Sebenarnya tidak ada kriteria yang jelas tentang sekolah negeri favorit, karena kebanyakan hanyalah anggapan atau persepsi saja dari sebagian besar masyarakat.
Kalaupun ada yang terukur, biasanya dinilai dari nilai Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) dari setiap sekolah, yang peringkatnya dirilis oleh dinas pendidikan.
Tetapi pemeringkatan ini pun tak bisa dijadikan tolak ukur, dikarenakan dengan mekanisme kurikulum saat ini, kualitas sekolah tidaklah bisa diukur dengan hasil nilai ujian semata, tetapi juga bagaimana proses pembelajaran di dalam sekolah tersebut.
Sekolah-sekolah negeri yang dianggap favorit kebanyakan adalah semacam folklore alias cerita turun temurun dari generasi ke generasi, entah itu persepsi kualitas para gurunya, lulusan alumninya, fasilitasnya atau hal-hal yang kadang dilebih-lebihkan untuk menambah bumbu serunya perdebatan sekolah favorit, dan akhirnya ujung-ujungnya lebih ke gengsi semata, ketimbang tujuan utama untuk mencerdaskan anak bangsa.
Dan memang pemberlakuan sistem zonasi PPDB adalah upaya konkrit secara sistemik untuk membentuk ekosistem pendidikan yang berpihak kepada dimana peserta didik bertempat tinggal. Hanya saja sistem ini ternyata masih banyak dikeluhkan oleh banyak orang tua, dikarenakan stigma sekolah favorit di perkotaan masih cukup kuat.
Berikut beberapa upaya yang kiranya bisa kita lakukan dalam upaya menghapus paradigma sekolah negeri favorit dalam dunia pendidikan kita.
Sensus Online Infrastruktur Sarana dan Prasarana Sekolah
Kemendikbudristek baru saja menerbitkan Peraturan Menteri No 22 Tahun 2023 tentang sarana dan prasarana sekolah. Peraturan menteri ini memuat kriteria minimal sarana dan prasarana yang harus tersedia pada satuan pendidikan dalam penyelenggaraan pendidikan.
Tentunya dengan terbitnya peraturan menteri ini, diharapkan tindak lanjutnya secara konkret ke seluruh sekolah yang ada. Maka sebagai langkah awal, harus disegerakan sensus secara besar-besaran ke seluruh sekolah di seluruh indonesia.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tercatat 60 persen ruang kelas SD dalam kondisi rusak ringan atau sedang pada tahun ajaran 2021 / 2022, sementara untuk jenjang SMP dan SMA tercatat 50 -- 60 persen ruang kelasnya dalam kondisi rusak ringan atau sedang.
Namun data tersebut hanyalah baru catatan laporan saja, belum ada data konkret pasti secara detail apa saja yang rusak dalam bangunan sekolah kita.