Mohon tunggu...
Satria Widiatiaga
Satria Widiatiaga Mohon Tunggu... Guru - Guru Sekolah Alam

Guru di Sekolah Alam Aminah Sukoharjo

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Antara Seruan Nasionalisme Sultan Hamid II dan Status Dwi Kewarganegaraan

9 Mei 2024   09:44 Diperbarui: 9 Mei 2024   09:49 287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kaum Diaspora Mahasiswa Indonesia di Belanda pada zaman kolonial (sumber: Beranda Desa )

Saya meminta supaya warga Negara Indonesia yang sekarang berada di sini (Belanda), untuk secepatnya menyelesaikan studinya, lalu segeralah kembali ke Indonesia...  Kami membutuhkan pengabdian kalian. Saya sebenarnya merasa betah di sini (Belanda) begitu pula anda, namun pada saat ini kita semua sedang membangun Negara kita, dan kalian wajib ikut serta di dalamnya, saya minta perhatian anda atas peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung sekarang. Dalam waktu dekat, semoga sebelum akhir tahun ini, kita akan memiliki kedaulatan penuh (konferensi meja bundar), tapi pencapaian itu tidak akan berguna apabila anda semua yang hadir di sini tidak membantu kami. Maka saat ini saya minta dengan sangat agar kalian segera pulang kembali ke tanah air kita, Indonesia. Jadilah ahli hukum. Ahli kedokteran dan ahli-ahli di bidang lainnya

Itulah petikan pidato Sultan Hamid II Al Qadrie, ketua Bijeenkomst voor Federaal Overleg (BFO) pada perayaan HUT Kemerdekaan Indonesia yang sengaja dilangsungkan di Belanda, dimana saat itu beberapa delegasi diplomat Indonesia berdatangan ke Belanda pada awal bulan Agustus 1949 untuk menghadiri Konferensi Meja Bundar di Den Haag, Belanda yang berlangsung pada 23 Agustus hingga 2 Nopember 1949.

Kebetulan kedatangan para delegasi Indonesia bertepatan dengan momen HUT RI ke 4, maka dilangsungkanlah perayaan tersebut di Paviliun Minerva,  Amsterdam yang dihadiri para diplomat, pelajar mahasiswa Indonesia yang studi di Belanda, pekerja Indonesia yang berkerja di Belanda, tamu undangan warga Belanda yang simpati kepada Indonesia dan seluruh pihak yang pro kemerdekaan bangsa Indonesia.

Turut pula pada pengisi pidato pembukaan acara tersebut, selain Sultan Hamid II, adalah Muhammad Hatta, wakil Presiden RI yang selaku perwakilan diplomat dari Republik Indonesia dan Anak Agung Gde Agung selaku  Perdana Menteri Negara Indonesia Timur. Anda bisa melihat petikan video pidato dari ketiga founding father tersebut di beberapa kanal Youtube. 

Dari ketiganya, pidato dari Sultan Hamid II yang paling membuat jiwa nasionalisme ini menggelegar, jika pidato Muhammad Hatta dan Anak Agung Gde Agung menggunakan bahasa Indonesia formal, maka Sultan Hamid II berpidato dengan bahasa Belanda yang sangat luwes, penuh canda tapi terselip pesan-pesan nasionalisme mendalam yang ditujukan para komunitas diaspora Indonesia di Belanda.

Seruan Sultan Hamid II seolah mengetuk hati sanubari para komunitas masyarakat diaspora Indonesia agar segera kembali ke tanah air untuk mengabdikan segala keilmuannya bagi bumi pertiwi. Betapa pada saat itu sangat mendesaknya kebutuhan para ahli intelektual berpengalaman bagi pembangunan Negara, dimana hal tersebut hanya dimiliki oleh para pelajar, pekerja yang belajar serta berkerja di Belanda dan Negara Eropa lainnya. Pun hingga kini, keberadaan para diaspora Indonesia masih dirasakan diperlukan dalam pembangunan di Indonesia, dimana pengalaman abroad mereka tentunya bisa digunakan untuk meningkatkan standar pembangunan di tanah air.

Namun para kaum diaspora Indonesia memiliki kendala untuk mengabdi untuk Indonesia. Walau mereka jauh dari kampung halaman, sebenarnya jauh dari lubuk hati terdalam mereka  ingin berkontribusi besar bagi Indonesia, namun ada beberapa kendala yang harus mereka hadapi, salah satunya adalah status kewarganegaraan.

Kaum diaspora Indonesia sebenarnya terbagi dari beberapa kelompok, yang berdasarkan fase migrasinya. Fase pertama adalah kelompok yang diperkerjakan oleh pemerintah Hindia Belanda ke luar negeri, seperti di Suriname, Eropa dan beberapa tempat yang menjadi koloni Belanda. Fase kedua adalah para kaum pelajar yang bersekolah di Belanda dan Negara Eropa lainnya pada kurun waktu jaman pemerintahan Hindia Belanda, pendudukan Jepang hingga masa awal kemerdekaan Indonesia. Kedua kelompok pada fase ini harus melalui proses naturaliasi 'heritage' jika ingin 'kembali' untuk menjadi warga Negara Indonesia. Contoh kasus ada pada para pemain naturalisasi timnas Indonesia, yang dimana kakek neneknya ada memiliki darah Indonesia, walau sudah lama tinggal di Belanda.

Fase ketiga adalah para pelajar yang dikirim ke Rusia dan beberapa Negara Eropa timur pada zaman pemerintahan Presiden Soekarno yang pada saat itu sedang menjalin kerjasama dengan Uni Sovyet. Namun, ketika orde Baru berkuasa, para pelajar yang berada di Negara-negara Eropa Timur tersebut tak dapat kembali ke tanah air, karena dianggap eksil yang berafiliasi dengan faham komunis. Karena sekarang sudah jaman Reformasi, para keturunannya sudah bisa kembali ke Indonesia, namun status kewarganegaraannya masih belum bisa menjadi WNI.

Fase keempat adalah masa migrasi normal, seperti bersekolah di luar negeri dengan biaya sendiri namun tak kembali ke tanah air karena berkerja disana dan berubah kewarganegaraan,  atau menikah dengan warga Negara asing (WNA) dan melepas kewarganegaraan Indonesianya.

Kemudian Fase kelima adalah kelompok migrasi temporer, yaitu seperti TKI, pelajar/mahasiswa abroad atau pekerja dengan kontrak waktu tertentu dengan perusahaan asing di luar negeri. Intinya mereka berada di luar negeri hanya sementara waktu, dan tidak pindah kewarganegaraan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun