Kontroversi pelaksanaan pembukaan Olimpiade Paris 2024 yang menampilkan parodi "Last Supper" oleh para Drag Queen, seolah seperti proklamasi secara terang-terangan pada seluruh dunia tentang kampanye "Woke Agenda" kaum LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender).
Apa itu Woke Agenda ? istilah ini sempat dipopulerkan beberapa waktu lalu oleh mantan VJ MTV Daniel Mananta dalam sebuah podcast yang menceritakan ada sekolah internasional di Indonesia yang memuat beberapa agenda Woke Agenda berkaitan LGBT.
Dikutip dari abc news, Istilah "woke" awal mula diciptakan oleh warga Amerika kulit hitam yang digunakan sebagai gerakan frontal melawan supremasi kulit putih dalam mencari keadilan dari awal hingga pertengahan abad ke-20. Kata "Woke" yang bermakna bangkit atau kebangkitan, digunakan penduduk kulit hitam untuk berani bangkit memperjuangkan hak-haknya.
Istilah ini mulai menyeruak kembali saat adanya gerakan Black Lives Matter pada tahun 2014. Tujuan dari gerakan "woke" adalah sebagai upaya mengedukasi masyarakat tentang ketidaksetaraan yang ada dalam masyarakat dan menjunjung perubahan positif secara konkrit dan nyata, hingga akhirnya gerakan ini juga disebut "wokeism"
Perbedaan gerakan "woke" dengan bentuk perjuangan lainnya, adalah dimana pergerakannya berupaya lebih massif bahkan menyerang kepada pihak yang mendiksriminasi mereka. Jadi agak berbeda dengan gerakannya Muhammad Hatta sewaktu belajar di Belanda yang menentang pemerintahan Hindia Belanda.
Contoh jelas di era 70an, seperti pernyataan-pernyataan Muhammad Ali yang vulgar menyerang kaum kulit putih dengan kritik dogma-dogma sosial pada saat itu memang membuat publik terhenyak, bisa dikatakan bentuk dari  "Woke Agenda".
Seiring berjalannya waktu, istilah Wokeism mulai dipakai oleh kaum marjinal lainnya yang merasa terdiskriminasi oleh sistem sosial yang ada di seluruh dunia, seperti kaum imigran, kaum buruh dan lainnya.
Belakangan santer "Woke Agenda" juga digunakan oleh kaum LGBT sebagai senjata mereka untuk menunjukkan eksistensi mereka.
Jika sudah demikian, makna awal "Woke Agenda" yang sebenarnya hal yang positif dalam memperjuangkan kesetaraan hak setiap manusia, menjadi bergeser untuk membela sesuatu yang menyimpang dalam kesadaran moral umum manusia.
Pada norma umum sosial manusia, perilaku LGBT adalah sesuatu yang tidak seharusnya disebarkan luaskan, perkara pilihan hidup menjadi seorang LGBT memang itu haknya masing-masing, tetapi tidak boleh untuk diakui secara komunitas bahkan secara legalitas.
Entah apa dalam pikiran orang barat yang mendukung gerakan ini secara terang-terangan dengan dalih kebebasan liberal, tapi di sisi lain melarang penggunaan jilbab di beberapa  sekolah-sekolah negara eropa, adalah bentuk kemunafikan standar ganda orang Eropa, yang justru menampakkan betapa kebencian kaum sekuler kebablasan terhadap kaum beragama.
Hal inilah yang akhirnya menimbulkan perdebatan tentang gerakan "woke agenda" yang sudah mulai menyimpang dari sejarah awalnya. Bahkan kini istilah "woke agenda" kekinian gaungnya jauh lebih dikenal sebagai gerakan perlawanan kaum LGBT ketimbang gerakan kesetaraan kaum kulit hitam yang pada mulanya.
"Woke Agenda" Â atau wokeism yang dilancarkan kaum LGBT secara global saat ini sudah sangat terang-terangan dan nyata bahkan spektrumnya melebihi dari sejarah awal istilah "woke" yang dipopulerkan oleh kaum kulit hitam.
Perhelatan piala dunia Qatar 2022 lalu, terlihat jelas pada timnas Jerman yang terang-terangan mengkampanyekan "Woke Agenda" kaum pelangi. Lalu jika kita jeli, banyak beberapa film animasi Disney yang kadang diselipi agenda terselubung dari kaum LGBT tanpa disadari.
Di Eropa, kaum pelangi memang sedang mendapat panggung, mereka mendapat ruang dimana-mana, di segala bidang, baik ekonomi, sistem pernikahan, sosial budaya bahkan agama.
Namun pada perhelatan pembukaan Olimpiade Paris 2024, kini mereka kena batunya, ibaratnya bagaikan pepatah Jawa, "Dikasih ati, mintanya rempelanya", dimana kaum pelangi justru kebablasan mengekspresikan kebebasannya yang justru menyerang umat agama Kristen dan Katolik dengan parodi "Last Supper" yang sangat menjijikkan dan kebablasan, mereka seakan lupa di rumah banyak anak-anak yang menonton.
Dampaknya yang menghujat tidak hanya orang Timur atau Agamawan, bahkan orang Eropa pun merasa malu dengan pertunjukan yang bernilai sangat rendah mutunya itu.
Acara seremoni tersebut menunjukkan bahwa "Woke Agenda" dari kaum LGBT sudah tampak nyata dan memang benar-benar sudah dalam bentuk terstruktur dan sistematis.
Sebagai pribadi berjiwa pendidik, tentunya hal seperti ini tidak bisa dibiarkan begitu saja, perlu ada ikhtiar dan komitmen bersama anak bangsa dalam membentengi dari agenda tak bermoral tersebut.
 Berikut kiranya beberapa hal yang bisa menjadi perhatian bersama dalam mengantisipasi agenda LGBT sudah tidak lagi sembunyi-sembunyi.
Hindarkan Anak Dari Kampanye LGBT
Perhatikan segala konten-konten yang sering dikonsumsi anak-anak kita baik yang sering sliweran di gawai online mereka, apakah ada yang terindikasi memuat pesan-pesan terselubung LGBT.
Konten yang paling sering terlihat biasanya animasi menampilkan pertemanan sesama jenis yang tampak terlihat biasa saja, namun jika diperhatikan betul, ternyata memuat pesan-pesan wokeism LGBT di dalamnya.
Beberapa kartun Disney bahkan disinyalir ada yang menampilkan pesan tersembunyi tentang gender selain pria dan wanita, maka dari itu perlu kejelian orang tua dalam memperhatikan tayangan animasi dari luar, yang kadang diboncengi agenda wokeism.
Tolak Gerakan Komunitas LGBT
Saya secara pribadi tidak ada masalah dengan seseorang yang memilih pilihan hidup sebagai LGBT, hanya saja pemahaman ini jelas tak bisa disebarkan secara luas bahkan diakui secara komunal dan legalitasnya.
Kita harus kembali ke pangkal masalahnya adalah konsep keluarga pada umumnya adalah ayah adalah pria dan ibu adalah wanita, itu sudah harga mati, jika ada orang yang tak setuju hal tersebut, tidak masalah, hanya saja tidak boleh menyebarkan pemahaman yang di luar norma umum tentang konsep keluarga manusia.
Di Indonesia diperkirakan sudah ada gerakan bawah tanah para gay, dan bahkan salah satu terbesar di Asia Tenggara, maka dari itu perlu mewaspadai agenda wokeism yang saat ini sudah mulai terbuka di depan mata, dengan segala cara tidak mengakuinya secara komunitas.
Sweeping Sekolah Dukung Woke Agenda
Belajar dari kasus yang diutarakan oleh Daniel Mananta di atas, sudah jelas dan gamblang bahwa agenda wokeism memang telah masuk di Indonesia melalui sekolah-sekolah yang terafiliasi oleh organisasi internasional.
Dinas pendidikan juga harus melakukan sweeping terhadap sekolah-sekolah yang kiranya telah mendapat laporan dari para masyarakat, tentang kemungkinan terindikasi terpapar agenda wokeism.
Dinas pendidikan juga harus jeli memperhatikan buku-buku pelajaran maupun buku bacaan anak yang dipublikasikan di Indonesia, apakah buku-buku tersebut terindikasi memuat konten-konten LGBT.
Perkuat Hubungan Lintas Agama
Pasca peristiwa pembukaan Olimpiade Paris 2024 yang memuat parodi "Last Supper", dikabarkan justru mendapat kecaman dari beberapa tokoh muslim, seperti Andrew Tate atau presiden Turki, Erdogan yang menyampaikan keprihatinannya terhadap peragaan tersebut dan memberikan dukungannya kepada umat Kristen dan Katolik di seluruh dunia untuk memprotes penghinaan agama tersebut.
Hal tersebut tentunya menunjukkan bahwa solidaritas antar umat beragama adalah benteng utama dalam melawan agenda wokeism kaum LGBT yang sangat berbahaya bagi anak-anak kita. Para pemuka agama harus bersatu padu untuk membuat kecaman-kecaman terhadap gerakan agenda wokeism LGBT yang terang-terangan.
Norma agama yang dianut mayoritas penduduk dunia jelas sudah rata-rata menekankan tentang penolakannya terhadap paham LGBT, maka dari itu diperlukan penguatan hubungan antar umat beragama untuk membendung hal tersebut.
Agenda Wokeism LGBT sudah ada di depan pintu kita, Perancis dan negara Eropa lainnya sudah terjangkiti kebobrokan moral akibatnya, saat pasang mata dan pasang telinga untuk lindungi anak-anak kita dari bahaya agenda ini. Semoga bermanfaat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H