Bu Inaranti menyentuh tanganku dan menggenggamnya.
"Setidaknya kamu bisa lebih lega ketika menceritakan masalahmu."
Aku menarik tanganku, dan membalas dengan malas. Jujur, aku paling tidak suka jika ada orang yang ikut campur masalahku.
"Tidak akan ada yang bisa memahami masalahku."
Baiklah, tampaknya aku berhasil membuat Bu Inaranti terdiam. Guru BK tersebut mengambil satu buku kecil di rak buku, lalu menyerahkannya kepadaku. Aku membaca sekilas, namanya buku diary. Ah, buat apa bu Inaranti memberiku buku tak berguna ini?
"Janji kau akan melakukan ini." Ucap Bu Inaranti dengan wajah tersenyum.
Aku masih diam dan menatap Bu Inaranti dengan tatapan tak peduli.
"Mungkin bisa membuatmu lebih gembira dan lega." Bu Inaranti kembali tersenyum, wajahnya yang mulai berkeriput ditambah dengan senyuman hangatnya membuatku sedikit percaya dengan perkataannya.
Aku mudah naik pitam. Aku tak mau begitu, tapi itu spontan. Ini karena kakakku meninggal musim kemarau lalu.
"Kini aku harus menulis apa? Aku tak paham."
"Apapun. Segalanya. Apapun yang terpikirkan."