Jika disandingkan angka 58 dengan 42, Â anak kecil saja sudah tahu, angka 58 itu lebih besar. Namun anehnya dalam politik kok bisa saja beda? Iya itulah, fakta yang tergambar dari Survey Litbang Kompas yang baru saja merilis hasil survey elektabilitas Pilgub Jatim antara Khofifah -- Emil Dardak dan Gus Ipul -- Putu Guntur,Senin, (12/03). Dan hasilnya cukup mengejutkan eh !
Dukungan 58 kursi yang mendukung Gus Ipul --Puti kalah tipis 0.5 % dari pasangan Khofifah -- Emil Dardak yang hanya didukung 42 kursi di DPRD Â Jatim. Hasil lengkapnya, pasangan Khofifah --Emil meraup 44.5 % sedangkan Gus Ipul hanya 44%. Tipis memang !
Dengan gambaran perolehan ini, tentu akan menjanjikan keseruan efektivitas strategi pemenangan keduanya, mendekatai hari pencoblosan dalam waktu 2.5 bulan kedepan. Dalam perbicanagan dengan Kompas TV, PDIP yang diwakili Hugo Pareira, menanggapi santai perolehan survey itu dengan mengatakan mesin partai memang masih belum berkerja dengan maksimal.
Namun sama jua dengan Andi Nurpati yang juga enteng mengungkapkan jika mesin partai koalisi Khofifah yang dimotori partai Demokrat, juga belum-lah bekerja dalam meraup suara mandat masyarakat Jatim.
Lalu hasil ini ulahnya siapa?
Dalam banyak ulasan di perbincangan itu, dikatakan suara NU yang dominan di Jatim telah berbagi rata kepada kedua pasangan calon, Â baik Gus Ipul dan Khofifah. Karena keduanya merupakan sosok NU yang memiliki massa yang loyal pula.
Namun jangan khawatir sebenarnya masih ada dua kelompok segmen pemilih lagi yakni, pemilih rasional dan pemilih Millenial, yang bisa dijadikan proyek untuk digarap dalam mendongkrak perolehan suara nanti.
Nah, tentu saja melihat hasil survey itu tentu akan memukul rasa optimisme Tim-ses Gus ipul dan Puti, terutama partai pengusungnya yakni PKB dan PDIP, karena mereka berdua adalah penguasa di Jatim. Dengan perolehan kursi sebanyak 39 kursi dan bertengger sebagai pememng dalam Pileg Jatim 2014.
Lalu Bagaimana dengan pengaruh kedua partai lain yang juga ikut dalam koalisi Gus Ipul-Puti Guntur? Yakni Gerindra dan PKS? Apakah memberikan hasil yang positif dalam perolehan suara dalam Pilgub nantinya? Jika tidak, bisa saja koalisi Gus Ipul memang bernyawa 39 kursi saja dan membuat laju electoral melamban. Dan angka itu lebih kecil dari 42, dan wajarlah kalah secara matematis dan bisa jadi secara politik !
Karena Like Dan Dislike Dua Kelompok Politik Saat Ini?
Pilgub Jatim kental sekali dengan Pilpres mendatang, sehingga bisa saja ada anggapan jika Jatim adalah kunci kemenangan dalam  Pilpres selanjutnya. Sehingga usaha maksimal akan selalu dilakukan dalam mencapai hasil yang diinginkan, apalagi kalau bukan kemenangan.
Dalam konteks Pilpres terdahulu, membelahnya dua opini dalam dukungan sangat terasa ke dalam dua kelompok besar tadi. Artinya Dengan dekatnya pusaran kepentingan Pilgub Jatim di Pilpres nanti bisa saja faktor like and dislikepemilih di Pilpres lalu akan berjalan  linear dalam kontestasi Pilgub Jatim ini.
Jika, berbicara Like dan Disliketentu saja, program sebagus apapun yang ditawarkan oleh pasangan calon tidak pernah akan menggoda para pemilih dalam menyerahkan mandatnya di Pilgub nanti. Meski suara mereka diarahkan oleh partai pilihannya sendiri.
Susanaa tersebut terasa sekali di dalam dunia maya, dimana dukungan Gerindra atau PKS terhadap koalis Gus Ipul selalu menjadi perdebatan simpatisannya sendiri. Dalam setiap perdebatan tentu tidak pernah memandang salah atau benar, karena loyalitas kedua kelompok Pilpres terdahulu tetap memperjuangakan pilihan awal mereka. Bisa jadi, momen tersebut merupakan pertimbangan Gerindar-PKS dalam memutuskan dukungan ini?
Nah, Apa yang terjadi di Pilgub Jatim, mungkin seperti itu. Coba bayangkan saja, bagaimana bisa air bercampur dengan minyak, jika membayangkan sulitnya PDI dan Gerindra, apalagi dengan PKS bersatu dalam satu wadah dengan tujuan poliitk yang sama. Meski ya Pilkada disebut-sebut lebih cair daripada suasana Pilpres. Namun Jatim ini bisa berasa Pilpres.
Gerindra Dan PKS Dan Tujuan Politik Pilpres 2019 mendatang !
Keputusan Gerindra dan PKS untuk mendukung koalisi Gus Ipul-Puti memang akan memiliki alasan dan tujuan politik tertentu. Bisa jadi postif dan negative terhadap Gus Ipul-Puti. Dalam konteks 'mengerem'menjamurnya Trah Megawati melalui Puti Guntur di Jatim. Tapi yang namanya politk syah saja sih.
Apalagi melihat tidak berdaya-nya koalisi oposan pemerintah ini dalam membentuk poros baru di Jatim. Yang sebenarnya peluang itu ada, namun belum sepenuhnya dimaksimal. Akhirnya entah mengapa Gerindra-PKS menyerah dan merapat ke Gus Ipul dan sisanya PAN mencari aman ke kubu Khofifah.
Pertanyaan yang lucu juga bisa berkata, kenapa Gerindara-PKS tidak sekalian saja berpihak ke kubu Khofifah untuk mempertegas posisinya sebgai oposan pemerintah, karena ada PDIP-P disana bersama Puti Guntur yang menjadi representasi Mega.
Dan memang ini bisa saja dipandang sebagai salah satu strategi mereka? Apakah kehadirannya bisa dianggap merusak kesolidan partai pengusng PKB dan PDI-P untuk memenangi Pilgub Jatim. Atau bisa sebaliknya? Itu perlu usaha yang keras dalam mengkordinasikannya kepada seluruh anggota koalisi, saya kira.
Kehadiran Puti Guntur Dalam Perolehan Suara, Atau Sukarwo?
Eh, bisa jadi memang karena faktor Puti Guntur yang belum familiar bagi masyarakat Jatim? Jika memang iya, Faktor like and dislike berpotensial bakal ada, dimana meski setengah mati PDIP mencoba mengarahkan simpatisannya untuk memilih pasangan Gus Ipul-Puti, jika mereka dislike mau apa?
Takutnya adalah, bisa saja faktor like dan dislike bisa menghinggapi massa PKB, Gerindra, PKS atau PDIP sendiri dalam menberikan mandat itu. Mengapa bisa terjadi seperti itu? Semua masih saja berkaitan dengan menghangatnya isu-isu terdahulu menyangkut faktor SARA. Terlebih dikaitkannya Ahok dalam pusaran pertimbangan setiap pemilih koalisi ini, yang telah melekat dalam tubuh PDIP.
Tapi tak lantas dua opsi itu benar semua, jangan lupakan faktor Sukarwo lho! Gubernur aktive Jatim ini masih punya invisible-hand bagi Khofifah-Emil dalam meraup suara. Bagaimanapun juga nama Sukarwo yang juga kader Demokrat masih berkibar dan berpengaruh pada pemilih Jatim nanti. Dan faktor itu bisa membuat kita tidak panik dalam melihat survey Litbang Kompas ini.
Masih ada kesempatan untuk mendongkrak perolehan suara Gus Ipul. Kemenangan ini tentu saja akan berharga bagi PKB, dimana pertaruuhan nama penguasa menjaid hal utama. Sama halnya dengan PDIP yang mulai masuk berinvestasi dari seorang Puti Guntur yang akan menjadi pewaris titah Sukarnois PDIP dalam pertarungan Politk masa depan.
Nah, apapun yang terjadi dalam pencoblosan nanti dan menghasilkan pemenang, baik Gus Ipul atau Khofifah dalam konteks Pilpres tetap Jokowilah Pemenangnya. Kemenagan ini akan menjadi kunci Jokowoi untuk melenggang pada Pilpres nanti. Partai pendukung Jokowi yang tersebar dalam dua kubu, menjadi sandaran aman dalam mengamankan suara di Jatim secara umum.
Ya namanya koalisi pasti hanya berisi kepentingan politik saja dan bagi bagi kekuasaan saja. Dan terbukti banyak yang memeberikan harapan-harapan palsu, yang bisa  partai koalisi berupa gerbong kosong bagi pemenangan dan terjadi dari banyak Kontestasi Pilkada dan Pilpres sekalipun!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H