Sebanyak 67 perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) menguasai lahan 1.624.316,49 Ha, dan 5 kontrak karya seluas 29.201,34 Ha.
Dari kebijakan moratorium ini, Pemprov Kaltim mengklaim setidaknya dari 1404 izin tambang yang telah dibagi-bagi, terdapat 826 izin tambang yang akan dicabut, yang sedianya akan beroperasi di areal 2.48 Juta Ha.
Memang pemanfaatan kawasan hutan untuk kegiatan pertambangan dan kelapa sawit merupakan pengguna kawasan hutan terbesar di Kaltim, dimana kawasan Tahura Bukit Soeharto ikut menjadi bidikan selanjutnya dalam meraup pundi APBD semata.
Padahal kita sangat paham jika pertambangan batubara adalah penyumbang deforestasi terutama dilihat jumlah area lahan yang telah digunakan.
Saya ingin mengatakan bahwa kebijakan Moratorium ini baik, jika benar ada komitmen dari para kepala daerah yang memiliki hak otonom dalam pengelolaan SDA wilayahnya.
Artinya, juga Pemda harus giat mencari ide creative lainnya menggarap sektor non-SDA yang dapat diharapkan dalam menjalankan pembiayaan pembangunan daerah.
Terlepas kebijakan Moratorium masuk dalam kebijakan populis atau politis. Saya kira segenap masyarakat yang peduli lingkungan untuk terus mengawalnya.
Di mana semua elemen masyarakat, pertama harus diedukasi sehingga mengerti dan sadar jika apapun aktivitas pertambangan di areal hutan yang tidak diiikuti oleh kegitan revegetasi dan reklamasi merupakan tindakan penghilangan hutan yang illegal.
Meskipun legalisasi negara dalam menghilangkan hutan melalui rumusan perundang-undangan yang kurang cukup mengatur kegiatan reklamasi termasuk praktik pemerintah daerah yang tidak melakukan pengawasan pelaksanaan reklamasi pertambangan batubara di area kawasan hutan. Disinilah titik, kebijakan Moratorium tadi bisa dibuktikan komitmennya.
Mendesak Pemda Kaltim membuat kebijakan yang lebih keras tentang pelarangan aktivitas pertambangan selain moratorium tambang, menurut saya masih sulit.
Karena pelarangan eksploitasi tambang tentu berbenturan dengan UUD 45 dan UUD nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara. Ini seperti dilemma, di satu sisi merupakan kehendak masyarakat yang mau mengharamkan aktivitas pertambangan dan di sisi lainnya amanat UUD justru membolehkannya dan secara yuridis kedudukan UUD lebih tinggi dari Perda.