Malam itu perut kami mulai lapar. Ada sisa dua pax nasi bungkus, lekas kuberikan Her dan juga Kevin yang menggerang lapar.
"Pak Her dan kevin makan dulu ya," Pintaku.
Anggi yang jua terserang lapar, lekas mengeluarkan koleksi coklat yang memenuhi tasnya. Tapi, Kanaya masih terdiam tegang.
"Ini masih ada Coklatnya, buat nge-nyangin perut," Ujar Anggi dengan senyuman kepada kami.
Ajaib, Minibus tua mulai berjalan maju. Dalam kondisi radiator yang bocor, tentu saja mesin mudah panas lagi. Padahal jarak tempuh masih 35 Km menuju Penginapan.
"Nanti setiap 8 Km kita berhenti dulu ya, kita cek lagi airnya, dan isi," Ujarku.
Petualangan dimulai gelap malam di sepanjang jalan menawarkan sejuta keindahan. Aneka binatang malam, lukisan pekatnya malam menyapa kami.
“Ya ampun, kuskus lucu,” Celetuk Anggi, dan meminta mobil berhenti , lalu keluar menjepret objek itu. Kakinya terjerembab lubang.
“Kakiku,” jeritnya
Aku bergegas keluar, menuntunnya kembali ke mobil.
Salep pereda nyeri milik Fred masih tersisa, kugunakan pada kaki Anggi yang sakit.