Maka dari itu perlu usaha serius yang melibatkan banyak pihak dalam mengadakan sensus tersebut, yang melibatkan komunitas-komunitas penggiat pendidikan dan komite sekolah.
Data yang terkumpul tersebut harus dimuat secara online dan realtime dalam satu web online khusus yang merilis data sekolah di seluruh Indonesia yang bisa diakses oleh semua pihak dan masyarakat.
Jika perlu, masyarakat awam seperti orang tua wali peserta didik pun bisa mengupload  beberapa fasilitas sekolahnya yang rusak ke web resmi tersebut serta selalu mem-follow up lewat web tersebut, jika belum ada tindak lanjut perbaikan.
Jika memang sampai waktu yang belum ditentukan, tidak ada perbaikan sama sekali, langsung lapor saja ke kepala daerah setempat, kalau perlu dirilis di sosial media. Karena banyak kasus yang terjadi adalah, terkadang jika ada kerusakan, pihak sekolah melapor ke dinas setempat, tindak lanjutnya baru setahun kemudian, kalau sudah begini mau menunggu atap kelas roboh dulu.
Dengan sistem sensus online kondisi sarana dan prasarana sekolah, maka diharapkan perbaikan-perbaikan fasilitas sekolah bisa cepat diekseskusi oleh dinas setempat, sehingga pemerataan kualitas pendidikan dari segi infrastuktur bisa terealisasi segera.
Mutasi Guru Secara Berkala
Kita tidak bisa menilai secara subjektif mana guru yang cakap dan mana guru yang mengajar ala kadarnya. Maka dari itu perlu adanya mutasi perpindahan guru secara berkala dalam satu wilayah kecamatan, kota atau kabupaten, tergantung jenjang pendidikan dan posisinya.
Karena bisa saja ada guru yang bisa dinilai berkompeten hanya mengajar di sekolah yang 'dianggap' favorit saja selama bertahun-tahun. Maka perlu ada mutasi posisi untuk setiap guru, entah dalam kurun waktu 2 hingga 4 tahun sekali tergantung kebutuhan posisi formasi guru.
Sebagai contoh, jika si guru tercatat sudah mengajar di satu sekolah negeri yang sama selama kurun waktu 3 tahun lamanya, maka dia akan masuk radar untuk dimutasikan ke sekolah lain, tapi masih dalam wilayah yang sama, tergantung kebutuhan formasi guru.
Hal ini untuk menkondisikan, bahwa tidak boleh sekolah negeri hanya diisi oleh formasi guru yang namanya itu-itu saja. Selama mutasi masih dalam satu wilayah, dirasakan tidaklah terlalu memberatkan bagi guru dalam penyesuaian domisili.
Dengan demikian, maka secara tidak langsung sekolah-sekolah negeri dalam wilayah tersebut tidak ada lagi dikotomi guru-guru yang kompeten di satu sekolah yang sama, tapi tersebar ke semua sekolah di wilayah tersebut.
Peninjauan Kembali Nama Sekolah Negeri Memakai Nomor
Sebuah pertanyaan klasik yang selalu saya tanyakan ke guru-guru saya terdahulu, mengapa sekolah-sekolah negeri selalu menggunakan 'urutan angka' sebagai nama sekolahnya, seperti SMA Â Negeri 1 Surabaya, SMA Negeri 6 Jakarta, Â SD Negeri 16 Mangkubumen Lor dan lain-lain. Dan rata-rata orang menjawab, waktu jaman dulu, untuk memudahkan sistem administrasi saja di dinas pendidikan. Jujur saya tidak puas jawaban itu, mungkin ada kompasioner di sini yang bisa menjawab sejarah ini.