saja, jika ditampilkan semua, durasinya bisa lebih panjang, dan alangkah baiknya jika hal tersebut ditampilkan nanti.
Seperti yang saya bilang diatas, pencurian yang dilakukan oleh para anak muda ini dibuat tak langsung berhasil mulus. Rencana yang mereka anggap sudah sempurna itu ternyata masih punya banyak celah yang dapat menjadikan mereka gagal.Â
Ya! Film ini berhasil menunjukkan bahwa mereka bukanlah pencuri profesional, mereka hanyalah remaja yang menjadi pencuri amatiran. Hal tersebut juga yang membuat karakter-karakter di film ini mulai berkembang.
Sehingga ketika paruh kedua film ini berjalan, penonton akan merasakan kagum nan tegang dengan rencana serta aksi mereka yang perlahan mulai lebih baik.Â
Hal ini juga menunjukkan bahwa anak muda ini belajar dari kesalahan. Solidaritas dan kerjasama antar karakternya akan membuat penontonnya semakin mencintai film ini.
Masing-masing karakter mengisi perannya dengan sangat baik. Tak ada karakter yang terlalu menonjol di film ini. Semua sesuai porsi, dengan skill keahlian masing-masing yang membantu jalannya pencurian lukisan ini.
Piko (Iqbal Ramadhan) tampil dengan cerdas, bagaimana ia mampu memalsukan dan melukis lukisan dengan sama persis seperti yang asli akan membuat penontonnya terkagum-kagum. Karakternya yang paling banyak mengeluarkan berbagai emosi, dan sisi akting seorang Iqbal Ramadhan benar-benar tereksplor di film ini.
Ucup (Angga Yunanda) tampil dengan cool, dengan gayanya yang menjadi pemimpin komplotan pencurian ini. Ide-ide yang dikeluarkan oleh Ucup dihadirkan dengan cerdas dan masuk akal, yang akan membuat penontonnya mengangguk-angguk setuju dengan idenya.
Gofar (Umay Shahab) tampil dengan menghibur, celetuk bicaranya terdengar natural, komedi yang ia keluarkan pun terasa nyata, tak seperti dibuat-buat. Penonton akan dengan mudah mencintai karakternya, dan tertawa dengan komedinya.
Tuktuk (Ari Irham) terlihat keren ketika aksi balap-balapan di jalanan Kota Tua, chemistry-nya dengan Gofar (Umay Shahab) juga membuat penonton percaya bahwa mereka adalah kakak adik. Sayangnya, latar belakang dan proses Tuktuk menjadi pembalap jalanan yang hebat belum berhasil dieksplor lebih dalam.Â
Sarah (Aghniny Haque) tampil dengan memukau. Kita tahu bahwa Aghniny memang atlet beladiri, tapi di film inilah kualitas bela diri Aghniny benar-benar ditunjukkan. Kamera yang menyorot ketika adegan aksi yang ia lakukan juga berhasil memukau saya sebagai penonton. Aksinya dengan gaun berwarna merah adalah puncaknya.
Fella (Rachel Amanda) tampil dengan elegan dan berkelas. Kualitas akting seorang Rachel Amanda meningkat pesat di film ini. Kita akan dengan mudah merasa kagum dan merasa bahwa Fella merupakan karakter yang paling keren, terutama cara bagaimana ia berperan besar dalam membantu komplotan ini untuk melakukan pencurian.
Dan selain dari akting para pemain utamanya tadi, pemeran pendukungnya seperti ayahnya Piko, hingga Permadi, mampu hadir dengan baik dan mampu membuat emosi para penontonnya terpacu.
Film ini juga amat kental menyindir unsur politik, melalui karakter Permadi yang digambarkan sebagai mantan presiden yang turun dikarenakan kasus yang dilakukan oleh anaknya, sehingga membuatnya terpaksa mundur. Kemudian Permadi berencana untuk balas dendam dengan mencuri lukisan di Istana Presiden.
Kejadian Permadi ini sejatinya menunjukkan betapa kejinya seseorang dalam masalah politik, hal apapun dapat ia lakukan demi menggapai kekayaan.