Bukankah Perbankan akan menikmati fenomena itu semua? Dimana jasa perkreditan laris-manis, dan memacu daya beli-konsumsi masyarakat.
Menurut saya, bisa jadi iya bagus dalam sisi eksistensi jasa perbankan. Namun bisa dinilai jelek buat kesehatan perbankan, jika saja tidak disertai dengan proses pengawasan dari segala aktivitas spekulatif ekonomi tadi.
Nah, kedua momen --Pilpres dan Lebaran-Â tadi bisa saja menjadi penguji kebijakan Makro-prudensial yang sudah dan sedang dilakukan Bank Indonesia, secara senyap dan masih asing oleh Publik.
Dan mungkin, hanya kebijakan Mikro-prudensial oleh OJK yang baru kita ketahui-kan?
Stabilitas Ekonomi Indonesia dalam angka kini! Â
Tahun 2019, -rentan tiga bulan terakhir- yang bersamaan pada momen Politik dan lebaran, pertumbuhan ekonomi Indonesa tidak beranjak lebih tinggi di atas 5%.
Tercatat pada saat lebaran, masyarakat menengah ke atas menahan konsumsinya pada awal tahun, dikarenakan banyak faktor. Utamanya, disinyalir adalah kenaikan harga tiket pesawat, yang merembet pada konsumsi lainnya.
BPS mencatat, masyarakat golongan bawah memliki hanya memiliki porsi 17.47%, meski pemerintah telah menyalurkan kebijakan populis dengan Bansos dengan presentase  kenaikan mencapai 106.6% dari penyaluran 2018, yang berjumlah Rp 37 Triliun.
Dari survei Bank Indonesia menyatakan dalam rentan waktu tadi kredit konsumsi terlihat tumbuh melamban dibandingkan penggunaan lain. Ini bisa ditafsirkan lain-lain sebagai masalah ekonomi dalam kacamata politik-kan?