Mohon tunggu...
Satria Widiatiaga
Satria Widiatiaga Mohon Tunggu... Guru - Guru Sekolah Alam

Guru di Sekolah Alam Aminah Sukoharjo

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menghindari Sifat "Artifisial Religius"

9 Januari 2024   05:08 Diperbarui: 9 Januari 2024   05:21 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Kerukunan Umat Beragama (Sumber : Coastal Courier)

Dalam praktik keseharian, perilaku artifisial religius sudah sering tampak dan bahkan vulgar. Dalam Islam praktik ini bisa disebut Riya', yaitu beribadah bukan semata-mata untuk Allah, tetapi justru hanya ingin dianggap 'saleh' oleh orang lain. Ali bin Abi Thalib RA berkata, "Janganlah kau lakukan suatu kebaikan karena riya' dan janganlah kau tinggalkan suatu kebaikan karena malu".

Banyak orang yang mengatakan, bahwa orang Indonesia adalah masyarakat yang religius, namun praktiknya perilaku koruptif masih marak terjadi.  Maka demikian tampak jelas dan vulgar, bahwa kesalehan tidak berbanding lurus dengan menjauhi hal-hal yang dilarang dalam agamanya. Agama hanya sekedar ritual, tidak menjadi ejawantah perilaku keilahian, dengan demikian perilaku ini sudah mengarah ke 'artifisial religius'.

Lalu bagaimana agar kita tidak terjebak menjadi insan yang 'artifisial religius', yaitu manusia yang tampak religius namun tak menunjukkan sifat saling mengasihi antar umat manusia. Berikut kiranya beberapa tips agar kita tidak terjebak menjadi insan yang 'artifisial religius'

Muhasabah Introspeksi Diri

Sebelum anda menunjuk hidung ke orang lain, tentang keburukan-keburukannya, berkacalah terlebih dahulu kepada diri anda. Jadilah manusia yang tidak mudah mengomentari kehidupan orang lain, selalu dan selalu berpikir bahwa anda masih jauh dari sempurna, sehingga anda selalu menahan mulut anda untuk mudah menilai kekurangan orang lain.

Jika ada rekan yang bercerai, jangan mudah untuk berghibah, ingat di rumah anda pun sering bertengkar dengan pasangan. Jika ada teman yang gagal naik jabatan, jangan mudah untuk mengomentarinya, ingat tugas pekerjaan anda pun masih banyak yang belum sempurna. Jika anak anda gagal dalam ujian sekolah, jangan mudah mencapnya tidak rajin belajar, ingat keberhasilan anak juga bergantung pada perhatian anda kepada sang anak.

Bermuhasabah atau introspeksi diri adalah benteng awal kita agar kita paling minimal tidak menjadi manusia yang mudah menyakiti perasaan orang lain. Dan sebenarnya jika kita beribadah dengan baik dan sungguh-sungguh, perilaku yang demikian dapat terbentuk dengan alami dan cerminan kita memaknai bahwa ibadah tidak sekedar ritual, tetapi menjadi manusia yang pengasih antar sesama.

Hampir semua peribadatan agama-agama di dunia, intinya adalah berdoa, dan hampir semuanya menganjurkan jika ritual-ritual agama sudah ditegakkan, entah itu ibadah shalat dalam Islam, atau liturgi-liturgi dalam Kristen, maka berdoalah, maka berintrospeksilah, nilailah diri anda apakah anda layak untuk bersombong di atas Tuhan dan para makhluknya. Proses kontempolasi ini akan lama kelamaan melatih diri anda menjadi personal yang lebih eling dan waspada, serta menjauhkan diri dari sifat artifisial religius alias hipokrit dalam agama.

Kerendahan Hati

Santo Agustinus berkata "Kerendahan hati adalah dasar dari semua keindahan lainnya, oleh karena itu, di dalam jiwa yang tidak memiliki keindahan ini, tidak ada keindahan lain kecuali dalam penampilan belaka".

Melanjutkan proses dari muhasabah diri, maka etape selanjutnya kita berupaya menjadi pribadi yang selalu menjaga kerendahan hati. Ketika kita sudah mengenal pribadi kita sebenarnya, baik buruknya kita, maka yang perlu jaga adalah naik turunnya perasaan hati kita dalam keseharian.

Aura baik tidak terpancar dari banyaknya simbol agama yang melekat pada tubuh kita, tetapi justru dari bagaimana kita menjaga kerendahan hati kita dalam pergaulan antar sesama, dan itu bisa didapatkan jika kita sungguh-sungguh bermuhasabah serta menjaga sikap egaliter kita.

Menghormati Penganut Agama Lain

Ada yang mengatakan, kita harus membela agama kita, idiom ini bisa benar dan bisa juga tidak bisa dibenarkan pula. Menjadi benar jika kita benar-benar paham bahwa yang kita bela bukanlah Tuhan atau institusi agama itu, yang kita bela adalah nilai-nilai kasih yang terkandung dalam ajaran agama itu, dengan cara tidak membenarkan kekerasan dan membenarkan kasih sayang dalam menegakkan kebenaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun