Mohon tunggu...
Satria Widiatiaga
Satria Widiatiaga Mohon Tunggu... Guru - Guru Sekolah Alam

Guru di Sekolah Alam Aminah Sukoharjo

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Upaya Menghapus Status Sekolah Negeri Favorit

2 Januari 2024   05:05 Diperbarui: 3 Januari 2024   05:51 1036
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi sekolah (KOMPAS.id)

Acapkali terjadi perdebatan sengit di grup Whatsapp keluarga tentang sekolah negeri favorit di kota kami. Dimana beberapa kerabat keluarga yang mempunyai agenda memasukkan anaknya ke sekolah yang baru, meminta rekomendasi sekolah negeri favorit dalam percakapan grup.

Untuk tingkatan Sekolah Dasar, lumayan cukup banyak pilihannya, mulai dari desa hingga ke tengah kota. Untuk tingkatan SMP, mulai mengerucut ke pinggiran kota hingga ke tengah kota. Sementara SMA, pilihan sekolah favoritnya hanya ada di sekitaran tengah kota.

Para tetua-tetua di grup whatsapp keluarga saling adu silang pendapat, sekolah mana yang favorit menurut mereka, ada yang bilang SMP 1 itu bangunannya megah, ada yang mengatakan SMP 4 itu bagus-bagus gurunya dan  ada yang berujar SMP 6 itu tempat alumninya para pejabat-pejabat. Semuanya mempunyai 'dalil'-nya masing-masing  tentang kriteria sekolah favorit menurut mereka.

Dari perdebatan sengit tersebut, tersirat sebuah kesimpulan bahwa sistem zonasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang digembar-gemborkan oleh pemerintah, belum terasa efeknya untuk mengubah stigma sekolah favorit pada masyarakat awam.

Saya pribadi sangat setuju pemberlakuan sistem zonasi PPDB dalam upaya menghapus stereotype sekolah-sekolah favorit. Namun jika telaah lagi, sistem zonasi baru bisa diberlakukan jika sudah terjadi pemerataan standarisasi sarana prasarana seluruh aspek kependidikan pada seluruh sekolah negeri di negara Indonesia, tanpa terkecuali.

Tentunya hal tersebut tidaklah mudah, namun bagaimanapun harus dilakukan, agar negara ini bisa menciptakan keadilan dan kemerdekaan pendidikan untuk seluruh peserta didik. Jangan sampai ada kesenjangan kualitas pendidikan sekolah yang ada di ibukota Jakarta dengan sekolah di Bovendigul, Papua, kesemuanya haruslah sama standarnya.

Masih ingat kisah Prof Yohannes Surya yang berhasil membawa bocah-bocah pedalaman Papua memborong medali dalam kompetisi Olimpiade Sains Internasional.

Kisah tersebut membuktikan, jika daerah pedesaan atau pedalaman diberikan fasilitas pendidikan yang sama seperti di kota besar, ternyata juga bisa menghasilkan prestasi akademik yang sama pula.

Upaya menghapus stigma sekolah negeri favorit adalah usaha untuk memberikan kesempatan yang sama ke setiap peserta didik dimanapun mereka bertempat tinggal. Sebuah upaya dimana niat bersekolah bukanlah untuk gengsi anaknya belajar di sekolah favorit atau tidak. Paradigma ini harus diputus sesegera mungkin, karena tidaklah baik untuk iklim pendidikan yang inklusif dan egaliter.

Sudah seharusnya tidak terjadi lagi, dimana para orang tua berpusing-pusing mendaftarkan anaknya ke sekolah-sekolah negeri yang dianggap berkualitas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun