Langkah garuda meraih tiket ke olimpiade Paris kembali tertunda untuk kedua kalinya, setelah pada pertandingan perebutan juara ke 3 piala Asia AFC U -23 melawan Iraq U 23.Â
Walau sempat unggul lewat sepakan jarak jauh Ivar Jenner di menit 19', Singa Mesopotamia muda berhasil membalas lewat dua gol oleh Tahseen Di menit 27', dan Jasim pada babak perpanjangan waktu.
Kekalahan ini cukup menyesakkan, mengingat secara permainan para punggawa Garuda Muda cukup bermain apik dengan mendominasi permainan dengan penguasaan 52 %.Â
Namun, harus diakui Iraq U 23 jauh lebih efektif dalam melakukan penyerangan, dimana mereka melesakkan 7 tembakan ke arah gawang Ernando Ari, sementara Indonesia U 23 hanya mampu mengarahkan 2 tembakan ke arah gawang Iraq U 23.
Hasil ini tentunya membuat kesempatan tiket langsung menuju Olimpiade Paris menjadi pupus, dan harus melakoni laga playoff melawan wakil dari Afrika yaitu Guinea U 23. Pertandingan playoff ini jelas bukanlah misi mudah, karena tidak menganut sistem kandang-tandang, dan hanya dilangsungkan satu pertandingan 'sudden-death' yang akan digelar pada 9 Mei 2024 di Clairefontaine, Prancis.
Memang pencapaian Garuda Muda yang berhasil lolos hingga ke babak semifinal piala Asia U-23 adalah raihan terbaik sepanjang sejarah sepak bola Indonesia dalam beberapa dekade terakhir.Â
Namun, publik boleh berharap lebih jika tiket menuju Olimpiade Paris bisa diraih juga, apabila asa itu memang masih ada dengan cara mengalahkan Guinea di laga playoff.
Lalu, bagaimana analisis kekuatan dari tim Guinea U 23 ini dan mampukah Garuda Muda mengatasi keperkasaan bocah-bocah dari Afrika Barat ini, berikut ulasannya.
Kekuatan Inti Guinea U 23
Tim ini terdiri dari para pemain yang sangat muda dalam turnamen Piala Afrika U 23 lalu, dimana usia rata-rata pemainnya berkisar 21 tahun.Â
Terdapat 13 pemain Guinea U23 yang bermain di liga Eropa, beberapa diantaranya yaitu Selu Diallo (Deportivo Alves), Algassime Bah (Olympiacos), Madiou Keita (Axerre B), Agibou Camara (Atromitos Athen) hingga Lassana Diakhaby (Valenciennes).
Dengan materi pemain yang didominasi oleh pemain-pemain abroad Eropa, maka sekilas Guinea U 23 bukanlah lawan yang mudah untuk dihadapi.Â
Fisik tangguh pemain Afrika tentunya menjadi tantangan bagi Garuda Muda ketika harus berduel adu fisik.Â
Secara permainan, tim ini hampir memiliki pola yang sama seperti halnya tim-tim afrika umumnya yaitu mengandalkan kecepatan dan fisik yang tangguh, tetapi untuk permainan kombinasi dan determinasi bisa dinilai biasa saja.
Kiprah Piala Afrika U 23
Perjalanan tim yang diasuh pelatih Morlaye Cisse ini sekilas mirip dengan kiprah tim Indonesia U 23 pada gelaran piala Asia U 23. Dimana Guinea U 23 juga dianggap sebagai kuda hitam debutan yang bukan unggulan.Â
Mereka tergabung pada Grup A bersama tuan rumah Maroko, Ghana dan Kongo, di luar prediksi Guinea U 23 berhasil menjadi runner up grup, mengingat ketiga lawannya adalah negara yang memiliki tradisi sepakbola yang kuat di benua Afrika.
Di babak semifinal, sayang langkah brilian Guinea harus berhenti, setelah kalah dari Mesir dengan skor 1-0, dan di babak perebutan juara ketiga, harus mengakui keunggulan Mali U 23, setelah harus kalah adu penalti dengan skor 4-3.Â
Langkah luar biasa Guinea ini tentu menjadi catatan tersendiri, mengingat kita jarang mendengar kiprah Guinea dalam persepakbolaan Afrika dan dunia.
Sejarah Singkat Sepakbola Guinea
Timnasnya yang berjuluk Gajah Nasional ini memiliki peringkat FIFA ke 76, bahkan pada medio 2006 pernah menduduki peringkat 22. Hal tersebut menjadi indikator, bahwa walau jarang terdengar kiprahnya bagi pencinta sepakbola Indonesia, ternyata Guinea memiliki katrol peringkat FIFA yang sangat baik.
Negara ini memang belum pernah lolos ke piala dunia, namun pencapaian tertingginya adalah menjadi runner up piala Afrika pada tahun 1976. Negara yang terletak di afrika barat ini tergolong negara miskin, dan sering terjadi kudeta militer dalam sejarah politiknya.Â
Untuk stadion sepakbola yang representatif pun hanya satu saja, yaitu stadion 28 September di ibukota Conakry, itupun tanpa ada atap tribun. Oleh karenanya, sebagaimana negara afrika barat lainnya, para pemainnya memilih untuk bermain di Eropa, ketimbang bermain di liga lokal mereka yang fasilitasnya masih jauh dari kata layak.
Strategi Garuda Muda
Sebenarnya pada pertandingan playoff di Prancis nanti, Garuda Muda diuntungkan dengan kondisi tim yang masih on-fire ketimbang Guinea U 23.Â
Hal ini dikarenakan tim Guinea U 23 terakhir berkiprah pada piala Afrika U 23 yaitu pada bulan Juli 2023. Artinya, secara kepaduan tim, timnas Indonesia U 23 masih dalam keadaan cukup kompak satu sama lain dibandingkan tim Guinea U 23 yang sudah cukup lama tidak bertanding secara kompetitif.
Bisa dikatakan kedua tim sama-sama buta kekuatan lawan, sehingga besar kemungkinan pertandingan akan berlangsung sangat menarik, karena kedua tim akan menampilkan gaya permainan yang sangat berbeda.Â
Walau Ghana U 23 memiliki kecepatan, tetapi timnas Garuda Muda memiliki kegesitan kombinasi passing yang lebih baik, dan hal ini harus benar-benar dioptimalkan.
Tim-tim afrika barat biasanya agak kesulitan melawan tim-tim Asia Timur seperti Jepang dan Korea Selatan yang kerap memainkan kombinasi passing cepat. Hal tersebut perlu dioptimalkan oleh coach Shin Tae Young untuk meredam kekuatan fisik pemain Guinea.
Pemulihan pemain pasca Piala Asia U 23 harus menjadi perhatian utama, mengingat waktu yang sangat pendek menuju hari H pertandingan, tentunya diharapkan tidak menjadi hambatan bagi Garuda Muda untuk mengoptimalkan permainan pada babak playoff nanti.
Semoga pada kesempatan terakhir pada pertandingan play off melawan tim Guinea U 23 nanti, para punggawa Garuda Muda dapat meraih hasil positif dan membawa merah putih ke Olimpiade Paris nanti. Aamiin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H