Massa warga yang kelaparan, mulai menerabas lahan-lahan milik korporasi, dan menanam tanaman pangan serta membuat peternakan mandiri.
Gerakan massa ini, akhirnya menyadarkan para pemimpin dunia, untuk merealisasikan semua poin-poin tuntutan "Revolusi Bahagia", dimana perusahaan-perusahaan tambang di seluruh dunia diberikan pajak tinggi yang digunakan untuk mendukung industri pangan yang dikelola rakyat langsung.
Lahan-lahan korporat dan gedung-gedung tak terpakai dialihfungsikan menjadi pertanian, perkebunan dan peternakan yang dikelola secara swadaya oleh masyarakat di daerah masing-masing dan hasilnya digunakan sebesar-besarnya untuk masyarakat yang mengelolanya, jika panen berlebih, justru diberikan secara cuma-cuma ke daerah yang kekurangan pangan, atau sebagai barter ke wilayah lain yang tak miliki komoditas sejenis.
Masalah alat pertanian, pupuk dan teknologinya semuanya disuplai dan disubsidi oleh pemerintah. Swasembada pangan terjadi di berbagai daerah, rakyat kenyang, rakyat senang, rakyat bahagia.
Lalu bagaimana cara masyarakat untuk berkomunikasi ? karena mereka memutuskan untuk meminimalisir penggunaan digitalisasi dalam keseharian, utamanya menghindari penggunaan gawai smartphone.
Untuk itu, di setiap RW atau distrik disediakan tempat pusat informasi yang dilengkapi perpustakaan super lengkap.
Pusat informasi tersebut disediakan semacam alat komunikasi jarak jauh yang bisa digunakan masyarakat secara gratis, mirip-mirip wartel dan telegram atau warnet di era 1990an.
Pusat informasi ini biasanya berbentuk gedung yang sangat besar dan bisa memuat ribuan orang serta buka 24 jam, sehingga tidak sampai menimbulkan antrian yang cukup panjang.
Masyarakat jaman ini sudah tidak lagi bergantung pada gawai smartphone dengan segala kecanggihannya.
Pada pagi hari, mereka tidak dikejar waktu, sarapan dengan tenang bersama keluarga, baru pukul 8.30, sang ayah berangkat ke sawah yang tak jauh dari rumah, bersama sang anak pergi ke sekolah, sore harinya sang ayah membawa sejumlah hasil panen untuk diolah menjadi masakan.
Pada hari-hari sang anak libur sekolah, mereka ikut sang ayah pergi ke ladang, bukan sekedar menemani, tetapi juga berlatih tentang pertanian dan peternakan.